Minggu, 11 Juli 2010

Hubungan antara Status Gizi dengan Menarche pada Siswi

Zat-zat gizi dari makanan yang dikonsumsi seseorang akan mempengaruhi pertumbuhannya. Kekurangan gizi atau keadaan gizi buruk pada masa bayi dan anak-anak terutama pada umur kurang dari lima tahun dapat berakibat lebih parah. karena pertumbuhan jasmani dan kecerdasan akan terganggu. pada tahap selanjutnya akan berpengaruh pada perkembangan. Perkembangan diartikan sebagai kemajuan fungsi atau kapasitas fisiologis badan atau organ tubuh. Usia remaja putri saat mengalami menarche bervariasi. Statistik menunjukkan bahwa usia menarche dipengaruhi faktor keturunan, keadaan gizi dan kesehatan umum.
Tujuan Penelitian ini adalah untuk mendapat diperolehnya informasi tentang hubungan status gizi dengan usia menarche pada siswi kelas 1 dan 2 di SMP Negeri 2 Way Bungur, dengan subjek penelitian adalah siswi kelas 1 dan 2 dan objek penelitian hubungan antara status gizi dengan usia menarche.
Jenis penelitian ini adalah penelitian analitik dengan rancangan penelitian cross secsional, dengan populasi seluruh siswi kelas 1 dan 2 yang berjumlah 135 siswi dan sampel yang diambil sebanyak 100 orang siswi dengan tehnik pengambilan sampel simple random sampling. Untuk mengumpulkan data penulis menggunakan metode angket dan alat ukur berupa lembar checklist untuk mengetahui hubungan antara status gizi dengan menarche.
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan didapat hasil bahwa sebagian besar siswi SMP Negeri 2 Bungur dengan Gizi yang baik yaitu sejumlah 43 siswi (43%), gizi sedang 32 sisiwi (32%), gizi kurang 18 siswi (18%) dan gizi buruk 7 siswi (7%), dan berdasarkan hasil analisis menggunakan chi-square diperoleh nilai chisquare (x2hitung) sebesar 36,85 pada taraf kesalahan 5% , dengan dk:3 diperoleh nilai (x2 tabel) sebesar 7,815. Tampak bahwa nilai x2hitung: 36,85 > x2tabel: 7,815 sehingga Ho ditolak yang menyatakan bahwa ada hubungan antara status gizi dengan usia menarche
Kesimpulan yang diperoleh dari hasil penelitian ini adalah status gizi siswi yang ada di SMP Negeri 2 Way Bungur sebagian besar dengan gizi yang baik, dan sebagian besar sudah mengalami menarche, sedangkan untuk hasil analisa bivariat menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara status gizi dengan  menarche pada remaja siswi kelas 1 dan kelas 2 di SMP Negeri 2 Way Bungur Lampung Tengah

Kata Kunci : Status Gizi, menarche 

DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
1.2 Rumusan Masalah
1.3 Tujuan Penelitian
1.4 Manfaat Penelitian
1.5 Ruang Lingkup Penelitian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Status Gizi
2.2 Konsumsi Makanan  Sesuai dengan Pedoman Umum Gizi Seimbang (PUGS)
2.3 Mengukur Status Gizi Remaja
2.4 Klasifikasi Pengukuran Status Gizi
2.5 Menarche
2.6 Anak Sekolah
2.7 Remaja
2.8 Hubungan Status Gizi denganMenarche
2.8.1 Menarche
2.8.2 Anak Sekolah
2.8.3 Remaja

BAB III METODELOGI PENELITIAN KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONAL DAN HIPOTESIS
3.1 Rancangan Penelitian
3.2 Populasi dan Sampel
3.2.1 Populasi
3.2.2 Sampel
3.3 Lokasi dan Waktu Penelitian
3.4 Pengukuran Variabel Penelitian
3.5 Pengumpulan Data
3.6 Tehnik Analisa Data

BAB IV BAB HASIL PENELITIAN DANPEMBAHASAN
4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian
4.2 Hasil Penelitian
4.3 Pembahasan

BAB V  KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
5.2 Saran

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

ANDA TERTARIK DENGAN JUDUL KTI DI ATAS ....... 
SILAHKAN ANDA PESAN KESELURUHAN ISI KTI

Gambaran Pengetahuan dan Karakteristik Ibu Menyusui yang tidak Memberikan Colostrum

Kolostrum (ASI pertama) adalah ASI berwarna kekuningan yang dihasilkan tiga hari pertama setelah melahirkan. Berkaitan dengan pentingnya ASI 1 jam pertama maka dianjurkan sesegera mungkin meletakkan bayi yang baru dilahirkan pada dada ibunya dan membiarkan selama 30-60 menit. Berdasarkan hasil kasih Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) 2002-2003 pemberian ASI eksklusif pada bayi berumur 2 bulan hanya 64%. Keadaan lain memprihatinkan adalah 13% dan bayi berumur 2 bulan telah diberi susu formula dan 15% telah diberi makanan tambahan.
Tujuan Penelitian ini adalah untuk mendapat Gambaran Pengetahuan dan Karakteristik Ibu Menyusui 1-3 hari Yang Tidak Memberikan Colostrum Pada BBL di BPS Wiratni Agung Gedung Ratu Kabupaten Lampung Tengah  Tahun 2010, dengan subjek penelitian Ibu Menyusui dan objek penelitian adalah karakteristik ibu yang tidak memberikan colostrum.
Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan populasi adalah semua ibu menyusui di di BPS Wiratni pada tanggal 30 Mei-12 Juni 2010 yang berjumlah 35 orang ibu dan pengambilan sampel dengan tehnik total sampling sehingga sampel yang diambil sebanyak 35 orang ibu. Untuk mengumpulkan data penulis menggunakan metode angket dan alat ukur berupa kuisioner untuk mengukur distribusi frekuensi karakteristik ibu.
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan didapat hasil bahwa gambaran pengetahuan dan karakteristik ibu yang tidak memberikan colostrum di BPS Wiratni Agung Gedung Ratu Kabupaten Lampung Tengah  Tahun 2010 adalah untuk pengetahuan sebagian besar pada ibu dengan pengetahuan yang kurang yaitu sebesar 60%, sedangkan untuk karakteristik umur sebagian besar 20-35 tahun yaitu sebesar 68,57%, tingkat pendidikan  sebagian besar dengan tingkat pendidikan dasar yaitu sebesar 77,14%, sebagian besar pada ibu yang bekerja sebesar 68,57%, dan berdasarkan paritas sebagian besar dengan paritas multipara yaitu sebesar 65,71%..
Kesimpulan yang diperoleh dari hasil penelitian ini adalah pengetahuan ibu yang tidak memberikan colostrum di BPS Winarti Agung Gedung Ratu Kabupaten Lampung Tengah  Tahun 2010 adalah sebagian besar dengan pengetahuan kurang, dan dengan karakteristik berumur 20-35 tahun, tingkat pendidikan dasar, bekerja dan paritas multipara.

Kata Kunci : Pengetahuan, Karakteristik, Ibu Menyusui, Colostrum

DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
C. Ruang Lingkup Penelitian
D. Tujuan Penelitian
E. Manfaat Penelitian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A.  Telaah Pustaka
1.  Karakteristik
a.  Pengetahaun
b. Umur Ibu
c.  Pendidikan Ibu
d.  Pekerjaan
e.  Paritas
2.  Colostrum
B.  Kerangka Konsep
C.  Definisi Operasional

BAB III METODELOGI PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
B. Waktu dan Lokasi Penelitian
C. Populasi dan Sampel
1. Populasi
2. Sampel
D. Instrumen Penelitian
E. Cara Pengolahan Data
F. Pengolahan Data
G. Tehnik Analisa Data

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A.  Hasil Penelitian
1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian
2. Hasil Penelitian
3. Pembahasan

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
B. Saran

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN


 ANDA TERTARIK DENGAN JUDUL KTI DI ATAS ....... 
SILAHKAN ANDA PESAN KESELURUHAN ISI KTI

Pengetahuan Wanita Usia Subur tentang Metode Kontrasepsi Efektif Terpilih

Dalam hal pemakaian kontrasepsi Provinsi Lampung termasuk dalam kategori yang tinggi (71%) yaitu pada urutan kedua setelah Bengkulu (74%). Hal tercapai berkat Keberhasilan program KB dapat ditunjukkan dari beberapa indikator seperti pencapaian target KB baru, cakupan peserta KB Aktif terhadap PUS dan persentase peserta KB aktif Metoda Kontrasepsi Efektif Terpilih. Keluarga Berencana masih kurang dalam pengunaan Metode Kontrasepsi Efektif Terpilih (MKET). Bila dilihat dari cara pemakaian alat kontasepsi dapat dikatakan bahwa 51,21 % akseptor KB memilih Suntik sebagai alat kontrasepsi, 40,02 % memilih Pil, 4,93 % memilih Implant 2,72 % memilih IUD dan lainnya 1,11 %. Pada umumnya masyarakat memilih metode non MKET. Sehingga metode KB MKET seperti  Intra Uterine Devices (IUD), Implant, dan Medis Operatif Wanita (MOW) kurang diminati.
Tujuan Penelitian ini adalah untuk mengetahui pengetahuan WUS tentang Metode Kontrasepsi MKET di Desa Purwodadi Kecamatan Adiluwih Kabupaten Pringsewu pada tahun 2010, dengan subjek penelitian adalah Wanita Usia Subur di Desa Purwodadi dan objek penelitian pengetahuan tentang MKET.
Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan populasi adalah seluruh Wanita Usia Subur di Desa Purwodadi berjumlah 762 orang dan pengambilan sampel sebesar 10% dari total populasi dengan tehnik simple random sampling sehingga sampel yang diambil sebanyak 76 orang. Untuk mengumpulkan data penulis menggunakan metode angket dan alat ukur berupa kuisioner untuk mengukur pengetahuan WUS. 
Hasil penelitian serta kesimpulan dari penelitian ini menunjukkan bahwa pengetahuan Wanita Usia Subur Tentang MKET di Desa Purwodadi sebagian besar adalah dengan pengetahuan cukup sebanyak 43 orang WUS (56,58%), kurang sebanyak 21 orang (27,63%), baik sebanyak 10 orang (13,16) dan paling sedikit pengetahuan tidak baik sebanyak 2 orang WUS (2,63%).
Kesimpulan dari penelitian ini adalah gambaran pengetahuan Wanita Usia Subur tentang Metode Kontrasepsi Efektif Terpilih di Desa Purwodadi Kecamatan Adiluwih Kabupaten Pringsewu Tahun 2010 adalah dengan pengetahuan cukup.

Kata Kunci : Pengetahuan tentang MKET, Wanita Usia Subur

DAFTAR ISI 
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Identifikasi Masalah
C. Rumusan Masalah
D. Tujuan Penelitian
E. Manfaat Penelitian
F. Ruang Lingkup Penelitian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Telaah Pustaka
1. Pengetahuan
2. Keluarga Berencana
B. Kerangka Konsep
C. Definisi Operasional

BAB III METODELOGI PENELITIAN
A. Jenis dan Rencana Penelitian
B. Lokasi dan Waktu Penelitian
C. Populasi dan Sampel
1. Populasi
2. Sampel
D. Variabel Penelitian
E. Alat Ukur dan Pengukuran Variabel
F. Tehnik Pengolahan Data
G. Analisis Data

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
1.  Gambaran Umum Lokasi Penelitian
2.  Hasil Penelitian
B. Pembahasan

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
B. Saran

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

ANDA TERTARIK DENGAN JUDUL KTI DI ATAS ....... 
SILAHKAN ANDA PESAN KESELURUHAN ISI KTI

Peran dan Fungsi Perawat

Fungsi Perawat dalam melakukan pengkajian pada Individu sehat maupun sakit dimana segala  aktifitas  yang di lakukan  berguna  untuk  pemulihan  Kesehatan berdasarkan pengetahuan yang di  miliki,  aktifitas  ini  di  lakukan  dengan  berbagai cara untuk mengembalikan kemandirian Pasien secepat mungkin dalam bentuk Proses Keperawatan yang terdiri dari tahap Pengkajian, Identifikasi masalah (Diagnosa Keperawatan), Perencanaan, Implementasi dan Evaluasi.

Keperawatan merupakan Profesi, dimana kedepan perlu semakin tertib, seperti yang dikemukakan oleh word medical assosiation, (1991) yakni” enhancing the quality of life and the health status of all peaple” makin tertibnya pekerjaan profesi yang apabila semakin terus dipertahankan, pada giliranya akan berperan besar dalam turut meningkatkan kualitas hidup serta derajat Kesehatan Masyarakat secara keseluruhan.

Keperawatan dalam menjalankan pelayanan sebagai Nursing Services menyangkut bidang yang amat luas sekali, secara sederhana dapat diartikan sebagai suatu upaya untuk membantu orang sakit maupun sehat dari sejak lahir sampai meningal dunia dalam bentuk peningkatan Pengetahuan, kemauan dan kemampuan yang dimiliki,  sedemikian  rupa   sehingga   orang   tersebut   dapat   secara   optimal  malakukan kegiatan  sehari-hari  secara  mandiri  tanpa  memerlukan   bantuan   dan  ataupun tergantung pada orang lain (Sieglar cit Henderson, 2000).

Perhatian  Perawat  Profesional  pada  waktu  menyelenggarakan  pelayanan Keperawatan adalah pada pemenuhan kebutuhan dasar Manusia. Profil Perawat Profesional adalah gambaran dan penampilan menyeluruh. Perawat dalam melakukan aktifitas Keperawatan sesuai dengan Kode Etik Keperawatan.

Aktifitas   Keperawatan   meliputi   peran   dan   fungsih   pemberi    Asuhan Keparawatan,  praktek  Keperawatan,  pengelola  institusi   Keperawatan,   pendidikan klien serta kegiatan penilitian dibidang Keperawatan. (Sieglar, 2000)

Peran Pelaksana
Peran  ini  di  kenal  dengan “ Care Gver”  peran  Perawat  dalam  memberikan Asuhan Keparawatan secara langsung atau tidak langsung kepada Klien sebagai Individu, Keluarga dan Masyarakat, dengan metoda pendekatan pemecahan masalah yang disebut proses keperawatan. Dalam melaksanakan peran ini perawat bertindak sebagai comforter, protector, advocate,  communicator serta rehabilitator. Sebagai comforter perawat berusaha memberi kenyamanan dan rasa aman pada klien. Peran protector dan advocate lebih berfokus pada kemampuan perawat melindungi dan menjamin hak dan kewajiban Klien agar terlaksana dengan seimbang dalam memperoleh pelayanan Kesehatan. Peran sebagai communicator, Perawat bertindak sebagai penghubung antara klien dengan anggota Kesehatan lainya. Peran ini erat kaitanya dengan keberadaan Perawat mendampingi Klien sebagai pemberi Asuhan Keperawatan selama 24 jam, sedangkan rehabilitator, berhubungan erat dengan tujuan pemberian Asuhan Keperawatan yakni mengembalikan fungsi organ atau bagian tubuh agar sembuh dan dapat berfungsi normal.

Peran sebagai pendidik
Sebagai  pendidik  Perawat  berperan   dalam   medidik  individu,  keluarga, Kelompok dan Masyarakat serta tenaga Kesehatan yang berada dibawah tanggungjawabnya. Peran ini berupa penyuluhan kepada Klien, maupun bentuk desimilasi ilmu kepada peserta didik Keperawatan.

Peran sebagai pengelola.
Dalam   hal   ini    Perawat    mempunyai    peran dan     tanggungjawab dalam mengelola pelayanan maupun Pendidikan Keparawatan sesuai dengan Manajemen Keperawatan dalam kerangka paradigma Keperawatan. Sebagai pengelola Perawat dalam memantau dan menjamin kualitas Asuhan atau pelayanan Keperawatan serta mengorganisasi dan mengendalikan sistem pelayanan Keperawatan.karena Pengetahuan  pemahaman Perawat yang kurang sehingga pelaksana Perawat pengelola belum maksimal, mayoritas posisi, lingkup kewenangan dan tanggungjawab Perawat hampir tidak berpengaruh dalam perencanaan dan pengambilan keputusan.

Peran sebagai peneliti
Sebagai peneliti dibidang Keperawatan, Perawat diharapkan mampu mengidentifikasi masalah penelitian, menerapkan prinsip dan metoda penelitian serta memanfaatkan hasil penelitian untuk meningkatkan mutu Asuhan atau pelayanan dan pendidikan Keperawatan. penelitian di dalam bidang Keperawatan berperan dalam mengurangi kesenjangan penguasaan Tehnologi di bidang Kesehatan, karena temuan penelitian lebih memungkinkan terjadinya transformasi ilmu pengetahuan dan Tehnologi, selain itu penting dalam memperkokoh upaya menetapkan dan memajukan profesi Keperawatan. Boland dkk (1994) menyampaikan bahwa Model praktek Keperawatan dipegang untuk program kualitas menejmen, mutu, dimana pasien mendapatkan pelayanan kesehatan lewat kerjasama antar bagian, yang dicapai lewat aktifitas yang berkelanjutan,  sistematis  dan  berdasarkan   standar   pengawasan   dan   pencapaian  indikator dari unit organisasi.

Komponen dari model praktek Keperawatan menurut Boland adalah :
Nursing delivery System, Standar of care, Transcultural principles, Health education, Education support sytems, Leadership, Human resources standards, Fiscal Management  and Professionalism. Prinsip Perawatan secara utuh baik Bio,Psiko, Sosio, Spiritual yang terstandar sesuai tujuan dengan memperhatikan aspek Budaya atau kultur Pasien, dengan memberikan Pendidikan Kesehatan, dukungan dalam sistem Kesehatan, Kepemimpinan, sumber daya yang standar, Management yang baik serta Profesionalisme. Model praktek Keperawatan Profesional (Boland & Maryland  1994).

Persepsi

Persepsi adalah interpretasi yang tinggi terhadap lingkungan Manusia dan mengolah proses informasi tersebut “Human interpret their surroundings on a higher percive their word through information processing” (Wilson D, 2000).

Mekanisme persepsi merupakan suatu peristiwa physical dan proses eksternal yang membangkitkan persepsi yang mempengruhi mata, saraf di bagaian visual cortex, yang memberikan efek ke lingkungan yang dapat mempengaruhi dan di pengaruhi oleh susunan saraf pusat “ The mechanisms  of perception are set of physical and the ekternal reality is generating a perceptual field that is influencing the eye which in turn is infliencing the neurones of the fisual cortex , is the racting part has other espects to its invironment, namely of can influence and be influenced by other parts of the brain and central nervous system” ( Graham R, 1999).

Manusia secara umum menerima informasi dari Lingkungan lewat proses yang sama, oleh karena itu dalam memahami Persepsi harus ada proses di mana ada informasi yang di peroleh lewat memory organisme yang hidup. Fakta ini memudahkan peningkatan Persepsi individu, adanya stimulus yang mempengaruhi individu yang mecetuskan suatu pengalaman dari Organisme, sehingga timbul berpikir yang dalam proses perseptual merupakan proses yang paling tinggi, seperti pada gambar 1: (Hill G, 2000).
Dalam keterkaitan proses persepsi ada 3 komponen yang sangat terkait diantaranya : (Hill G, 2000)
  1. Learning dari pengalaman organism terhadap stimulus
  2. Memory dari organism
  3.  Through dari komponen satu dan dua (learning and memory)

Faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi.
Ada faktor dari luar dan dari dalam yang mempengaruhi persepsi dintaranya sebagai berikut: (Wilson, 2000 )
Faktor Eksternal atau dari luar :
  • Concreteness, yaitu wujud atau gagasan yang abstrak yang sulit di persepsikan dibandingkan dengan yang objektif .
  • Novelty atau hal yang baru, biasanya lebih menarik untuk dipersepsikan dibandingkan dengan hal-hal yang lama.
  • Velocity atau percepatan misalnya gerak yang cepat untuk menstimulasi munculnya persepsi lebih efektif dibandingkan dengan gerakan yang lambat.
  • Conditioned stimuli, stimulus yang di kondisikan seperti bel pintu, deringan telepon dan lain lain.

Faktor Internal
  • Motivation . misalnya merasa lelah menstimulasi untuk berespon terhadap istirahat
  • Interest, hal hal yang menarik lebih di perhatikan daripada yang tidak menarik.
  • Need, kebutuhan akan hal tertentu akan menjadi pusat perhatian.
  • Assumptions, juga mempengaruhi pesrsepsi sesuai dengan pengalaman melihat, merasakan dan lain-lain

Komponen Pendahuluan dalam Karya Tulis Ilmiah

Latar Belakang Penelitian
Sebenarnya, latar belakang penelitian merupakan sebab-sebab (alasan) mengapa suatu masalah atau hal itu menarik untuk diteliti. Alasan tersebut dapat diperinci menjadi alasan objektif dan alasan subjektif. Alasan objektif merupakan alasan yang langsung menyangkut topik penelitian dengan objek yang akan diteliti. Secara objektif, alasan penelitian dilakukan dapat dikategorikan menjadi beberapa hal yaitu :
  1. Arti penting atau peranan topik pembicaraan/ penelitian: Maksudnya, topik pembicaraan/penelitian yang diangkat akan memberikan manfaat dan peranan yang penting dalam hubungannya dengan ilmu pengetahuan dan kehidupan sehingga hal tersebut harus diteliti.
  2. Perlunya pengembangan/peningkatan di bidang topik penelitian: Ini merupakan lanjutan dari penelitian/ hasil/teknologi yang telah ada terdahulu. Dengan pengembangan penelitian yang dilakukan akan menghasilkan kemanfaatan yang lebih besar bagi ilmu pengetahuan, ditemukannya metode/teknologi baru yang lebih efektif, dan lain-lain yang merupakan hasil tindak lanjut dari yang sudah ada sebelumnya.
  3. Perlunya saran/masukan sebagai bahan pembinaan/ peningkatan/ pengembangan di bidang topik penelitian: Ini merupakan penelitian yang akan dilakukan untuk menguji ulang atau mendapatkan hasil yang baru sesuai dengan topik penelitian yang sama. Sehingga hasil yang diperoleh nantinya akan berguna sebagai bahan pertimbangan untuk peningkatan/pengembangan hasil penelitian tersebut.
  4. Perlunya penelitian dilakukan untuk alasan kemanfaatan praktis (terapan, keterampilan, pengetahuan, dll) atau alasan kemanfaatan keilmuan (pengembangan teori, dll).
Latar belakang secara objektif kebanyakan merupakan alasan yang diperoleh karena masalah yang akan menjadi topik penelitian sudah ada sebelumnya, atau sudah diangkat sebelumnya. Sehingga dalam latar belakang penelitian, perlu diberikan tinjauan pustaka, data-data kuantitatif maupun kualtatif serta acuan berbagai masalah yang berkaitan dengan objek atau topik penelitian anda. Secara garis besar, dalam latar belakang diberikan informasi baik dari acuan pustaka maupun hasil observasi awal yang telah dilakukan terhadap topik penelitian itu. 

Sedangkan secara subjektif, sebab mengapa penelitian dilaksanakan adalah karena keterkaitan antara peneliti dengan objek penelitian. Alasan subjektif menyangkut diri subjek/peneliti sendiri, misalnya karena adanya hubungan atau pengalaman tertentu antara subjek terhadap objek penelitian. 

Perumusan Masalah
Perumusan masalah merupakan tindak lanjut dari penemuan suatu masalah. Permasalahan yang ingin dicari jawabannya harus sungguh-sungguh tegas dan jelas. Perumusan masalah merupakan usaha untuk menyatakan secara tertulis pertanyaan-pertanyaan yang ingin dicari jawabannya melalui penelitian. Dalam merumuskan masalah juga seharusnya tidak asal-asalan. Ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam merumuskan suatu permasalahan:
  1. Dalam merumuskan masalah hendaknya diketahui kedudukan penelitian yang akan dilakukan dengan penelitian lain. Apakah permasalahan yang diangkat benar-benar baru dan belum pernah ada sebelumnya, atau permasalahan yang diangkat merupakan tindak lanjut, pengembangan, atau pengulangan penelitian yang telah ada sebelumnya. Perlu diketahui juga masalah mana yang sudah dijawab dalam topik penelitian sebelumnya, mana yang belum dijawab.
  2. Dari masalah atau pertanyaan yang belum terjawab itu dipilih pertanyaan yang dapat menjadi topik penelitian.
  3. Masalah yang dirumuskan harus spesifik, jelas, singkat, dan padat yang dirumuskan dalam kalimat tanya. Mengapa kalimat tanya? agar dalam melakukan penelitian, semua terarah untuk menjawab pertanyaan dalam perumusan masalah dan penelitian tersebut fokusnya untuk pemecahan masalah.
Semua perumusan masalah (atau ada juga yang menyebut dengan pertanyaan penelitian) harus dapat mencerminkan tujuan penelitian tersebut dilaksanakan. Perumusan masalah tidak boleh terlalu luas dan menyebar. Jika mungkin, dibuat sub-masalah yang lebih spesifik agar penelitian yang dilakukan menjadi terarah.

Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian merupakan satuan yang selaras dari perumusan masalah dan manfaat penelitian. Secara umum, tujuan penelitian adalah pernyataan jawaban atas pertanyaan mengapa anda ingin melakukan penelitian tersebut. Biasanya dalam penulisan tujuan adalah sesuai dengan perumusan masalah.

Tujuan penelitian dapat dibedakan menjadi tujuan umum (general purposes) dan tujuan khusus (spesific purposes). Adanya tujuan ini dimaksudkan pula agar apa yang ingin dicapai dengan adanya penelitian ini dapat diketahui dan dapat diukur tingkat keberhasilannya. Penulisan tujuan dirumuskan dalam bentuk kalimat yang afirmatif. Bila sekiranya akan timbul perbedaan penafsiran, perlu diberikan definisi istilah dan variabel-variabel penelitian yang bersangkutan.

Manfaat Penelitian
Pada intinya, manfaat penelitian menguraikan seberapa jauh kebergunaan dan kontribusi hasill penelitian anda. Manfaat penelitian/penulisan dapat diuraikan secara terpisah. Maksudnya, manfaat penelitian tersebut dapat diperinci lagi kepada pihak-pihak yang berkepentingan terhadap penelitian anda. Manfaat penelitian dapat dibedakan menjadi kepentingan praktis, kepentingan bidang keilmuan, atau kepentingan bidang profesi peneliti, instansi/organisasi, atau kelompok tertentu.

Ciri-ciri Karya Tulis Ilmiah yang baik

Ciri-ciri karya tulis ilmiah yang baik adalah:
  1. Bersifat kritis dan analitis
  2. Memuat konsep dan teori
  3. Menggunakan istilah dengan tepat dan definisi yang uniform.
  4. Rasional
  5. Obyektif

Penelitian yang baik disamping memiliki cirri-ciri di atas, juga memiliki cirri-ciri:
  1. Tujuan dan masalah penelitian harus digambarkan secara jelas sehingga tidak menimbulkan keraguan kepada pembaca.
  2. Teknik dan prosedur dalam penelitian itu harus dijalaskan secara rinci.
  3. Obyektifitas penelitian harus tetap dijaga dengan menunjukkan bukti-bukti mengenai sample yang diambil.
  4. Kekurangan-kekurangan selama pelaksanaan penelitian harus diinformasikan secara jujur dan menjelaskan dampak dari kekurangan tersebut.
  5. Validitas dan kehandalan data harus diperiksa dengan cermat.
  6. Kesimpulan yang diambil harus didasarkan pada hal-hal yang terkait dengan data penelitian.

Jenis-jenis Penelitian Ilmiah

Penelitian dapat digolongkan / dibagi ke dalam beberapa jenis berdasarkan kriteria-kriteria tertentu, antara lain berdasarkan: (1) Tujuan; (2) Pendekatan; (3) Tempat; (4) Pemakaian atau hasil / alasan yang diperoleh; (5) Bidang ilmu yang diteliti; (6) Taraf Penelitian; (7) Teknik yang digunakan; (8) Keilmiahan; (9) Spesialisasi bidang (ilmu) garapan. Berikut ini masing-masing pembagiannya.

Berdasarkan hasil/alasan yang diperoleh:
  • Basic Research (Penelitian Dasar), Mempunyai alasan intelektual, dalam rangka pengembangan ilmu pengetahuan; 
  • Applied Reseach (Penelitian Terapan), Mempunyai alasan praktis, keinginan untuk mengetahui; bertujuan agar dapat melakukan sesuatu yang lebih baik, efektif, efisien.

 Berdasarkan Bidang yang diteliti:
  • Penelitian Sosial, secara khusus meneliti bidang sosial: ekonomi, pendidikan, hukum, dsb.
  • Penelitian Eksakta, secara khusus meneliti bidang eksakta: Kimia, Fisika, Teknik, dsb.
Berdasarkan Tempat Penelitian :
  • Field Research (Penelitian Lapangan), langsung di lapangan;
  • Library Research (Penelitian Kepustakaan), dilaksanakan dengan menggunakan literatur (kepustakaan) dari penelitian sebelumnya;
  • Laboratory Research (Penelitian Laboratorium), dilaksanakan pada tempat tertentu / lab, biasanya bersifat eksperimen atau percobaan;
Berdasarkan Teknik yang digunakan :
  • Survey Research (Penelitian Survei), tidak melakukan perubahan (tidak ada perlakuan khusus) terhadap variabel yang diteliti.
  • Experimen Research (Penelitian Percobaan), dilakukan perubahan (ada perlakuan khusus) terhadap variabel yang diteliti.
Berdasarkan Keilmiahan :
Penelitian Ilmiah
Menggunakan kaidah-kaidah ilmiah (Mengemukakan pokok-pokok pikiran, menyimpulkan dengan melalui prosedur yang sistematis dengan menggunakan pembuktian ilmiah/meyakinkan. Ada dua kriteria dalam menentukan kadar/tinggi-rendahnya mutu ilmiah suatu penelitian yaitu:
  • Kemampuan memberikan pengertian yang jelas tentang masalah yang diteliti:
  • Kemampuan untuk meramalkan: sampai dimana kesimpulan yang sama dapat dicapai apabila data yang sama ditemukan di tempat/waktu lain;
Ciri-ciri penelitian ilmiah adalah:
  • Purposiveness, fokus tujuan yang jelas;
  • Rigor, teliti, memiliki dasar teori dan disain metodologi yang baik;
  • Testibility, prosedur pengujian hipotesis jelas
  • Replicability, Pengujian dapat diulang untuk kasus yang sama atau yang sejenis;
  • Objectivity, Berdasarkan fakta dari data aktual : tidak subjektif dan emosional;
  • Generalizability, Semakin luas ruang lingkup penggunaan hasilnya semakin berguna;
  • Precision, Mendekati realitas dan confidence peluang kejadian dari estimasi dapat dilihat;
  • Parsimony, Kesederhanaan dalam pemaparan masalah dan metode penelitiannya.
2. Penelitian non ilmiah (Tidak menggunakan metode atau kaidah-kaidah ilmiah)
  • Berdasarkan Spesialisasi Bidang (ilmu) garapannya : Bisnis (Akunting, Keuangan, Manajemen, Pemasaran), Komunikasi (Massa, Bisnis, Kehumasan/PR, Periklanan), Hukum (Perdata, Pidana, Tatanegara, Internasional), Pertanian (agribisnis, Agronomi, Budi Daya Tanaman, Hama Tanaman), Teknik, Ekonomi (Mikro, Makro, Pembangunan), dll.
  • Berdasarkan dari hadirnya variabel (ubahan) : variabel adalah hal yang menjadi objek penelitian, yang ditatap, yang menunjukkan variasi baik kuantitatif maupun kualitatif. Variabel : masa lalu, sekarang, akan datang. Penelitian yang dilakukan dengan menjelaskan / menggambarkan variabel masa lalu dan sekarang (sedang terjadi) adalah penelitian deskriptif ( to describe = membeberkan/menggambarkan). Penelitian dilakukan terhadap variabel masa yang akan datang adalah penelitian eksperimen.
PENELITIAN SECARA UMUM :
Penelitian Survei:
  • Untuk memperoleh fakta dari gejala yang ada;
  • Mencari keterangan secara faktual dari suatu kelompok, daerah dsb.
  • Melakukan evaluasi serta perbandingan terhadap hal yang telah dilakukan orang lain dalam menangani hal yang serupa;
  • Dilakukan terhadap sejumlah individu / unit baik secara sensus maupun secara sampel;
  • Hasilnya untuk pembuatan rencana dan pengambilan keputusan;
Penelitian ini dapat berupa :
Penelitian Exploratif (Penjajagan). Terbuka, mencari-cari, pengetahuan peneliti tentang masalah yang diteliti masih terbatas. Pertanyaan dalam studi penjajagan ini misalnya : Apakah yang paling mencemaskan anda dalam hal infrastruktur di daerah Kalbar dalam lima tahun terakhir ini? Menurut anda, bagaimana cara perawatan infrastruktur jalan dan jembatan yang baik.

Penelitian Deskriptif. 
Mempelajari masalah dalam masyarakat, tata cara yang berlaku dalam masyarakat serta situasi-situasi, sikap, pandangan, proses yang sedang berlangsung, pengaruh dari suatu fenomena; pengukuran yang cermat tentang fenomena dalam masyarakat. Peneliti mengembangkan konsep, menghimpun fakta, tapi tidak menguji hipotesis.

Penelitian Evaluasi. 
Mencari jawaban tentang pencapaian tujuan yang digariskan sebelumnya. Evaluasi di sini mencakup formatif (melihat dan meneliti pelaksanaan program), Sumatif (dilaksanakan pada akhir program untuk mengukur pencapaian tujuan).

Penelitian Eksplanasi (Penjelasan). 
Menggunakan data yang sama, menjelaskan hubungan kausal antara variabel melalui pengujian hipotesis.

Penelitian Prediksi. 
Meramalkan fenomena atau keadaan tertentu;

Penelitian Pengembangan Sosial. 
Dikembangkan berdasarkan survei yang dilakukan secara berkala: Misal: Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin di Kalbar, 1998-2003;

Grounded Research
Mendasarkan diri pada fakta dan menggunakan analisis perbandingan; bertujuan mengadakan  generalisasi empiris, menetapkan konsep, membuktikan teori, mengembangkan teori; pengumpulan dan analisis data dalam waktu yang bersamaan. Dalam riset ini data merupakan sumber teori, teori berdasarkan data. Ciri-cirinya : Data merupakan sumber teori dan sumber hipotesis, Teori menerangkan data setelah data diurai.

Tehnik Teknik Sampling

Sampel adalah sebagian dari populasi. Artinya tidak akan ada sampel jika tidak ada populasi. Populasi adalah keseluruhan elemen atau unsur yang akan kita teliti. Penelitian yang dilakukan atas seluruh elemen dinamakan sensus. Idealnya, agar hasil penelitiannya lebih bisa dipercaya, seorang peneliti harus melakukan sensus. Namun karena sesuatu hal peneliti bisa tidak meneliti keseluruhan elemen tadi, maka yang bisa dilakukannya adalah meneliti sebagian dari keseluruhan elemen atau unsur tadi. 
       
Berbagai alasan yang masuk akal mengapa peneliti tidak melakukan sensus antara lain adalah,(a) populasi demikian banyaknya sehingga dalam prakteknya tidak mungkin seluruh elemen diteliti; (b) keterbatasan waktu penelitian, biaya, dan sumber daya manusia, membuat peneliti harus telah puas jika meneliti sebagian dari elemen penelitian; (c) bahkan kadang, penelitian yang dilakukan terhadap sampel bisa lebih reliabel daripada terhadap populasi – misalnya, karena elemen sedemikian banyaknya maka akan memunculkan kelelahan fisik dan mental para pencacahnya sehingga banyak terjadi kekeliruan. (Uma Sekaran, 1992); (d) demikian pula jika elemen populasi homogen, penelitian terhadap seluruh elemen dalam populasi menjadi tidak masuk akal, misalnya untuk meneliti kualitas jeruk dari satu pohon jeruk    

Agar hasil penelitian yang dilakukan terhadap sampel masih tetap bisa dipercaya dalam artian masih bisa mewakili karakteristik populasi,  maka cara penarikan sampelnya harus dilakukan secara seksama. Cara pemilihan sampel dikenal dengan nama teknik sampling atau teknik pengambilan sampel .         

Populasi atau universe adalah sekelompok orang, kejadian, atau benda, yang dijadikan obyek penelitian. Jika yang ingin diteliti adalah sikap konsumen terhadap satu produk tertentu, maka populasinya adalah seluruh konsumen produk tersebut. Jika yang diteliti adalah laporan keuangan perusahaan “X”, maka populasinya adalah keseluruhan laporan keuangan perusahaan “X” tersebut, Jika yang diteliti adalah motivasi pegawai di departemen “A” maka populasinya adalah seluruh pegawai di departemen “A”. Jika yang diteliti adalah efektivitas gugus kendali mutu (GKM) organisasi “Y”, maka populasinya adalah seluruh GKM organisasi “Y”

Elemen/unsur adalah setiap satuan populasi. Kalau dalam populasi terdapat 30 laporan keuangan, maka setiap laporan keuangan tersebut adalah unsur atau elemen penelitian. Artinya dalam populasi tersebut terdapat 30 elemen penelitian. Jika populasinya adalah pabrik sepatu, dan jumlah pabrik sepatu 500, maka dalam populasi tersebut terdapat 500 elemen penelitian.

Syarat sampel yang baik
       Secara umum, sampel yang baik adalah yang dapat mewakili sebanyak mungkin karakteristik populasi. Dalam bahasa pengukuran, artinya sampel harus valid, yaitu bisa mengukur sesuatu yang seharusnya diukur. Kalau yang ingin diukur adalah masyarakat Sunda sedangkan yang dijadikan sampel adalah hanya orang Banten saja, maka sampel tersebut tidak valid, karena tidak mengukur sesuatu yang seharusnya diukur (orang Sunda). Sampel yang valid ditentukan oleh dua pertimbangan.
Pertama : Akurasi atau ketepatan , yaitu tingkat ketidakadaan “bias” (kekeliruan) dalam sample. Dengan kata lain makin sedikit tingkat kekeliruan yang ada dalam sampel, makin akurat sampel tersebut. Tolok ukur adanya “bias” atau kekeliruan  adalah populasi. 

Cooper dan Emory (1995) menyebutkan bahwa “there is no systematic variance” yang maksudnya adalah tidak ada keragaman pengukuran yang disebabkan karena pengaruh yang diketahui atau tidak diketahui, yang menyebabkan skor cenderung mengarah pada satu titik tertentu. Sebagai contoh, jika ingin mengetahui rata-rata luas tanah suatu perumahan, lalu yang dijadikan sampel adalah rumah yang terletak di setiap sudut jalan, maka hasil atau skor yang diperoleh akan bias. Kekeliruan semacam ini bisa terjadi pada sampel yang diambil secara sistematis

      Contoh systematic variance yang banyak ditulis dalam buku-buku metode penelitian adalah jajak-pendapat (polling) yang dilakukan oleh Literary Digest (sebuah majalah yang terbit di Amerika tahun 1920-an) pada tahun 1936. (Copper & Emory, 1995, Nan lin, 1976). Mulai tahun 1920, 1924, 1928, dan tahun 1932 majalah ini berhasil memprediksi siapa yang akan jadi presiden dari calon-calon presiden yang ada. Sampel diambil berdasarkan petunjuk dalam buku telepon dan dari daftar pemilik mobil. Namun pada tahun 1936 prediksinya salah. Berdasarkan jajak pendapat, di antara dua calon presiden (Alfred M. Landon dan Franklin D. Roosevelt), yang akan menang adalah Landon, namun meleset karena ternyata Roosevelt yang terpilih menjadi presiden Amerika.
       
Belum pernah ada sampel yang bisa mewakili karakteristik populasi sepenuhnya. Oleh karena itu dalam setiap penarikan sampel senantiasa melekat keasalahan-kesalahan, yang dikenal dengan nama “sampling error” Presisi diukur oleh simpangan baku (standard error). Makin kecil perbedaan di antara simpangan baku yang diperoleh dari sampel (S) dengan simpangan baku dari populasi (, makin tinggi pula tingkat presisinya. Walau tidak selamanya, tingkat presisi mungkin  bisa meningkat dengan cara menambahkan jumlah sampel, karena kesalahan mungkin bisa berkurang kalau jumlah sampelnya ditambah ( Kerlinger, 1973 ). Dengan contoh di atas tadi, mungkin saja perbedaan rata-rata di antara populasi dengan sampel bisa lebih sedikit, jika sampel yang ditariknya ditambah. Katakanlah dari 50 menjadi 75.

Ukuran sampel 
         Ukuran sampel atau jumlah sampel yang diambil menjadi persoalan yang penting manakala jenis penelitian yang akan dilakukan adalah penelitian yang menggunakan analisis kuantitatif. Pada penelitian yang menggunakan analisis kualitatif, ukuran sampel bukan menjadi nomor satu, karena yang dipentingkan alah kekayaan informasi. Walau jumlahnya sedikit tetapi jika kaya akan informasi, maka sampelnya lebih bermanfaat.
         Dikaitkan dengan besarnya sampel, selain tingkat kesalahan, ada lagi beberapa faktor lain yang perlu memperoleh pertimbangan yaitu, (1) derajat keseragaman, (2) rencana analisis, (3) biaya, waktu, dan tenaga yang tersedia . (Singarimbun dan Effendy, 1989). Makin tidak seragam sifat atau karakter setiap elemen populasi, makin banyak sampel yang harus diambil.  Jika rencana analisisnya mendetail atau rinci maka jumlah sampelnya pun harus banyak. Misalnya di samping ingin mengetahui sikap konsumen terhadap kebijakan perusahaan, peneliti juga bermaksud mengetahui hubungan antara sikap dengan tingkat pendidikan. Agar tujuan ini dapat tercapai maka sampelnya harus terdiri atas berbagai jenjang pendidikan SD, SLTP. SMU, dan seterusnya.. Makin sedikit waktu, biaya , dan tenaga yang dimiliki peneliti, makin sedikit pula sampel yang bisa diperoleh. Perlu dipahami bahwa apapun alasannya, penelitian haruslah dapat dikelola dengan baik (manageable).
          Misalnya, jumlah bank yang dijadikan populasi penelitian ada 400 buah. Pertanyaannya adalah, berapa bank yang harus diambil menjadi sampel agar hasilnya mewakili populasi?. 30?, 50? 100? 250?. Jawabnya tidak mudah. Ada yang mengatakan, jika ukuran populasinya di atas 1000, sampel sekitar 10 % sudah cukup, tetapi jika ukuran populasinya sekitar 100, sampelnya paling sedikit 30%, dan kalau ukuran populasinya 30, maka sampelnya harus 100%. 
          Ada pula yang menuliskan, untuk penelitian deskriptif, sampelnya 10% dari populasi, penelitian korelasional, paling sedikit 30 elemen populasi, penelitian perbandingan kausal, 30 elemen per kelompok, dan untuk penelitian eksperimen 15 elemen per kelompok (Gay dan Diehl, 1992).
          Roscoe (1975) dalam Uma Sekaran (1992)  memberikan pedoman penentuan jumlah sampel sebagai berikut :
1. Sebaiknya ukuran sampel di antara 30 s/d 500 elemen
2. Jika sampel dipecah lagi ke dalam subsampel (laki/perempuan, SD?SLTP/SMU, dsb), jumlah minimum subsampel harus 30
3. Pada penelitian multivariate (termasuk analisis regresi multivariate) ukuran sampel harus beberapa kali lebih besar (10 kali) dari jumlah variable yang akan dianalisis.
4. Untuk penelitian eksperimen yang sederhana, dengan pengendalian yang ketat, ukuran sampel bisa antara 10 s/d 20 elemen.

Teknik-teknik pengambilan sampel
       Secara umum, ada dua jenis teknik pengambilan sampel yaitu, sampel acak atau random sampling / probability sampling, dan sampel tidak acak atau nonrandom samping/nonprobability sampling. Yang dimaksud dengan random sampling adalah cara pengambilan sampel yang memberikan kesempatan yang sama untuk diambil kepada setiap elemen populasi. Artinya jika elemen populasinya ada 100 dan yang akan dijadikan sampel adalah 25, maka setiap elemen tersebut mempunyai kemungkinan 25/100 untuk bisa dipilih menjadi sampel. Sedangkan yang dimaksud dengan nonrandom sampling atau nonprobability sampling, setiap elemen populasi tidak mempunyai kemungkinan yang sama untuk dijadikan sampel. Lima elemen populasi dipilih sebagai sampel karena letaknya dekat dengan rumah peneliti, sedangkan yang lainnya, karena jauh, tidak dipilih; artinya kemungkinannya 0 (nol).
         Dua jenis teknik pengambilan sampel di atas mempunyai tujuan yang berbeda. Jika peneliti ingin hasil penelitiannya bisa dijadikan ukuran untuk mengestimasikan populasi, atau istilahnya adalah melakukan generalisasi maka seharusnya sampel representatif dan diambil secara acak. Namun jika peneliti tidak mempunyai kemauan melakukan generalisasi hasil penelitian maka sampel bisa diambil secara tidak acak. Sampel tidak acak biasanya juga diambil jika peneliti tidak mempunyai data pasti tentang ukuran populasi dan informasi lengkap tentang setiap elemen populasi. Contohnya, jika yang diteliti populasinya adalah konsumen teh botol, kemungkinan besar peneliti tidak mengetahui dengan pasti berapa jumlah konsumennya, dan juga karakteristik konsumen. Karena dia tidak mengetahui ukuran pupulasi yang tepat, bisakah dia mengatakan bahwa 200 konsumen sebagai sampel dikatakan “representatif”?. Kemudian, bisakah peneliti  memilih sampel secara acak, jika tidak ada informasi yang cukup lengkap tentang diri konsumen?. Dalam situasi yang demikian, pengambilan sampel dengan cara acak tidak dimungkinkan, maka tidak ada pilihan lain kecuali sampel diambil dengan cara tidak acak atau nonprobability sampling, namun dengan konsekuensi hasil penelitiannya tersebut tidak bisa digeneralisasikan. Jika ternyata dari 200 konsumen teh botol tadi merasa kurang puas, maka peneliti tidak bisa mengatakan bahwa sebagian besar konsumen teh botol merasa kurang puas terhadap the botol.
         Di setiap jenis teknik pemilihan tersebut, terdapat beberapa teknik yang lebih spesifik lagi. Pada sampel acak (random sampling) dikenal dengan istilah simple random sampling, stratified random sampling, cluster sampling, systematic sampling, dan area sampling. Pada nonprobability sampling dikenal beberapa teknik, antara lain adalah convenience sampling, purposive sampling, quota sampling, snowball sampling

Probability/Random Sampling.
       Syarat pertama yang harus dilakukan untuk mengambil sampel secara acak adalah memperoleh atau membuat kerangka sampel atau dikenal dengan nama “sampling frame”. Yang dimaksud dengan  kerangka sampling adalah daftar yang berisikan setiap elemen populasi yang bisa diambil sebagai sampel. Elemen populasi bisa berupa data tentang orang/binatang, tentang kejadian, tentang tempat, atau juga tentang benda. Jika populasi penelitian adalah mahasiswa perguruan tinggi “A”, maka peneliti harus bisa memiliki daftar semua mahasiswa yang terdaftar di perguruan tinggi “A “ tersebut selengkap mungkin. Nama, NRP, jenis kelamin, alamat, usia, dan informasi lain yang berguna bagi penelitiannya.. Dari daftar ini, peneliti akan bisa secara pasti mengetahui jumlah populasinya (N). Jika populasinya adalah rumah tangga dalam sebuah kota, maka peneliti harus mempunyai daftar seluruh rumah tangga kota tersebut.  Jika populasinya adalah wilayah Jawa Barat, maka penelti harus mepunyai peta wilayah Jawa Barat secara lengkap. Kabupaten, Kecamatan, Desa, Kampung. Lalu setiap tempat tersebut diberi kode (angka atau simbol) yang berbeda satu sama lainnya.
        Di samping sampling frame, peneliti juga harus mempunyai alat yang bisa dijadikan penentu sampel. Dari sekian elemen populasi, elemen mana saja yang bisa dipilih menjadi sampel?. Alat yang umumnya digunakan adalah Tabel Angka Random, kalkulator, atau  undian. Pemilihan sampel secara acak bisa dilakukan melalui sistem undian jika elemen populasinya tidak begitu banyak. Tetapi jika sudah ratusan, cara undian bisa mengganggu konsep “acak” atau “random” itu sendiri.

1. Simple Random Sampling atau Sampel Acak Sederhana
Cara atau teknik ini dapat dilakukan jika analisis penelitiannya cenderung deskriptif dan bersifat umum. Perbedaan karakter yang mungkin ada pada setiap unsur atau elemen  populasi tidak merupakan hal yang penting bagi rencana analisisnya. Misalnya, dalam populasi ada wanita dan pria, atau ada yang kaya dan yang miskin, ada manajer dan bukan manajer, dan perbedaan-perbedaan lainnya.  Selama perbedaan gender, status kemakmuran, dan kedudukan dalam organisasi, serta perbedaan-perbedaan lain tersebut bukan merupakan sesuatu hal yang penting dan mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap hasil penelitian, maka peneliti dapat mengambil sampel secara acak sederhana. Dengan demikian setiap unsur populasi harus mempunyai kesempatan sama untuk bisa dipilih menjadi sampel. Prosedurnya :
1. Susun “sampling frame”
2. Tetapkan jumlah sampel yang akan diambil
3. Tentukan alat pemilihan sampel
4. Pilih sampel sampai dengan jumlah terpenuhi

2. Stratified Random Sampling atau Sampel Acak Distratifikasikan
Karena unsur populasi berkarakteristik heterogen, dan heterogenitas tersebut mempunyai arti yang signifikan pada pencapaian tujuan penelitian, maka peneliti dapat mengambil sampel dengan cara ini. Misalnya, seorang peneliti ingin mengetahui sikap manajer terhadap satu kebijakan perusahaan. Dia menduga bahwa manajer tingkat atas cenderung positif sikapnya terhadap kebijakan perusahaan tadi. Agar dapat menguji dugaannya tersebut maka sampelnya harus terdiri atas paling tidak para manajer tingkat atas, menengah, dan bawah. Dengan teknik pemilihan sampel secara random distratifikasikan, maka dia akan memperoleh manajer di ketiga tingkatan tersebut, yaitu stratum manajer atas, manajer menengah dan manajer bawah. Dari setiap stratum tersebut dipilih sampel secara acak. Prosedurnya :
1. Siapkan “sampling frame”
2. Bagi sampling frame tersebut berdasarkan strata yang dikehendaki
3. Tentukan jumlah sampel dalam setiap stratum
4. Pilih sampel dari setiap stratum secara acak.
Pada saat menentukan jumlah sampel dalam setiap stratum, peneliti dapat menentukan secara (a) proposional, (b) tidak proposional. Yang dimaksud dengan proposional adalah jumlah sampel dalam setiap stratum sebanding dengan jumlah unsur populasi dalam stratum tersebut. Misalnya, untuk stratum manajer tingkat atas (I) terdapat 15 manajer, tingkat menengah ada 45 manajer (II), dan manajer tingkat bawah (III) ada 100 manajer. Artinya jumlah seluruh manajer adalah 160. Kalau jumlah sampel yang akan diambil seluruhnya 100 manajer, maka  untuk stratum I diambil (15:160)x100 = 9 manajer, stratum II = 28 manajer, dan stratum 3 = 63 manajer.
Jumlah dalam setiap stratum tidak proposional. Hal ini terjadi jika jumlah unsur atau elemen di salah satu atau beberapa stratum sangat sedikit. Misalnya saja, kalau dalam stratum manajer kelas atas (I) hanya ada 4 manajer, maka peneliti bisa mengambil semua manajer dalam stratum tersebut , dan untuk manajer tingkat menengah (II) ditambah 5, sedangkan manajer tingat bawah (III), tetap 63 orang.
           
3. Cluster Sampling atau Sampel Gugus
Teknik ini biasa juga diterjemahkan dengan cara pengambilan sampel berdasarkan gugus. Berbeda dengan teknik pengambilan sampel acak yang distratifikasikan, di mana setiap unsur dalam satu stratum memiliki karakteristik yang homogen (stratum A : laki-laki semua, stratum B : perempuan semua), maka dalam sampel gugus, setiap gugus boleh mengandung unsur yang karakteristiknya berbeda-beda atau heterogen. Misalnya, dalam satu organisasi terdapat 100 departemen. Dalam setiap departemen terdapat banyak pegawai dengan karakteristik berbeda pula. Beda jenis kelaminnya, beda tingkat pendidikannya, beda tingkat pendapatnya, beda tingat manajerialnnya, dan perbedaan-perbedaan lainnya. Jika peneliti bermaksud mengetahui tingkat penerimaan para pegawai terhadap suatu strategi yang segera diterapkan perusahaan, maka peneliti dapat menggunakan cluster sampling untuk mencegah terpilihnya sampel hanya dari satu atau dua departemen saja. Prosedur :
1. Susun sampling frame berdasarkan gugus – Dalam kasus di atas, elemennya ada 100 departemen.
2. Tentukan berapa gugus yang akan diambil sebagai sampel
3. Pilih gugus sebagai sampel dengan cara acak
4. Teliti setiap pegawai yang ada dalam gugus sample

4. Systematic Sampling atau Sampel Sistematis
Jika peneliti dihadapkan pada ukuran populasi yang banyak dan tidak memiliki alat pengambil data secara random, cara pengambilan sampel sistematis dapat digunakan. Cara ini menuntut kepada peneliti untuk memilih unsur populasi secara sistematis, yaitu unsur populasi yang bisa dijadikan sampel adalah yang “keberapa”.  Misalnya, setiap unsur populasi yang keenam, yang bisa dijadikan sampel. Soal “keberapa”-nya satu unsur populasi bisa dijadikan sampel tergantung pada  ukuran populasi dan ukuran sampel. Misalnya, dalam satu populasi terdapat 5000 rumah. Sampel yang akan diambil adalah 250 rumah dengan demikian interval di antara sampel kesatu, kedua, dan seterusnya adalah 25. Prosedurnya :
5. Susun sampling frame
6. Tetapkan jumlah sampel yang ingin diambil
7. Tentukan K (kelas interval)
8. Tentukan angka atau nomor awal di antara kelas interval tersebut secara acak atau random – biasanya melalui cara undian saja.
9. Mulailah mengambil sampel dimulai dari angka atau nomor awal yang terpilih.
10. Pilihlah sebagai sampel angka atau nomor interval berikutnya

4.Area Sampling atau Sampel Wilayah
Teknik ini dipakai ketika peneliti dihadapkan pada situasi bahwa populasi penelitiannya tersebar di berbagai wilayah. Misalnya, seorang marketing manajer sebuah stasiun TV ingin mengetahui tingkat penerimaan masyarakat Jawa Barat atas sebuah mata tayangan, teknik pengambilan sampel dengan area sampling sangat tepat. Prosedurnya :
1. Susun sampling frame yang menggambarkan peta wilayah (Jawa Barat) – Kabupaten, Kotamadya, Kecamatan, Desa.
2. Tentukan wilayah yang akan dijadikan sampel (Kabupaten ?, Kotamadya?, Kecamatan?, Desa?)
3. Tentukan berapa wilayah yang akan dijadikan sampel penelitiannya.
4. Pilih beberapa wilayah untuk dijadikan sampel dengan cara acak atau random.
5. Kalau ternyata masih terlampau banyak responden yang harus diambil datanya, bagi lagi wilayah yang terpilih ke dalam sub wilayah.

Nonprobability/Nonrandom Sampling atau Sampel Tidak Acak
        Seperti telah diuraikan sebelumnya, jenis sampel ini tidak dipilih secara acak. Tidak semua unsur atau elemen populasi mempunyai kesempatan sama untuk bisa dipilih menjadi sampel. Unsur populasi yang terpilih menjadi sampel bisa disebabkan karena kebetulan atau karena faktor lain yang sebelumnya sudah direncanakan oleh peneliti. 

1. Convenience Sampling atau sampel yang dipilih dengan pertimbangan kemudahan.
Dalam memilih sampel, peneliti tidak mempunyai pertimbangan lain kecuali berdasarkan kemudahan saja. Seseorang diambil sebagai sampel karena kebetulan orang tadi ada di situ atau kebetulan dia mengenal orang tersebut. Oleh karena itu ada beberapa penulis menggunakan istilah accidental sampling – tidak disengaja – atau juga captive sample  (man-on-the-street) Jenis sampel ini sangat baik jika dimanfaatkan untuk penelitian penjajagan, yang kemudian diikuti oleh penelitian lanjutan yang sampelnya diambil secara acak (random). Beberapa kasus penelitian yang menggunakan jenis sampel ini,  hasilnya ternyata kurang obyektif. 

2. Purposive Sampling 
Sesuai dengan namanya, sampel diambil dengan maksud atau tujuan tertentu. Seseorang atau sesuatu diambil sebagai sampel karena peneliti menganggap bahwa seseorang atau sesuatu tersebut memiliki informasi yang diperlukan bagi penelitiannya. Dua jenis sampel ini dikenal dengan nama judgement dan quota sampling.

1. Judgment Sampling
Sampel dipilih berdasarkan penilaian peneliti bahwa dia adalah pihak yang paling baik untuk dijadikan sampel penelitiannya.. Misalnya untuk memperoleh data tentang bagaimana satu proses produksi direncanakan oleh suatu perusahaan, maka manajer produksi merupakan orang yang terbaik untuk bisa memberikan informasi. Jadi, judment sampling umumnya memilih sesuatu atau seseorang menjadi sampel karena mereka mempunyai “information rich”.
Dalam program pengembangan produk (product development), biasanya yang dijadikan sampel adalah karyawannya sendiri, dengan pertimbangan bahwa kalau karyawan sendiri tidak puas terhadap produk baru yang akan dipasarkan, maka jangan terlalu berharap pasar akan menerima produk itu dengan baik. (Cooper dan Emory, 1992).

2. Quota Sampling
Teknik sampel ini adalah bentuk dari sampel distratifikasikan secara proposional, namun tidak dipilih secara acak melainkan secara kebetulan saja.
Misalnya, di sebuah kantor terdapat pegawai laki-laki 60%  dan perempuan 40% . Jika seorang peneliti ingin mewawancari 30 orang pegawai dari kedua jenis kelamin tadi maka dia harus mengambil sampel pegawai laki-laki sebanyak 18 orang sedangkan pegawai perempuan 12 orang. Sekali lagi, teknik pengambilan ketiga puluh sampel tadi tidak dilakukan secara acak, melainkan secara kebetulan saja.

3. Snowball Sampling – Sampel Bola Salju
Cara ini banyak dipakai ketika peneliti tidak banyak tahu tentang populasi penelitiannya. Dia hanya tahu satu atau dua orang yang berdasarkan penilaiannya bisa dijadikan sampel. Karena peneliti menginginkan lebih banyak lagi, lalu dia minta kepada sampel pertama untuk menunjukan orang lain yang kira-kira bisa dijadikan sampel. Misalnya, seorang peneliti ingin mengetahui pandangan kaum lesbian terhadap lembaga perkawinan. Peneliti cukup mencari satu orang wanita lesbian dan kemudian melakukan wawancara. Setelah selesai, peneliti tadi minta kepada wanita lesbian tersebut untuk bisa mewawancarai teman lesbian lainnya. Setelah jumlah wanita lesbian yang berhasil diwawancarainya dirasa cukup, peneliti bisa mengentikan pencarian wanita lesbian lainnya. . Hal ini bisa juga dilakukan pada pencandu narkotik, para gay, atau kelompok-kelompok sosial lain yang eksklusif (tertutup)

Karakteristik Ibu dengan Balita BGM

Berat badan yang dicantumkan di KMS akan terlihat sesuai dengan pita warna yang ada, sebagian berat badan balita ada yang berada pada pita warna hijau dan juga kuning bahkan ada yang sebagian berada pada pita warna merah atau tepatnya dibawah garis merah. Berat badan yang berada pada pita warna hijau selalu saja dipersepsikan dengan gizi baik, sementara berat badan yang berada pada pita warna kuning merupakan warning (peringatan) kepada ibunya agar lebih berhati-hati jangan sampai masuk pada berat badan dibawah garis merah atau biasa disebut dengan BGM, karena apabila anak telah berada di bawah garis merah pada Kartu Menujuh Sehat (KMS) maka anak balita tersebut bisa cenderung di vonis telah mengalami gizi buruk (Arali, 2008)
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik ibu dengan balita BGM di Wilayah Kerja Puskesmas Yosodadi Kecamatan Metro Timur Kota Metro. Penelitian ini bersifat deskriptif, dimana subjek penelitian adalah ibu yang memiliki balita dengan BGM di Wilayah Kerja Puskesmas Yosodadi dengan populasi 12 orang, teknik pengambilan sampel dengan menggunakan semua jumlah populasi yang diteliti sebanyak 12 orang.
Teknik pengumpulan data menggunakan angket dan alat ukur berupa kuesioner, analisa data dilakukan secara manual, dengan hasil ukur berupa persentase.
Hasil penelitian disajikan dalam bentuk tabel, kesimpulannya yaitu diperoleh dari penelitian bahwa karakteristik ibu berdasarkan umur terbanyak yaitu 20- 35 tahun sebanyak  8 responden (66,7 %), tingkat pendidikan ibu sebanyak 7 responden (58,3) dengan tingkat pendidikan rendah, paritas ibu sebanyak 9 responden (75 %) dengan kategori multipara, tingkat ekonomi sebanyak 11 responden (91.7%) dengan ekonomi rendah, dan latar belakang sosial budaya dilihat dari pantangan makanan didapat 100 % dengan kategori semua balita tidak ada yang memiliki pantangan makanan.

Kata kunci : Karakteristik, Ibu Dengan Balita BGM

DAFTAR ISI 
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
1.2 Rumusan Masalah
1.3 Ruang Lingkup Penelitian
1.4 Tujuan Penelitian
1.5 Manfaat Penelitian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Telaah Pustaka
2.1.1 Karakteristik
2.1.2 Status Gizi
2.1.3 Kartu Menuju Sehat

BAB III METODELOGI PENELITIAN
3.1 Rencana Penelitian
3.2 Populasi dan Sampel
3.2.1 Populasi
3.2.2 Sampel
3.3 Variabel Penelitian
3.4 Instrumen Penelitian
3.5 Langkah-langkah Pengolahan Data
3.6 Kerangka Konsep
3.7 Definisi Operasional

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 
4.1 Keadaan Umum Puskesmas Yosodadi
4.1.1 Keadaan Umum
4.1.2 Data Wilayah
4.2 Hasil Penelitian dan Pembahasan
4.3 Pembahasan

BAB V  KESIMPULAN DAN SARAN 
5.1 Kesimpulan
5.2 Saran

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

ANDA TERTARIK DENGAN JUDUL KTI DI ATAS ....... 
SILAHKAN ANDA PESAN KESELURUHAN ISI KTI