Senin, 17 Agustus 2009

Budaya Mutu dalam Organisasi Rumah Sakit

Oleh: Fahriadi, SST, SKM, M.Kes *)

Seiring dengan membaiknya tingkat pendidikan, meningkatnya keadaan sosial ekonomi masyarakat, serta adanya kemudahan di bidang transportasi dan komunikasi, majunya IPTEK serta derasnya arus informasi mengakibatkan sistem nilai dalam masyarakat berubah. Masyarakat cenderung menuntut pelayanan umum yang lebih bermutu termasuk pelayanan kesehatan.

Pelayanan rumah sakit yang baik tergantung dari kompetensi dan kemampuan para pengelola rumah sakit. Untuk meningkatkan kemampuan para pengelola rumah sakit tersebut selain melalui program pendidikan dan pelatihan, juga diperlukan pengaturan atau penegakan disiplin sendiri dari para pengelola rumah sakit serta adanya tanggung jawab secara moral dan hukum dari pimpinan rumah sakit untuk menjamin terselenggaranya standar pelayanan yang baik. Adanya tanggung jawab yang harus dipikul oleh seluruh pengelola rumah sakit, tidak dapat dilaksanakan begitu saja karena terkait erat dengan kebijaksanaan, tanggung jawab moral dan legal dari pimpinan rumah sakit. Evaluasi yang dilakukan secara kontinu, dengan mempertimbangkan semua faktor-faktor yang berkaitan dengan mutu pelayanan, akan mendorong penyempurnaan pelayanan administrasi rumah sakit, pelayanan klinis, pendidikan profesional, serta perawatan pasien yang lebih baik. Dengan manajeman rumah sakit yang memiliki budaya mutu, diharapkan roda organisasi dan pelayanan rumah sakit dapat berjalan dengan lancar, sehingga rumah sakit dapat dikelola secara efisien dan efektif; yang pada akhirnya akan meningkatkan citra rumah sakit.

MASALAH MUTU PELAYANAN RUMAH SAKIT DAN KEADAAN SAAT INI
Mutu pelayanan kesehatan sangat dipengaruhi oleh tersedianya sumberdaya dan interaksi dari pemanfaatannya yang digerakkan melalui proses dan prosedur tertentu, sehingga menghasilkan jasa atau pelayanan yang sesuai dengan keinginan dan harapan pasien/masyarakat. Pada aspek sumberdaya manusia, terdapat masalah kurangnya jumlah serta mutu tenaga, serta pendistribusian sumberdaya manusia. Pada aspek sumberdaya dana, dirasakan adanya keterbatasan dalam biaya, penggunaan biaya yang kurang efisien dan distribusi yang kurang merata. Dengan adanya kendala-kendala tersebut, akan memberikan dampak pada upaya peningkatan mutu pelayanan rumah sakit. Bahkan pada rumah sakit pemerintah dengan kondisi pendanaan yang minim, memberikan dampak pada perilaku para pengelola rumah sakit dalam memberikan pelayanannya secara "seadanya", dan ini sudah menjadi ciri dari rumah sakit pemerintah.

MUTU BERARTI KELANGSUNGAN HIDUP
Untuk menjadi rumah sakit yang berkualitas tidaklah merupakan suatu pengecualian atau hanya merupakan suatu alternatif saja. Menjadi rumah sakit yang berkualitas janganlah dikaitkan dengan besar atau kecilnya organisasi dan kapasitas rumah sakit, besarnya sisa hasil usaha ataupun kecanggihan dari peralatan teknologi yang disediakan oleh rumah sakit; tetapi harus dikaitkan dengan pelaksanaan peningkatan mutu pelayanan dan produktifitas rumah sakit secara kontinu. Untuk mencapai hal tersebut upaya peningkatan kualitas/mutu pelayanan dari rumah sakit harus merupakan bagian integral dari manajemen rumah sakit, hal ini menentukan kelangsungan hidup dari rumah sakit itu sendiri. Ada empat kekuatan yang dapat merupakan ancaman bagi kelangsuangan hidup rumah sakit, yaitu masyarakat/pasien sebagai konsumen (Customers), persaingan antar rumah sakit (Competition),biaya (Costs) dan masa gawat (Crisis).

Keunggulan pasien sebagai konsumen (Customers)
Target utama dari suatu rumah sakit adalah ingin memenuhi kebutuhan dan keinginan pasien akan pelayanan yang baik dan nyaman, yang selalu berubah disertai klasifikasi yang tinggi, selaras dengan meningkatnya pengetahuan masyarakat. Dengan semakin banyaknya jumlah rumah sakit saat ini, yang juga berkeinginan dalam meningkatkan mutu pelayanannya; hal mana menimbulkan suatu keadaan persaingan yang ketat di antara rumah sakit. Bagi rumah sakit yang tidak meningkatkan mutu pelayanan jasanya dan tidak melakukan inovasi-inovasi baru, akan ditinggalkan oleh pasien/masyarakat pengguna jasanya. Tidak sedikit rumah sakit yang memberikan/memiliki motto kerja yang menjanjikan suatu kepuasan pelayanan bagi pasiennya, tetapi tidak dihayati dan dilaksanakan oleh seluruh pengelola rumah sakit tersebut.
Manajemen rumah sakit yang bermutu akan berusaha seoptimal mungkin untuk memenuhi segala kebutuhan pasien/masyarakat pengguna jasa rumah sakit, serta mengantisipasi harapan dan keinginan pasien. Inti dari aktifitas yang berkaitan dengan kualitas rumah sakit, seperti perencanaan, penganggaran, pemasaran, investasi; selalu dikaitkan dengan kepuasan pasien. Untuk setiap keputusan yang diambil, sebaiknya didasari pada pemenuhan keinginan dan kepuasan pasien. Rumah sakit yang mengutamakan kepuasan dan kepentingan pasien, akan memperoleh manfaat dan pegawai yang termotivasi. Pada akhirnya, pasien yang akan menentukan jenis pelayanan jasa yang harus disediakan oleh rumah sakit, serta menentukan mutu pelayanan jasa tersebut; bukan rumah sakit. Tidak hanya kedua hal diatas yang akan ditentukan oleh pasien, tetapi juga waktu pelayanan dan biaya pengobatan. Rumah sakit yang tanggap tentunya akan memfokuskan dirinya pada tingkat kepuasan pasien serta akan meningkatkan mutu pelayanan untuk lebih baik dari rumah sakit lainnya. Budaya mutu membutuhkan suatu perubahan menyeluruh dari semua pelaksana roda organisasi dan manajemen rumah sakit untuk dicapainya persamaan persepsi dalam hal sikap dan pandangan terhadap mutu pelayanan rumah sakit.

Persaingan antar rumah sakit (Competition)
Munculnya begitu banyak rumah sakit merupakan bukti adanya sambutan yang baik dari para investor terhadap pola kebijaksanaan Pemerintah yang menganjurkan partisipasi swasta dalam bidang kesehatan. Mengingat sistem pelayanan kesehatan yang kita anut pembiayaannya masih sebagian besar ditanggung oleh penderita itu sendiri, dengan demikian penderita pun mempunyai kebebasan untuk memilih rumah sakit yang disukai. Adanya persaingan sebenarnya memacu peningkatan mutu pelayanan, tetapi bagi rumah sakit yang walaupun tadinya tergolong bermutu baik jika tidak memperhatikan pemeliharaan mutunya justru sebaliknya akan menjadi ketinggalan dan tergeser ke golongan bermutu kurang baik, bahkan tidak mustahil oleh sebab tertentu malah terjadi penurunan mutu pelayanan rumah sakit itu. Dalam iklim persaingan ketat ini, persaingan dapat terjadi dalam banyak bentuk, sejauh pasien dapat merasa terpenuhi kebutuhan dan keinginannya. Adalah sangat bijaksana, bila para pengelola rumah sakit selalu memiliki anggapan bahwa rumah sakit lain, dalam hal ini dianggap sebagai pesaing; telah melakukan pelayanan lebih baik dan bermutu, lebih murah dan lebih cepat. Untuk hal itu, diperlukan suatu mekanisme untuk memelihara mutu pelayanan rumah sakit, agar senantiasa dapat menyesuaikan diri terhadap perubahan tuntutan zaman.

Penghematan biaya (Costs).
Biaya bahan-bahan/obat-obatan, pemeliharaan alat-alat, pengadaan alat, gaji karyawan dan biaya sumberdaya yang digunakan rumah sakit dari waktu ke waktu akan terus meningkat. Bagi rumah sakit yang ingin tergolong bermutu baik janganlah mempunyai pemikiran bahwa semua biaya tadi dapat dibebankan dengan mudah kepada pasien yang menerima pelayanan, yang akan mengakibatkan tingginya biaya yang harus dibayar oleh pasien, atau dibebankan kepada karyawan sehingga mereka akan mendapat pengurangan nilai gaijinya. Peningkatan biaya dapat diatasi dengan meningkatkan produktifitas serta memperbaiki mutu pelayanan secara kontinu.

Mengatasi masa gawat (Crisis)
Rumah sakit yang tidak memiliki budaya mutu yang kuat, tidak siap dalam mengantisipasi masa gawat yang dihadapi baik dalam waktu singkat maupun dalam waktu lama. Rumah sakit yang memiliki budaya mutu dan tergolong bermutu baik selalu berada dalam suasana manajemen krisis, sehingga selalu siap dalam menghadapi keadaan masa gawat yang sebenarnya. Rumah sakit tersebut tidak hanya dapat mengantisipasi dengan baik keadaan masa gawat berdasarkan prediksinya yang tepat, tetapi karena manajemen rumah sakit tersebut selalu dalam keadaan siap untuk menghadapi masa gawat dengan melakukan perbaikan secara kontinu akan kemampuan yang ada agar tetap dapat bertahan hidup bila masa gawat itu tiba, dalam bentuk apapun.

MUTU...., NOT PROFITABILITY
Bila manajemen rumah sakit memiliki kekhawatiran akan kelangsungan hidupnya, mengapa tidak memikirkan mutu pelayanannya terlebih dahulu, mengapa hanya memikirkan tingginya keuntungan yang diperoleh. Tidak semua pengelolaan rumah sakit dapat memikirkan dengan baik dan tepat jalan keluar untuk memperoleh peningkatan keuntungan dari usaha yang telah dilakukan, tetapi semua orang dapat berfikir bagaimana cara meningkatkan mutu pelayanan yang diberikan. Karena dengan meningkatnya mutu pelayanan rumah sakit, akan diperoleh peningkatan pendapatan rumah sakit. Rumah sakit yang hanya memikirkan keuntungan semata akan sulit meraih sukses dalam pengelolaannya, sebab arah manajemen para pengelola rumah sakit akan menjadi kabur.
Budaya mutu memberikan tanggung jawab yang terfokus bagi manajemen rumah sakit, pengurangan biaya, peningkatan di bidang produktifitas dan kerjasama kelompok, mempermudah pemecahan masalah dan pengambilan keputusan, serta diperoleh dinamisasi organisasi dan keterampilan perorangan. Kesemua tanggung jawab ini memiliki sinergi dan arti, apabila dikaitkan dengan tujuan organisasi rumah sakit dalam meningkatkan mutu pelayanan pada pasien.

Paradigma Jasa Pelayanan Kesehatan Rumah Sakit

Paradigma jasa pelayanan kesehatan rumah sakit dewasa ini sudah mengalami perubahan yang mendasar dan merupakan sebuah badan usaha yang mempunyai banyak unit bisnis strategis. Perubahan lingkungan secara alamiah akan mendorong rumah sakit menjadi organisasi yang berciri multiproduk, sehingga membutuhkan penanganan dengan konsep manajemen yang tepat. Rumah sakit merupakan bagian dari sistem pelayanan kesehatan secara keseluruhan yang memberikan pelayanan kuratif maupun preventif, serta menyelenggarakan pelayanan rawat jalan dan rawat inap, juga perawatan di rumah. Di samping itu, rumah sakit juga bisa berfungsi sebagai tempat pendidikan tenaga kesehatan dan tempat penelitian. Oleh karena itu, agar dapat menjalankan fungsinya dengan baik maka rumah sakit harus bisa bekerjasama dengan instansi lain di wilayahnya, baik instansi kesehatan maupun non kesehatan.

Paradigma baru jasa rumah sakit
Rumah sakit sebagai suatu industri jasa kesehatan pada dasarnya bersifat sosio ekonomi yang dalam menjalankan kegiatannya di samping menekankan penerapan nilai sosial juga harus memperhatikan prinsip-prinsip ekonomi. Pengelolaan jasa pelayanan rumah sakit pada dewasa ini dihadapkan pada paradigma baru. Paradigma baru tersebut muncul terutama didorong oleh perubahan pandangan, baik para pengguna jasa atau pasien, provider/pemberi jasa kesehatan atau tenaga medis, paramedis, dan tenaga kesehatan lainnya, masyarakat maupun dari para ilmuwan atau tenaga profesi dalam pengembangan ilmu dan teknologi medis.
Perubahan pandangan dari sisi pengguna jasa atau pasien dan masyarakat adalah bahwa suatu rumah sakit haruslah lebih mampu memacu pemberian pelayanan medik dan spesialistik, dalam upaya penyembuhan dan pemulihan yang berkualitas, dan cepat tanggap atas keluhan, serta penyediaan pelayanan kesehatan yang nyaman. Pandangan dari sisi pemilik rumah sakit, menekankan bahwa rumah sakit yang dimilikinya haruslah dapat terus menjaga dan meningkatkan citranya. Untuk itu, rumah sakit harus terus meningkatkan efisiensi dalam pengoperasian rumah sakit tersebut, sehingga dapat dicapai efektivitas rencana dan sasaran organisasi rumah sakit, termasuk dapat dihasilkannya keuntungan.
Pandangan dari provider rumah sakit menekankan bahwa suatu rumah sakit harus mampu meningkatkan kemapanan atau kemajuan pelayanan yang mencakup upaya mempertahankan tingkat kemajuan dari kecanggihan peralatan dan sarana medis, menjaga kehandalan informasi dengan kecepatan memperoleh dan ketepatannya, meningkatkan terus efisiensi penyelenggaraan jasa pelayanan kesehatan rumah sakit, dan mampu memacu peningkatan daya saing rumah sakit yang dipimpinnya. Adapun pandangan dari para ilmuwan dan teknologi medis, menekankan bahwa rumah sakit haruslah menjadi sarana pengembangan teknologi kedokteran, menjadi sarana pengembangan ilmu dan penelitian medis, serta sekaligus sebagai sarana bagi pengembangan karya keahlian dan profesi.
Sebagai dampak dari perubahan faktor-faktor lingkungan tersebut, maka terdapat beberapa hal yang mendorong terjadinya perubahan pandangan yang menimbulkan munculnya paradigma baru, antara lain :
  1. Meningkatnya sikap masyarakat akan kebutuhan pemeliharaan kesehatan, mengakibatkan beberapa rumah sakit, terutama rumah sakit umum, berupaya menyediakan pelayanan untuk semua pasien dengan berbagai masalah kesehatannya. Adanya program jaminan kesehatan bagi keluarga miskin juga meningkatkan kebutuhan terhadap pelayanan jasa rumah sakit.
  2. Meningkatnya kompetisi kualitas atas pelayanan jasa kesehatan rumah sakit mengakibatkan intensitas persaingan di dalam industri jasa rumah sakit menjadi semakin meningkat. Hal ini diakibatkan oleh banyaknya rumah sakit yang sejenis yang beroperasi di suatu wilayah tertentu dan semakin lengkap serta canggihnya fasilitas yang dimiliki oleh suatu rumah sakit. Hal tersebut menunjukkan semakin tingginya kompetensi inti untuk menjalankan aksi dalam persaingan.
  3. Meningkatnya biaya penyelenggaraan rumah sakit yang diakibatkan oleh semakin canggihnya teknologi kedokteran atau medis, teknologi kefarmasian dan farmakologi, serta teknologi informasi. Dalam hal ini setiap rumah sakit tidak dapat terhindar dari kemajuan teknologi tersebut, karena menjadi sarana kemajuan dan perkembangan keilmuan dan teknologi kedokteran atau medis, serta sebagai sarana penelitian dan pengembangan karya keahlian dan profesi.
  4. Bertambahnya kesadaran akan meningkatnya biaya kesehatan di rumah sakit dan efisiensi penyelenggarannya. Hal ini tidak hanya bagi rumah sakit swasta dan rumah sakit pemerintah yang tidak untuk mendapatkan keuntungan dengan tujuan agar biaya pengelolaan dalam penyelenggaraan rumah sakitnya dapat ditekan menjadi lebih rendah.
Kebijakan Strategis Rumah Sakit
Pada awalnya rumah sakit tidak memperhatikan perubahan lingkungan. Rumah sakit mulai makin memperhatikan pasar dan memperhitungkan perubahan yang terjadi pada lingkungan kesehatan eksternalnya ketika menyusun strateginya karena mereka masih merasa bahwa pasienlah yang membutuhkan rumah sakit. Keadaan sekarang sudah berubah karena jumlah rumah sakit pesaing lebih banyak. Penelitian pasar penting artinya bagi rumah sakit sebagai sarana mendapatkan informasi tentang apa yang sebenarnya dicari pasien ketika mereka membutuhkan layanan rumah sakit, dan apa yang membuat mereka puas atau tidak puas terhadap jasa rumah sakit yang diterima. Atas dasar hasil penelitian pasar, rumah sakit membenahi dan menyusun strategi yang tepat bagi pasarnya. Dengan demikian, manajemen rumah sakit menggunakan pendekatan konsep pemasaran yang cenderung melihat pemasaran sebagai suatu proses pertukaran, dan memandang aktivitas pemasaran rumah sakit dari sudut pandang pasien, di samping dari sisi internal rumah sakit itu sendiri.
Dengan berorientasi pada pasar dan koalitas sebagai dasar kegiatan dan landasan untuk bersaing, rumah sakit akan mampu mendapatkan profitabilitas jangka panjang yang diperoleh dari kepuasan pasien. Hal ini disebabkan karena dengan tingkat kepuasan tertentu, pasien akan bersedia menjalin ikatan jangka panjang dengan pihak rumah sakit yang saling menguntungkan kedua belah pihak (pasien dan rumah sakit). Dengan kondisi tersebut sudah waktunya dilakukan perubahan pola berpikir yaitu dari satu pemikiran tradisional pemasaran jasa kesehatan, yang semula perhatiannya berfokus pada kepuasan pasien saja, menjadi lebih ke arah pemikiran yang berfokus pada patient retention sebagai satu tujuan dari program kepuasan pasien. Di samping itu, rumah sakit sudah harus mempunyai pemahaman dan pengertian yang lebih baik tentang pentingnya kepuasan dan loyalitas pasien, yang akan meningkatkan patient retention. Bertahannya pelanggan merupakan strategi yang lebih ‘profitable’ dibandingkan dengan strategi peningkatan pangsa pasar dan menurunkan biaya.

Rekomendasi bagi Pimpinan Rumah Sakit
Dalam era sekarang ini, rumah sakit dihadapkan pada dua kondisi yang kontradiktif yaitu memberikan pelayanan kesehatan yang terbaik dalam menjalankan fungsi sosialnya, serta tetap memperhatikan prinsip-prinsip ekonomi, supaya dapat memperoleh keuntungan. Adanya dampak dari pengaruh lingkungan tersebut maka rumah sakit haruslah memberikan pelayanan pribadi yaitu perawatan dan pengobatan kepada masing-masing pasien. Nilai-nilai ekonomis jasa pelayanan dan sasaran organisasi dari suatu rumah sakit, haruslah tunduk pada nilai-nilai sosial dan kemanusiaan. Hal tersebut harus dilakukan sebagai konsekuensi meningkatnya biaya kesehatan.
Permasalahan lain yang perlu diperhatikan adalah bahwa rumah sakit sangat tergantung dan harus responsif terhadap masyarakat sekitarnya. Pasien selalu menuntut adanya kualitas jasa layanan rumah sakit yang terus meningkat, dan diharapkan kualitas tersebut akan membentuk loyalitas terhadap rumah sakit sebagai industri jasa tersebut. Berbeda dengan industri jasa lainnya, komposisi tenaga kerja di rumah sakit yang lebih banyak tenaga profesionalnya sehingga dalam operasionalnya tenaga kerja tersebut sulit untuk dikendalikan. Di samping itu, hampir sebagian besar kegiatan jasa suatu rumah sakit bersifat urgent dan tidak dapat ditangguhkan, sehingga akan menimbulkan beban fungsional dan moral yang cukup berat bagi organisasi rumah sakit dan para anggotanya.
1. Rekomendasi atas meningkatnya sikap masyarakat terhadap kesehatan.
Dengan tanggapnya pimpinan rumah sakit akan perubahan paradigma pelayanan medik yang menyeluruh, maka rumah sakit diharapkan dapat memberikan kepuasan pasien sebagai pelanggan, karena apa yang dicari dan diharapkan oleh pasien adalah nilai pelayanan yang superior. Nilai pelayanan rumah sakit yang diberikan kepada pasien, tercermin dari selisih atau besarnya kelebihan total nilai manfaat yang mereka terima dengan besarnya biaya atau beban pengorbanan yang mereka keluarkan. Daya tarik dari nilai pelayanan rumah sakit, hanya dimungkinkan bila total nilai produk jasa rumah sakit, nilai jasa layanannya, nilai tenaga atau personalia, dan nilai citra (image) rumah sakit, masih lebih tinggi dari total beban uang yang dikeluarkan pasien, biaya waktu yang dikorbankan, beban biaya energi dan beban biaya fisik. Rumah sakit memperoleh keunggulan bersaing dengan memberikan nilai lebih kepada pasien melalui harga yang lebih rendah dibandingkan dengan para pesaing untuk manfaat yang sama atau keunikan manfaat yang dapat menutupi harga yang tinggi. Apabila hasil evaluasi pasien atau pelanggan ternyata tidak dapat memenuhi harapannya, maka pasien atau pelanggan tersebut akan memperoleh ketidakpuasan, dan bila sangat menyakitkan atau menyusahkan mereka, seperti yang terjadi pada akhir-akhir ini mereka dapat menuntut, dengan kasus malpraktik.
2. Rekomendasi atas meningkatnya kompetisi jasa rumah sakit.
Cravens mengemukakan bahwa biaya untuk memperoleh pelanggan baru adalah lima kali lebih besar daripada mempertahankan pelanggan lama. Untuk mempertahankan pelanggan lama, maka pimpinan rumah sakit direkomendasikan untuk menggunakan konsep pemasaran bertahan. Konsep ini berwawasan ke depan, dengan membangun ikatan jangka panjang antara rumah sakit dengan pasien yang telah menjadi pelanggannya. Dalam upaya untuk unggul dalam persaingan jasa pelayanan rumah sakit, maka rumah sakit harus mampu meningkatkan pelayanan yang berkualitas tinggi, dengan peralatan medis yang canggih, pelayanan yang dapat selalu cepat tanggap, kenyamanan suasana di rumah sakit, dan pemberian pelayanan yang lebih informatif.
3. Rekomendasi atas meningkatnya biaya kesehatan dan efisiensi.
Kualitas hasil (output) dapat ditunjukkan oleh peningkatan pangsa pasar dan turunnya biaya satuan yang disebabkan karena skala ekonomi. Selanjutnya kualitas produk akan meningkatkan pembelian berulang daripelanggan dan terjadi pula pengulangan menurunnya biaya layanan. Sebagai konsekuensinya, produk dengan kualitas yang baik dan biaya yang rendah akan meningkatkan kapabilitas untuk bertahan, walaupun terjadi penurunan kondisi perekonomian di masyarakat. Hal tersebut dikarenakan biaya yang rendah akan menekan pesaing, pelanggan, dan pemasok maupun perusahaan untuk melakukan substitusi. Salah satu fakta yang fundamental dari pengelolaan penyelenggaraan rumah sakit yang dihadapi adalah ketidakpastian permintaan jasa pelayanan rumah sakit, yang berdampak pada struktur biaya rumah sakit, dan biaya tempat tidur rumah sakit yang kosong. Ketidakpastian permintaan jasa menyebabkan rumah sakit selalu menghadapi kelebihan kapasitas sebagai upaya antisipasi menghadapi kemungkinan meningkatnya jumlah pasien. Kasus yang dihadapi seperti ini, akan menyebabkan suatu rumah sakit selalu melakukan formulasi kembali dalam penghitungan biayanya, terutama biaya dari tempat tidur kosong, sebagai dampak dari tingginya tingkat biaya dan akibat dari besarnya kapasitas yang tidak digunakan.

4. Rekomendasi atas teknologi dan kualitas yang berkesinambungan.
Untuk meraih kinerja yang unggul, rumahsakit dituntut untuk melakukan peningkatan kualitas secara berkesinambungan. Kualitas perangkat lunak dan perangkat keras untuk menciptakan rancangan operasional yang handal. Keduanya diperlukan dalam porsi yang berimbang secara bersama-sama. Ward, et al, menyatakan bahwa investasi dalam program-program human capital seiring dengan investasi program-program teknologi berhubungan secara signifikan dengan kinerja. Dengan dukungan kehandalan fasilitas dan sumberdaya manusia yang tersedia diharapkan akan mampu memberikan pelayanan rumah sakit yang berkualitas, sehingga kinerja rumah sakit juga akan meningkat. Kemajuan ilmu dan teknologi kedokteran atau medis terus berpacu dengan kemajuan zaman. Pengembangan ilmu dan teknologi kedokteran tidak akan terhenti, dan keadaan inilah yang memacu majunya reputasi ahli-ahli atau profesi kedokteran pada suatu rumahsakit tertentu.
Bagi pimpinan rumah sakit, rekomendasi yang dapat diberikan adalah perlunya menyadari bahwa intervensi teknologi medis atau kedokteran akan berdampak pada sangat mahalnya biaya kesehatan. Di lain pihak pembebanan biaya kepada pasien sangat terbatas sehingga pimpinan rumahsakit harus melakukan efisiensi pembiayaannya dengan melakukan ‘utilization sharing’ alat canggih dengan rumah sakit lain di sekitarnya.

KESIMPULAN DAN SARAN
Secara faktual pelayanan rumah sakit telah berkembang menjadi suatu industri yang berbasis pada prinsip-prinsip ekonomi. Perubahan lingkungan secara alamiah telah mendorong rumah sakit menjadi organisasi yang berciri multi produk dan mixed output, sehingga membutuhkan penanganan dengan konsep manajemen yang tepat. Perkembangan tersebut menimbulkan suatu paradigma baru. Pimpinan suatu rumah sakit haruslah dapat membaca atau menghadapi perubahan paradigma tersebut, dan haruslah dapat tanggap menghadapi paradigma baru rumah sakit itu.
Untuk itu penting bagi rumah sakit agar mempunyai sumber daya yang menghasilkan keunggulan komparatif. Pimpinan rumah sakit harus dapat memutuskan arah pengembangan rumah sakit yang dipimpinnya secara berkelanjutan. Keputusan yang harus diambil merupakan keputusan strategis, yang dapat memanfaatkan sinergi yang ada di dalam rumah sakit, serta sekaligus memanfaatkan peluang dan meminimalkan risiko yang akan terjadi. Pimpinan rumah sakit harus dapat mengoptimalkan biaya dan meningkatkan efisiensi penyelenggaraan rumah sakit, bagi memenuhi kebutuhan dan keinginan masyarakat atau pasien akan jasa pelayanan medis atau kedokteran dari suatu rumah sakit. Perubahan kebutuhan dan keinginan tersebut dapat menjadi peluang keberhasilan, dan sebaliknya dapat merupakan kegagalan dari penyelenggaraan jasa rumah sakit.

Nutrisi pada Ibu Hamil dengan Preeklamsi

Pengertian
Preeklampsia (penyakit dengan gejala peningkatan tekanan darah disertai dengan dijumpainya protein dalam urin dalam kadar berlebih, dan pembengkakan tubuh akibat penimbunan cairan setelah kahamilan 20 minggu atau segera setelah persalinan), terbagi dua, yaitu bentuk ringan dan bentuk berat.

Insiden
Di Indonesia, setelah perdarahan dan infeksi pre eklampsia masih merupakan sebab utama kematian ibu, dan sebab kematian perinatal yang tinggi. Oleh karena itu diagnosis dini preeklampsia yang merupakan tingkat pendahuluan eklampsia, serta penanganannya perlu segera dilaksanakan untuk menurunkan angka kematian ibu dan anak.

Etiologi
Sampai sekarang etiologi pre-eklampsia belum diketahui. Membicarakan patofisiologinya tidak lebih dari "mengumpulkan" temuan-temuan fenomena yang beragam. Namun pengetahuan tentang temuan yang beragam inilah kunci utama suksesnya penangaan pre-eklampsia.
Sehingga pre-eklampsia / eklampsia disebut sebagai "the disease of many theories in obstetrics."

A "proposed" sequence of events in the pathogenesis of toxemia of pregnancy. The main features are :
1) decreased uteroplacental perfusion,
2) increased vasoconstrictors and decreased vasodilators, resulting in local (placental) and systemic vasoconstriction, and
3) disseminated intravascular coagulation (DIC).
Faktor resiko penyebab preeklamsi
Preeklampsia umumnya terjadi pada kehamilan yang pertama kali, kehamilan di usia remaja dan kehamilan pada wanita diatas 40 tahun. Faktor resiko yang lain adalah :
Riwayat tekanan darah tinggi yang khronis sebelum kehamilan.
Riwayat mengalami preeklampsia sebelumnya.
Riwayat preeklampsia pada ibu atau saudara perempuan.
Kegemukan.
Mengandung lebih dari satu orang bayi.
Riwayat kencing manis, kelainan ginjal, lupus atau rematoid arthritis.

Patofisiologi
Pada pre eklampsia terjadi spasme pembuluh darah disertai dengan retensi garam dan air. Pada biopsi ginjal ditemukan spasme hebat arteriola glomerulus. Pada beberapa kasus, lumen arteriola sedemikian sempitnya sehingga hanya dapat dilakui oleh satu sel darah merah. Jadi jika semua arteriola dalam tubuh mengalami spasme, maka tenanan darah akan naik sebagai usaha untuk mengatasi tekanan perifer agar oksigenasi jaringan dapat dicukupi. Sedangkan kenaikan berat badan dan edema yang disebabkan oleh penimbunan air yang berlebihan dalam ruangan interstitial belum diketahui sebabnya, mungkin karena retensi air dan garam. Proteinuria dapat disebabkan oleh spasme arteriola sehingga terjadi perubahan pada glomerulus (Sinopsis Obstetri, Jilid I, Halaman 199).

Manifestasi klinik
Selain bengkak pada kaki dan tangan, protein pada urine dan tekanan darah tinggi, gejala preeklampsia yang patut diwaspadai adalah :
Berat badan yang meningkat secara drastis akibat dari penimbunan cairan dalam tubuh.
Nyeri perut.
Sakit kepala yang berat.
Perubahan pada refleks.
Penurunan produksi kencing atau bahkan tidak kencing sama sekali.
Ada darah pada air kencing.
Pusing.
Mual dan muntah yang berlebihan.

Preeklampsia ringan, jika :
  1. Kenaikan tekanan darah sistol lebih dari atau sama dengan 30 mmHg atau diastol lebih dari atau sama dengan 15 mmHg (dibandingkan dengan tekanan darah sebelum hamil) pada kehamilan 20 minggu atau lebih.
  2. Kenaikan tekanan darah sistol lebih atau sama dengan 140 mHg (tapi kurang dari 160 mmHg), dan tekanan darah diastol lebih dari atau sama dengan 90 mmHg (tapi kurang dari 110 mmHg).
  3. Dijumpainya protein dalam air kemih yang dikumpulkan selama 24 jam dengan kadar 0,3 gr/liter dalam 24 jam atau secara pemeriksaan kualitatif protein air kemih menunjukkan hasil positif 2.
  4. Adanya pembengkakan akibat penimbunan cairan di daerah bagian depan betis, dinding perut, bokong dan punggung tangan.

Preeklampsia berat, tanda-tandanya adalah :
  1. Tekanan darah sistol 160 mmHg atau lebih, atau tekanan darah diastol 110 mmHg atau lebih.
  2. Protein dalam air kemih yang dikumpulkan selama 24 jam sebesar 5 gr/liter atau lebih; atau pada pada pemeriksaan kualitatif protein air kemih menunjukkan hasil positif 3 atau 4.
  3. Air kencing sedikit, yaitu kurang dari 400 ml dalam 24 jam.
  4. Adanya keluhan sakit kepala, gangguan penglihatan, serta nyeri di ulu hati.
  5. Penimbunan cairan di paru-paru yang ditandai dengan sesak napas, serta pucat pada bibir dan telapak tangan akibat kekurangan oksigen.
Efek preeklamsi bagi janin
Preeklampsia dapat menyebabkan gangguan peredaran darah pada plasenta. Hal ini akan menyebabkan berat badan bayi yang dilahirkan relatif kecil. Selain itu, preeklampsia juga dapat menyebabkan terjadinya kelahiran prematur dan komplikasi lanjutan dari kelahiran prematur yaitu keterlambatan belajar, epilepsi, sereberal palsy, dan masalah pada pendengaran dan penglihatan.

Tes Diagnostik
Tes diagnostik dasar
Pengukuran tekanan darah, analisis protein dalam urin, pemeriksaan edema, pengukuran tinggi fundus uteri, pemeriksaan funduskopik.
Tes laboratorium dasar
Evaluasi hematologik (hematokrit, jumlah trombosit, morfologi eritrosit pada sediaan apus darah tepi).
Pemeriksaan fungsi hati (bilirubin, protein serum, aspartat aminotransferase, dan sebagainya).
Pemeriksaan fungsi ginjal (ureum dan kreatinin).
Uji untuk meramalkan hipertensi
Roll Over test
Pemberian infus angiotensin II.
Penanganan medik

Pencegahan
Pemeriksaan antenatal yang teratur dan bermutu serta teliti mengenai tanda – tanda sedini mungkin (pre eklampsia ringan), lalu diberikan pengobatan yang cukup supaya penyakit tidak menjadi lebih berat.
Harus selalu waspada terhadap kemungkinan terjadinya pre-eklampsia.
Berikan penerangan tentang manfaat istirahat dan tidur, ketenangan, serta pentingnya mengatur diit rendah garam, lemak, serta karbohidrat dan tinggi protein, juga menjaga kenaikan berat badan yang berlebihan.

Penanganan
Tujuan utama penanganan adalah :
Untuk mencegah terjadinya pre eklampsi dan eklampsi.
Hendaknya janin lahir hidup.
Trauma pada janin seminimal mungkin.

Penanganan pre-eclamsia ringan,
  • Istirahat di tempat tidur dangan berbaring pada sisi tubuh yang menyebabkan pengaliran darah ke placenta meningkat, aliran darah ke ginjal lebih banyak, tekanan vena pada extremitas bawah turun dan rearbsorbsi cairan di daerah tersebut meningkat. Cara ini biasanya berguna untuk menurunkan tekanan darah dan mengurangi edema.
  • Pemberian phenobarbital 3 x 30 mg sehari akan menenangkan penderita dan dapat juga menurunkan tekanan darah
  • Dianjurkan untuk mengurangi garam dalam diet penderita
  • Pada umumnya pemberian obat diuretika dan antihipertensiva tidak dianjurkan karena obat-obat tersebut tidak dapat menghentikan proses penyakit dan juga tidak memperbaiki prognosis janin. Selain itu pemakaian obat tersebut dapat menutupi gejala pre-eclamsi berat.
Penanganan pre-eclamsia berat,
  • Pada penderita yang masuk rumah sakit sudah dengan tanda-tanda dan gejala-gejala pre-eclamsi berat segera harus diberi sedativa yang kuat untuk mencegah terjadinya kejang-kejang. Obat-obatan yang dapat digunakan untuk mencegah kejang-kejang, yaitu: o Larutan magnesium sulfat 50% sebanyak 10 ml disuntikan intramuskular sebagai dosis pertama dan dapat diulang dengan 2 ml tiap 4 jam menurut keadaan. Tambahan hanya diberikan bila diuresis baik, refleksi patella (+), dan kecepatan nafas 16/menit. Selain untuk menenangkan, obat ini bisa juga untuk menurunkan tekanan darah dan meningkatkan diuresis. o Lytic cocktail, yaitu larutan glukosa 5% sebanyak 500 ml yang berisi pethidin 100 mg, chlorpromazine 50 mg dan promethazine 50 mg sebagai infus intravena
  • Obat antihipertensi, untuk pasien preeklamsia berat, obat yang dianjurkan adalah hidralazin yang diberikan secara intravena, tetapi obat ini tidak terdapat di Indonesia dan penurunan tekanan darah yang terjadi sangat tinggi sehingga dapat membahayakan pasien. Oleh karena itu dipakai nifedipin oral yang dapat menurunkan tekanan darah secara cepat dan cukup aman digunakan. Dosis yang dipakai adalah 3 x 10 mg perhari
  • Antioksidan (Vit C,E, NAC) diberikan untuk menetralisir radikal bebas yang timbul akibat disfungsi endotel
  • Diuretik, tidak diberikan kecuali terdapat edema paru.
  • Apabila terdapat oligouria maka pasien sebaiknya diberikan glukosa 20% intravena
  • Kemudian setelah bahaya akut tertangani, dipertimbangkan untuk terminasi kehamilan, persalinan dapat dilakukan dengan cunam atau ekstraktor vakum dengan memberikan narcosis umum untuk menghindarkan rangsangan pada susunan SSP
  • Dalam melakukan penatalaksanaan perlu diperhatikan timbulnya gejala komplikasi, terutama edema pulmonary dan oligouri. Keluhan seperti nyeri kepala hebat, gangguan penglihatan dan nyeri epigastrium harus sering ditanyakan. Pada pasien juga dilakukan pemeriksaan fundus mata.
Komplikasi preeklamsi
Komplikasi pre-eklamsia berat Komplikasi yang terberat adalah kematian ibu dan janin.
Komplikasi lainnya adalah :
  • solusio plasenta. biasanya terjadi pada ibu yang menderita hipertensi akut.
  • Hipofibrinogenemia. maka dianjurkan pemeriksaan kadar fibrinogen secara berkala.
  • Hemolisis. penderita PEB kadang-kadang menunjukkan gejala klinik hemolisis yang dikenal dengan ikterus. Belum diketahui dengan pasti apakah ini merupakan kerusakan sel-sel hati atau destruksi sel darah merah. Nekrosis periportal hati yang sering ditemukan pada autopsi penderita eklampsia dapat menerangkan ikterus tersebut.
  • perdarahan otak. merupakan penyebab utama kematian maternal penderita eklampsia.
  • kelainan mata. kehilangan penglihatan untuk sementara, yang berlangsung sampai seminggu dapat terjadi. Perdarahan kadang-kadang terjadi pada retina, hal ini merupakan tanda gawat akan terjadinya apopleksia serebri.
  • edema paru-paru. hal ini disebabkan karena payah jantung.
  • nekrosis hati. nekrosis periportal hati merupakan akibat vasospasmus arteriol umum. Kerusakan sel-sel hati dapat diketahui dengan pemeriksaan faal hati, terutama penentuan enzim-enzimnya.
  • sindroma HELLP. yaitu hemolisis, elevated liver enzymes dan low platelet.
  • kelainan ginjal. kelainan ini berupa endoteliosis glomerulus yaitu pembengkakan sitoplasma sel endothelial tubulus ginjal tanpa kelainan struktur lainnya. Kelainan lain yang dapat timbul ialah anuria sampai gagal ginjal.
  • komplikasi lain. lidah tergigit, trauma dan fraktura karena jatuh akibat kejang-kejang pneumonia aspirasi dan DIC (disseminated intravascular coagulation).
  • prematuritas, dismaturitas dan kematian janin intra-uterin.
Pengaturan Diet pada Preeklamsi
Ciri khas diet preeklamsi adalah memperhatikan asupan garam dan protein.
Tujuan dari pengaturan diet pada preeklamsi adalah :
  • Mencapai dan mempertahankan status gizi normal.
  • Mencapai dan mempertahankan tekanan darah normal.
  • Mencegah dan mengurangi retensi garam dan air.
  • Menjaga keseimbangan nitrogen
  • Menjaga agar pertambahan berat badan tidak melebihi normal.
  • Mengurangi atau mencegah timbulnya resiko lain atau penyulit baru pada saat kehamilan atau persalinan.
Syarat dari pemberian diet preeklamsi adalah :
  • Energi dan semua zat gizi cukup, dalam keadaan berat makanan diberikan secara berangsur sesuai dengan kemampuan pasien menerima makanan . Penambahan energi tidak melebihi 300 kkal dari makanan atau diet sebelum hamil.
  • Garam diberikan rendah sesuai dengan berat/ringannya retensi garam atau air. Penambahan berat badan diusahakan dibawah 3 kg / bulan atau dibawah 1 kg / minggu.
  • Protein tinggi ( 1 ½ - 2 Kg BB )
  • Lemak sedang berupa lemak tidak jenuh tunggal dan lemak tidak jenuh ganda.
  • Vitamin cukup, Vit C dan B6 diberikan sedikit lebih banyak.
  • Mineral cukup terutama kalsium dan kalium.
  • Bentuk makanan disesuaikan dengan kemampuan makan pasien.
  • Cairan diberikan 2500 ml sehari pada saat ologuria, cairan dibatasi dan disesuaikan dengan cairan yang dibutuhkan tubuh.
Jenis diet Preeklamsi:
o Diet Preeklamsi I.
Diet preeklamsi diberikan kepada pasien dengan preeklamsi berat .
Makanan ini diberikan dalam bentuk cair yang terdiri dari susu dan sari buah.
Jumlah cairan diberikan paling sedikit 1500 ml sehari peroral dan kekurangannya diberikan parenteral.
Makanan ini kurang energi dan zat gizi karenanya hanya diberikan selama 1-2 hari.
o Diet Preeklamsi II.
Diet preeklamsi II diberikan sebagai makanan perpindahan dari diet preeklamsi I atau kepada pasien preeklamsi yang keadaan penyakitnya tidak begitu berat.
Makanan berbentuk saring atau lemak diberikan sebagai diet rendah garam I.
Makanan ini cukup energi dan zat gizi lain.
o Diet Preeklamsi III.
Diet preeklamsi III diberikan sebagai perpindahan dari diet preeklamsi II dan I kepada pasien dengan preeklamsi ringan.
Makanan ini mengandung protein tinggi dan garam rendah.
Diberikan dalam bentuk lunak atau biasa.
Makanan ini cukup semua zat gizi, jumlah energi harus disesuaikan dengan kenaikan BB yang boleh lebih dari 1 Kg / BB.

Daftar Pustaka
1. DeCherney AH, Nathan L. In: Current Obstetric & Gynecologic Diagnosis & Treatment, 9th Ed. McGraw-Hill, 2003.
2. Hanifa W. Ilmu Kebidanan Ed. 3. Cetakan 7. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiraharjo; 2005.h281-300 3. 
3.Website :
a. http://beri-beri.com/
b. http://bascometro.blogspot.com/
:. http//http-bascommetro.blogspot.com/

Omphalokel

A. Definisi
Omphalokel secara bahasa berasal dari bahasa yunani omphalos yang berarti umbilicus tali pusat dan cele yang berarti bentuk hernia. Omphalokel diartikan sebagai suatu defek sentral dinding abdomen pada daerah cincin umbilikus (umbilical ring) atau cincin tali pusar sehingga terdapat herniasi organ-¬organ abdomen dari cavum abdomen namun masih dilapiasi oleh suatu kantong atau selaput. Selaput terdiri atas lapisan amnion dan peritoneum. Diantara lapisan tersebut kadang-kadang terdapat lapisan wharton's jelly.
Omphalocele suatu keadaan dimana viseral abdominal terdapat di luar cavum abdomen tetapi masih di daiam kantong amnion. Omphalocele dapat diartikan sebagai kantong bening tidak berpembuluh darah yang terdiri dari lapisan peritoneum dan lapisan amnion pada pangkal tali pusat. Omphalokel adalah herniasi sebagian isi intra abdomen melalui cincin umbilikus yang terbuka ke dalam dasar tali pusat. Ukurannya bervariasi dalam sentimeter, di dalamnya berisi seluruh midgut, raster dan lepar. Sekitar 70°% kasus, omphalokel berhubungan dengan kelainan yang lain. Kelainan terbanyak adalah kelainan kromosom.
Sudah lama dikenal bahwa omphalokel sering berhubungan dengan kelainan penyerta lain, hal ini menunjukkan keikutsertaan perkembangan embriologi secara umum. Kelainan penyerta terjadi antara 30% sampai dengan no o termasuk kelainan kromosom. Frekwensinya cenderung menurun, kelainan jantung kongenital, sindrom Beckwith-Wiedemann (bayi dengan besar masa kehamilan; hiperinsulinisme; viseromegali dari ginjal, glandula suprarenalis dan pankreas; makrolosia; tumor hepatorenal; ekstrofia kloaka.

B. Etiologi
Penyebab pasti terjadinya omphalokel belum jelas sampai sekarang. Beberapa faktor resiko atau faktor-faktor yang berperan menimbulkan terjadinya omphalokel diantaranya adalah infeksi, penggunaan obat dan rokok pada ibu hamil, defisiensi asam folat, hipoksia, pengunaan salisilat, kelainan genetik serta polihidramnion. Walaupun omphalokel pernah dilaporkan terjadi secara herediter, namun sekitar 50-70 % penderita berhubungan dengan sindrom kelainan kongenital yang lain Sindrom kelainan kongenital yang sering berhubungan dengan omphalokel diantaranya
1. Syndrome of upper midline development atau thorako abdominal syndrome (pentalogy of Cantrell) berupa upper midline omphalocele, anterior diaphragmatic hernia, sternal cleft, cardiac anomaly berupa ektopic cordis dan vsd.
2. Syndrome of lower midline development benzpa bladder (hipogastric omphalocele) a.tau cloacal extrophv, inferforate anus, colonie atresia, vesicointestinal fistula, sacrovenebral anomaly dan menin.wmyelocele dan sindrom-sindrom vang lain seperti Beckwith-Wiedemann syndrome, Reiger syndrome, Prune-belly syndrome dan sindrom-sindrome kelainan kromosom seperti yang telah disebutkan.

Menurut Glasser (2003) ada beberapa penyebab omphalokel, yaitu:
1. Faktor kehamilan dengan resiko tinggi, seperti ibu hamil sakit daa terinfeksi; penggunaan obat-obatan, merokok dan kelainan genetik. Faktor-faktor tersebut berperan pada timbulnya insufisiensi plasenta dan lahir pada umur kehamilan kurang atau bayi prematur, diantaranya bayi dengan gastroschizis dan omphalokel paling sering dijumpai
2. Defisiensi asam folat hipoksia dan salisilat menimbulkan defek dindin~ abdomen pada percobaan den;an tikus tetapi kemaknaannya secara klinis masih sebatas perkiraan. Secara jelas peningkatan MSAFP (Maternal Serum Alfa Feto Protein) pada pelacakan dengan ultrasonografi memberikan suatu kepastian telah terjadi kelainan struktural pada fetus Bila suatu kelainan didapati bersamaan den-an adanya omphalokel , layak untuk dilakukan amniosintesis guna melacak kelainan genetik.
3. Polihidramnion, dapat diduga adanva atresia intestinal fetus dan kemungkinan tersebut harus dilacak dengan USG.

C. Patofisiologis
Pada janin usia 5 – 6 minggu isi abdomen terletak di luar embrio di rongga selom. Pada usia 10 minggu terjadi pengembangan lumen abdomen sehingga usus dari extra peritoneum akanmasuk ke rongga perut. Bila proses ini terhambat maka akan terjadi kantong di pangkal umbilikus yang berisi usus, lambung kadang hati. Dindingnya tipis terdiri dari lapisan peritoneum dan lapisan amnion yang keduanya bening sehingga isi kantong tengah tampak dari luar, keadaan ini disebut omfalokel. Bila usus keluar dari titik terlemah di kanan umbilikus, usus akan berada di luar rongga perut tanpa dibungkus peritoneum dan amnion, keadaan ini disebut gastroschisis.

D. Diagnosis
Diagnosis omphalokel adalah sederhana, namun perlu waktu khusus sebelum operasi dikerjakan, pemeriksaan fisik secara iengkap dan perlu suatu rontgen dada serta ekokardiogram pada saat lahir, ornphalokel diketahui sebagai defek dinding abdomen pada dasar cincin urnbilikus. Defek tersebut lebih dari 4 cm (bila defek kurang dari 4 cm secara umum dikenal sebagai hernia umbilikalis ) dan dibungkus oleh suatu kantong membran atau amnion. Pada 10°,o sampai 18°,10, kantong mungkin ruptur dalam rahim atau sekitar 4° o saat proses kelahiran. Omphalokel raksasa (gnant omphalocele) mempunyai suatu kantong vani), menempati harnpir seluruh dinding, abdomen, berisi hampir semua organ intraabdomen dan berhubungan dengan tidak berkembangnya r ongga peritoneum serta hipoplasi pulrnoner.
Diagnosis omphalokel ditegakkan berdasarkan gambaran klinis dan dapat ditegakkan pada waktu prenatal dan pada waktu postnatal
a. Diagnosis prenatal
Diagnosis prenatal terhadap omphalokel sering ditegakkan dengan bantuan USG. Defek dinding abdomen janin biasanya dapat dideteksi pada saat minggu ke 13 kehamilan, dimana pada saat tersebut secara normal seharusnya usus telah masuk seluruhnya kedalam kavum abdomen janin.
b. Diagnosis postnatal (setelah kelahiran)
Gambaran klinis bayi baru lahir dengan omphalokel ialah terdapatnya defek sentral dinding abdomen pada daerah tali pusat. Defek bervarasi ukurannya, dengan diameter mulai 4 cm sampai dengan 12 cm, mengandung herniasi organ¬-organ abdomen baik solid maupaun berongga dan masih dilapisi oleh selaput atau kantong serta tampak tali pusat berinsersi pada puncak kantong. Kantong atau ,elaput tersusun atas 2 lapisan yaitu lapisan luar berupa selaput amnion dan lapisan dalam berupa peritoneum. Diantara lapisan tersebut kadang-kadang terdapat lapisan Warton's jelly. Warton's jelly adalah jaringan mukosa yang merupakan hasil deferensiasi dari jaringan mesenkimal (mesodermal).

D. Klasifikasi
Klasifikasi Omphalokel menurut Moore ada 3, aitu:
1. Tipe 1 : diameter defek < 2,5 cm
2. Tipe 2 : diameter defek 2,5 - 5 cm
3. Tipe 3) : diameter defek > 5 cm
Suatu defek yang sempit dengan kantong yang kecil mungkin tak terdiagnosis saat lahir. Dalam kasus ini timbul bahaya tersendiri bila kantong terpit klem dan sebagian isinya berupa usus, bagiannya teriris saat ligasi tali pusat. Bila omphalokel dibiarkarn tampa penanganan, bungkusnya akan mengering dalam beberapa hari dan akan tampak retak-retak. Pada saat tersebut akan menjalar infeksi dibawah lapisan yang mengering dan berkrusta. Kadang dijumpai lapisan tersebut akan terpecah dan usus akan prolap.

E. Komplikasi
Komplikasi dini merupakan infeksi pada kantong yang mudah terjadi pada permukaan yang telanjang. Kelainan kongenital dinding perut ini mungkin disertai kelainan bawaan lain yang memperburuk prognosis.

F. Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan prenatal
Apabila terdiagnosa omphalokel pada masa prenatal maka sebaiknya dilakukan informed consent pada orang tua tentan; keadaa.n janin, resiko tehadap ibu, dan prognosis. Informed consent sebaiknya melibatkan All kandungan, ahli anak dan ahli bedah anak. Keputusan akhir dibutuhkan guna perencanaan dan penatalaksanaan berikutnya bempa melanjutkan kehamilan atau mengakhiri kehamilan. Bila melanjutkan kehamilan sebaiknya dilakukan abservasi melaui pemeriksaan USG berkala juga ditentukan tempat dan cara melahirkan. Selama kehamilan omphalokel mungkin berkurang ukurannya atau bahkan nzptur sehingga mempengaruhi pronosis

2. Penatalaksanan postnatal (setelah kelahiran)
Penatalaksannan postnatal meliputi penatalaksanaan segera setelah lahir (immediate postnatal), kelanjutan penatalakasanaan awal apakah berupa operasi atau nonoperasi (konservatif) dan penatalaksanaan postoperasi. Secara umum penatalaksanaan bayi dengan omphalokele dan gastroskisis adalah hampir sama.
Bayi sebaiknya dilahirkan atau segera dirujuk ke suatu pusat yang memiliki fasilitas perawatan intensif neonatus dan bedah anak. Bayi-bayi dengan omphalokel biasanya mengalami lebih sedikit kehilangan panas tubuh sehingga lebih sedikit kehilangan panas tubuh sehingga lebih membutuhkan resusitasi awal cariran dibanding bayi dengan gastrokisis.

Penatalaksanaan segera bayi dengan omphalokel adalah sbb:
1. Tempatkan bayi pada ruangan vang asaeptik dan hangat untuk mencegah kehilangan cairan, hipotermi dan infeksi.
2. Posisikan bayi senyaman mungkin dan lembut untuk menghindari bayi menagis dan air swallowing. Posisi kepala sebaiknya lebih tinggi untuk memperlancar drainase.
3. Lakukan penilaian ada/tidaknva distress respirasi yang mungkin membutuhkan alai bantu verltilasi seperti intubasi endotrakeal. Beberapa macam alat bantu ventilasi seperti mask tidak dianjurkan karena dapat menyebabkan masuknya udara kedalam traktus gastrointestinal
4. Pasang pipa nasogastrik atau pipa orogastrik untuk mengeluarkan udara dan cairan dari sistem usus sellinop dapat mencegah muntah, mencegah aspirasi, mengurangi distensi dan tekanan (dekompresi) dalam sistem usus sekaligus mengurangi tekanan intra abdomen, demikian pula perlu dipasang rectal tube untuk irigasi dan untuk dekompresi sistem usus.
5. Pasang kateter uretra untuk mengurangi distensi kandung kencing dan mengurangi tekanan intra abdomen.
6. Pasang jalur intra vena (sebaiknva pada ektremitas atas) untuk pemberian cairan dan nutrisi parenteral sehingga dapat menjaga tekanan intravaskuler dan menjaga kehilangan protein vang mun(jkin terjadi karena ganggLlan sistem usus, dan untuk pemberian antibitika broad spektrum.
7. Lakukan monitoring dan stabilisiasi suhu, status asam basa, cairan dan elektrolit.
8. Pemeriksaan darah lain seperti fungsi ginal, glukosa dan hematokrit perlu dilakukan guna persiapan operasi bila diperlukan
9. Fvaluasi adanya kelainan kongenital lain yang ditunjang oleh pemeriksaan rongent thoraks dan ekhokardiogram.
10. Bila bayi akan dirujuk sebaiknya bayi ditempatkan dalam suatu inkubator hangat dan ditambah oksigen

3. Penatalaksanaan nonnoperasi (konservatif)
Penatalaksanaan omphalokel secara konservatif dilakukan pada kasus omphalokel besar atau terdapat perbedaan yang besar antara volume organ-organ intraabdomen yang mengalami herniasi atau eviserasi dengan rongga abdomen seperti pada giant omphalocele atau terdapat status klinis bayi yang buruk sehingga ada kontra indikasi terhadap operasi atau pembiusan seperti pada bayi¬bayi prematur yang memiliki hyaline membran disease atau bayi yang memiliki kelainan kongenital berat yang lain seperti gagal jantung. Pada giant ornphalocele bisa terjadi hernias] dari seluruh organ-organ intraabdomen dan dinding abdomen berkernbang sangat buruk, sehingga sulit dilakukan penutupan (operasi/repair) secara primer dan dapat mernbahayakan bayi. Beberapa All, walaupun demikian, perllah mencoba rnelakukan operasi pada giant otnphalocele secara primer dengan moditikasi dan berhasil. Tindakan nonaperatif secara sederhana dilakukan dengan dasar merangsang epitelisasi dari kanton- atau selaput. Suatu saat setelah -ranulasi terbentuk maka dapat dilakukan skin graft yang nantinya akan terbentuk hernia ventralis yang akan dinepair pada waktu kemudian dan setelah status kardiorespirasi membaik.
Beberapa obat yang biasa digunakan untuk merangsang epitelisasi adalah 0.25% merbromin (mercurochrome), 0,25% silver nitrat, silver sulvadiazine dan povidone iodine (betadine). Obat-obat tersebut merupakan agen antiseptik yang pada awalnya memacu pembentukan eskar bakteriostatik dan perlahan-lahan akan 'terangsang epitelisasi. Obat tersebut berupa krim dan dioleskan pada permukaan selaput atau kantumg dengan elastik dressing yang sekaligus secara perlahan dapat menekan dari mengurangi isi kantong.
Tindakan nonoperatif lain dapat berupa penekanan secara eksternal pada kanong. Beberapa material yang biasa digunakan ialah Ace wraps, Velcro binder, in poliamid mesh yang dilekatkan pada kulit. Glasser (2003) menyatakan bahwa tinakan nonoperatif pada omphalokel memerlukan waktu yang lama, membutuhkan nutrisi yang banyak dan angka metabolik yang tinggi serta omphalokel dapat ruptur sehingga dapat menimbulkan infeksi organ-organ abdomen.

Indikasi terapi non bedah adalah:
1. Bayi dengan ompalokel raksasa (giant ornphalocele) dan kelainan penyerta yang mengancam jiwa dimana penanganannva harus didahulukan daripada umphalokel ya
2. Neonatus dengan kelainan yang menimbulkan komplikasi bila dilakukan pembedahan.
3. Bayi dengan kelainan lain vang berat yang sangat mempengaruhi daya tahan hidup.

4. Penatalaksanaan dengan operasi
Tujuan mengembalikan organ visera abdomen ke dalam rongga abdomen dan menutup defek. Dengan adanya kantong yang intak, tak diperlukan operasi emergensi, sehingga seluruh pemeriksaan fisik dan pelacakan kelainan lain yang mungkin ada dapat dikerjakan. Keberhasilan penutupan primer tergantung pada ukuran defek serta kelainan lain yang mungkin ada (misalnya kelainan paru) Tujuan operasi atau pembedahan ialah memperoleh lama ketahanan hidup yang optimal dan menutup defek dengan cara mengurangi herniasi organ-organ intraabomen, aproksimasi dari kulit dan fascia serta dengan lama tinggal di RS yang pendek. Operasi dilakukan setelah tercapai resusitasi dan status hemodinamik stabil. Operasi dapat bersifat darurat bila terdapat ruptur kantong dan obstruksi usus.
Operasi dapat dilakukan dengan 2 metode yaitu primary closure (penutupan secara primer atau langsung ) dan staged closure (penutupan secara bertahap). Standar operasi balk pada primary ataupun staged closure yang banyak dilakukan pada sebagiaan besar pusat adalah dengan membuka dan mengeksisi kantong. Organ-organ intraabdomen kemudian dieksplorasi, dan jika ditemukan malrotasi dikoreksi.
a. Primary Closure
Primary closure merupakan treatment of choice pada omphalokel kecil dan medium atau terdapat sedikit perbedaan antara volume organ-organ intraabdomen yang mengalami herniasi atau eviserasi dengan rongga abdomen. Primary closure biasanya dilakukan pada omphalokel dengan diameter defek < 5-¬6 cm. Operasi dilakukan dengan general anestesi dengan obat-obatan blok neuromuskuler.
Mula-mula hubungan antara selaput dengan kulit serta fascia diinsisi dan vasa-vasa umbilkus dan urakus diidentitikasi dan diligasi. Selaput kemudian dibuang dan organ-organ intraabddomen kemudian diperiksa. Sering defek diperlebar agar dapat diperoleh suatu insisi linier tension free dengan cara memperpanjang irisan 2 -s cm ke superior dan inferior.
Kemudian dilakukan manual strecthing pada dinding abdomen memutar diseluruh kuadran abdomen. Manuver tersebut dilakukan hati-hati agar tidak mencederai liver atau ligamen. Kulit kemudiaan dideseksi atau dibebaskan terhadap fascia secara tajam. Fascia kernudian ditutup dengan jahitan interuptus begitu pula pada kulit. Untuk kulit juga dapat digunakan jahitan subkutikuler terutama untuk membentuk umbilikus (umbilikoplasti) dan digunakan material yang dapat terabsorbsi Standar operas] ialah dengan mengeksisi kantong dan pada kasus giant omphalocele biasanva dilakukan tindakan konservatif dahulu.

b. Staged closure
Pada kasus omphalokel besar atau terdapat perbedaan yang besar antara volume organ-organ intraabdomen yang mengalami herniasi atau eviserasi dengan rongga abdomen seperti pada giant omphalocele, dapat dilakukan tindakan konservatif Cara tersebut ternyata memakan waktu yang lama, membutuhkan nutrisi yang banyak dan beresiko terhadap pecahnya kantong atau selaput sehingga dapat timbul infeksi. Juga pada keadaan tertentu selama operasi, ternyata tidak semua pasien dapat dilakukan primary closure.

F. Penanganan pascaoperasi
Hiperalimentasi perifer dianjurkan pada hari ke-2 atau ke-3 pascaoperasi atau jika penutupan kulit dapat dicapai, hiperalimentasi sentral is inserted. Resiko sepsis meningkat saat kateter sentral terpasang pada bayi dengan pemasangan silastic.Konsekuensinya pada bay] ini tidak ada alternatif selain alimentasi perifer. Gastrostomi meningkatkan resiko infeksi. KonsekLrensinya lambung didrainase den-an kateter plastik kecil. Ftmgsi usus pada bayi den-an omphaloke) adalah tertunda. Disfungsi usus membutu}ikan waktu lama untuk normal, dari 6 mingou sampai beberapa bulan. Dalam waktu kurang dari 2 mingau pasca penutupan primer, mereka jarang toleransi penuh dengan makanan oral
Pemantauan selarna operasi haruslah dilanjutkan setelah operas], terrnasuk pemberiaan antibiotik dan nutrisi. Pemberian antibitoik berfunosi mencegah infeksi seperti selulitis dan biasanya dilanjutkan sampai gejala peradangan mereda atau selama terpasang material prostetik. Fungsi usus biasanya akan kembali setelah 2-3 liar] dari waktu primary closure sehingga nutrisi enteral awal dapat diberikan.8 Pada staged repair, total perenteral nutrisi ('TPN) diberikan lebih larna lagi sampai dengan fungsi usus kembali normal. Glasser (2003) menyebutkan bahwa fungsi usus akan cepat kembali normal jika peradangan rnereda5 Akibat awal operasi dapat terjadi kenaikan tekanan intraabdomen yang berakibat menurunnya aliran vena kava (venous return) ke jantung dan menurunnya kardiac output. Selain itu diafragma dapat terdorong ke rongga thoraks yang menyebabkan naiknya tekanan air-way dan beresiko terjadinya barotrauma dan insutisiensi paru. Keadaan itu semua dapat menimbulkan hipotensi, iskemia usus, gangguan respirasi (ventilasi) serta gagal ginjal. Termasuk dart komplikasi awal operasi adalah timbulnya obtruksi intestinal, NEC, infeksi yang dapat berakibat sepsis, juga dapat terjadi kegagalan respirasi yang menyebabkan pasien tergantung pada ventilator yang lama sehingga timbul pneumonia. Wakhlu A (2000) melaporkan dari kasusnya bahwa obstruksi usus dapat disebabkan karena adhesi usus dengan jaringan fibrous pada penutupan skin flap. NEC dapat disebabkan karena iskemia usus karena volvulus atau karena tekanan intraabdomen yang meningkat.5 Infeksi biasanya terjadi pada staged closure dimana terdapat pemaparan luka berulang dan penggunaan material prostetik. Komplikasi lanjut dari operasi termasuk hernia ventralis dan lambatnya pertumbuhan anak