Minggu, 13 Juni 2010

Cara Pemeriksaan SADARI

Menurut Sarwono (1999, 473) cara SADARI :
1. Perhatikan dan amati:
a. Perhatikan dengan teliti payudara anda di muka cermin tanda berpakaian, dengan kedua lengan lurus ke bawah.
b. Perhatikan bila ada benjolan atau ada perubahan bentuk pada payudara.
c. Amati dengan teliti, sebab anda sendirilah yang mengenal tubuh anda.
d. Angkatlah kedua lengan lurus ke atas dan ulangi periksa seperti di atas.
2. Dengan kedua siku mengarah ke samping tekanlah telapak tangan anda yang satu kuat-kuat pada yang lain. Cara ini akan menegangkan otot-otot dada anda dan perubahan-perubahan seperti cekungan (dekok) dan benjolan akan lebih kelihatan.
3. Tindakan berikutnya :
a. Berbaringlah dengan tangan kanan di bawah kepala
b. Letakkanlah bantal kecil di bawah punggung kanan
c. Raba seluruh permukaan payudara kanan dengan gerakan pada keterangan
d. Perhatikan bila ada benjolan yang mencurigakan
4. Cara meraba
a. Rabalah dengan tiga ujung jari tengah yang dirapatkan
b. Lakukan gerakan memutar dengan tekanan lembut tetapi mantap dimulai dari pinggir dengan mengikuti arah putaran jarum jam.
5. Lakukan hal yang sama seperti di atas tetapi dengan tangan kiri di bawah  kepala, sedang tangan kanan meraba payudara kiri anda.
6. Lakukan pada kedua payudara
Pencetlah pelan-pelan daerah sekitar puting dan amatilah apakah keluar cairan yang tidak normal (tidak biasa).
7. Bagilah payudara menjadi 4 bagian, ¼ atas dekat axilla. Beri perhatian khusus karena di tempat tersebut sering ditemukan tumor payudara 
2.2.6 Hasil pemeriksaan SADARI
1. Melihat sendiri perubahan payudara
a. Terjadi pigmentasi kulit payudara (perubahan warna, bertambah hitam atau menjadi putih). 
b. Perubahan letak putting susu (retraksi puting susu).
c. Perubahan kulit payudara menjadi keriput.
d. Puting susu mengeluarkan cairan darah.
e. Pergerakan payudara terbatas, artinya saat menggerakkan tangan payudara tidak ikut bergerak.
f. Terdapat luka atau ulkus pada payudara
Pada waktu melihat payudara dapat menggunakan cermin sehingga mudah terlihat perubahan.
2. Meraba payudara sendiri
Meraba payudara untuk mengetahui benjolan adalah sebagai berikut :
a. Menemukan benjolan pada payudara 
- Bagaimana pergerakan benjolan dengan sekitarnya
- Saat meraba apakah terasa nyeri
- Di bagian mana terdapat benjolan
b. Memijat puting payudara
- Apakah terdapat pengeluaran cairan
- Apakah dibawah puting payudara terdapat tumor 
- Bagaimana pergerakan puting payudara
3. Pemeriksaan ketiak
a. Apakah terdapat benjolan pada ketiak
b. Bagaimana pergerakan tumor tersebut
c. Bagaimana perubahannya

Pengetahuan Remaja tentang SADARI

Di dunia, kematian akibat kanker diperkirakan sekitar 4,3 juta pertahun 2,3 juta diantaranya ditemukan dinegara berkembang, sedangkan jumlah penderita baru sekitar 3,9 juta per tahun dan terdapat di negara berkembang sekitar 3 juta (Hidayati, 2001: 195).
Di negara maju insiden kanker payudara 87 per 100.000, angka kematiannya kira-kira 27 per 100.000 (Tambunan 1995 : 26). Di antara tumor ganas ginekologi kanker payudara menduduki tempat nomor 2 dari insiden semua tipe kanker di Indonesia. Data terbaru berdasarkan penelitian pada 13 laboratorium patologi anatomi di Indonesia menempatkan kanker serviks diurutan pertama dengan per evaluasi 18,62% disusul kanker payudara 11,22% dan kanker kulit 8,03% (Hidayati 2001 : 197). Secara statistik di Amerika dan juga di Indonesia 95% dari semua tumor/kanker payudara ditemukan oleh penderita itu sendiri (Ramli, 2000 : 75).
Dewasa ini di Indonesia penyakit kanker dirasakan semakin menonjol, hal ini dapat dilihat dari sebagai laporan rumah sakit yang menyebutkan penyakit kanker cenderung menjadi salah satu penyebab utama kematian pada usia produktif. Survei kesehatan rumah tangga (SKRT) menunjukan proporsi penyebab kematian karena kanker semakin meningkat dari 1,3% pada tahun 1976 menjadi 3,4% pada tahun 1980, 4,3% pada tahun 1986 dan 4,8% pada tahun 1992.
Kira-kira sepertiga dari penyakit kanker dapat ditemukan cukup dini untuk dapat disembuhkan. Di bagian bedah FKUI/RSCM selama tahun 1971 – 1978 dari 735 kasus penderita payudara 267 (40%) masih merupakan kasus yang dapat dioperasi. Selama tahun 1988 sampai dengan 1996 dari 566 kasus kanker payudara 185 (32,6%) masih menunjukan kasus-kasus yang bisa diatasi.
Masa remaja merupakan suatu periode rentan kehidupan manusia yang sangat kritis karena merupakan tahap transisi dari masa kanak-kanak kemasa dewasa. Pada tahap ini sering kali remaja tidak menyadari bahwa suatu tahap perkembangan sudah dimulai, namun yang pasti setiap remaja akan mengalami suatu perubahan baik fisik, emosional maupun sosial (Dianawati, 2003: 25).
Pada masa remaja berlangsung proses-proses perubahan fisik maupun perubahan biologis yang dalam perkembangan selanjutnya berada di bawah kontrol hormon-hormon khusus. Pada wanita, hormon-hormon ini bertanggung jawab atas permulaan proses ovulasi dan menstruasi, juga pertumbuhan payudara. Pada masa ini sudah seharusnya para remaja putri mulai memperhatikan perubahan yang ada pada dirinya, juga halnya dengan payudara dan kesehatannya. Payudara merupakan estetika kaum wanita dan daya tarik seksual yang utama sejak dahulu kala di dalam bermacam-macam masyarakat, payudara wanita merupakan fokus obyek seni. Tetapi di zaman dan kebudayaan beberapa tahun belakangan ini ada sambutan hangat terhadap pemberian ASI dengan segala keuntungannya bagi ibu maupun bayinya. Dengan seluruh aktifitas di dalam payudara sehubungan dengan perkembangan dalam kehidupan seorang wanita dan juga perubahan siklus yang biasa disebabkan oleh periode menstruasi teratur, sebaiknya semua wanita bermawas diri terhadap masalah yang mungkin timbul pada payudara, sebaiknya pemeriksaan dapat dimulai dari waktu remaja dengan pemeriksaan yang rutin dan teratur untuk mendeteksi tanda-tanda dini persoalan payudara merupakan kebiasaan sangat baik yang harus dilakukan sejak dini. Seorang remaja putri dapat memeriksa payudara sendiri (SADARI) pada saat mandi dengan perabaan untuk mengetahui adanya benjolan pada payudara. Bagi banyak wanita saat sebuah benjolan sudah nampak dengan jelas, kemungkinannya  bahwa benjolan tersebut adalah kanker, maka seseorang mungkin telah kehilangan waktu yang berharga untuk memulai pengobatan sedini mungkin. Jadi hal yang  bijaksana adalah memeriksa payudara kita secara teratur pada selang waktu yang tertentu. Dengan cara ini, kelainan yang terkecil sekalipun dapat ditemukan dan langkah-langkah aktif untuk perngobatan dapat dimulai sedini mungkin (Gilbert, 1996: 41).

Manajemen Terpadu Balita Sakit MTBS

Derajat kesehatan merupakan pecerminan kesehatan perorangan, kelompok, maupun masyarakat yang digambarkan dengan umur harapan hidup, mortalitas, morbiditas, dan status gizi masyarakat. Sehat dapat mencakup pengertian yang sangat luas, yakni bukan saja bebas dari penyakit tetapi juga tercapainya keadaan kesejahteraan baik fisik, sosial dan mental (Profil Kesehatan Propinsi Lampung, 2005).
Derajat kesehatan yang optimal akan dilihat dari unsur kualitas hidup serta unsur-unsur mortalitas yang memengaruhinya, yaitu morbiditas dan status gizi. Untuk kualitas hidup, yang digunakan sebagai indikator adalah angka harapan hidup waktu lahir (Lo). Sedangkan untuk mortalitas telah disepakati lima indikator yaitu angka kematian bayi (AKB) per 1000 kelahiran hidup, angka kematian balita (AKABA) per 1000 kelahiran hidup, angka kematian pneumonia pada balita per 1000 balita, angka kematian diare pada balita per 1000 balita per 1000 balita dan Angka Kematian Ibu melahirkan (AKI) per 1000 kelahiran hidup (Profil Kesehatan Propinsi Lampung, 2005).
Menurut Susenas 2001 Angka Kematian Balita di Indonesia sebesar 68 per 1000 kelahiran hidup, maka 340 ribu anak meninggal pertahun sebelum usia lima tahun dan diantaranya 155 ribu adalah bayi sebelum berusia satu tahun. Dari seluruh kematian tersebut sebagian besar disebabkan oleh infeksi saluran pernapasan akut, diare dan gangguan perinatal/neonatal (Manajemen Terpadu Balita Sakit Modul-1 Depkes RI, 2004).
Dari data hasil survei dapat digarisbawahi bahwa pneumonia, diare, malaria, campak dan gizi buruk merupakan masalah kesehatan yang membutuhkan penanganan yang intensif. Dewasa ini cara-cara yang cukup efektif untuk menurunkan angka kematian bayi dan balita akibat penyakit tersebut. WHO dan UNICEF memperkenalkan 1 set pedoman terpadu yang menjelaskan secara dini penanganan penyakit-penyakit tersebut. Selanjutnya dikembangkan paket pelatihan untuk melatih proses manajemen terpadu balita sakit kepada tenaga kesehatan yang bertugas menangani anak sakit. Metode ini dikenal dengan Manajemen Terpadu Balita Sakit (Manajemen Terpadu Balita Sakit Modul-1, 2004).

Tingkat Kecemasan Ibu dalam Menghadapi Persalinan

Dalam rencana strategi nasional Making Pregnancy Safer (MPS), disebutkan bahwa visi rencana pembangunan kesehatan menuju Indonesia Sehat 2010 adalah kehamilan dan persalinan di Indonesia berlangsung aman serta bayi yang akan dilahirkan hidup sehat, dengan misinya menurunkan kesakitan dan kematian maternal dan neonatal melalui pemantapan sistem kesehatan di dalam menghadapi persalinan yang aman.
Perawatan antenatal yang teratur dapat menurunkan secara mendasar mortalitas dan morbiditas Ibu dan anak, perawatan antenatal yang memadai juga dapat mengurangi risiko dalam persalinan.
Risiko dalam persalinan yang sering dijumpai yaitu perpanjangan dari kelahiran bayi, partus lama, hal ini tidak terlepas dari faktor-faktor yang mempengaruhi persalinan yaitu : power, passage, passenger, psikis, penolong.
Faktor psikis dalam menghadapi persalinan merupakan faktor yang sangat mempengaruhi lancar tidaknya proses kelahiran.  Dukungan yang penuh dari anggota keluarga penting artinya bagi seorang Ibu bersalin terutama dukungan dari suami sehingga memberikan support moril terhadap Ibu (Kartini Kartono,  1986 : 192).
Namun demikian faktor psikis selama ini belum mendapatkan perhatian oleh penolong persalinan, hal ini sesuai dengan pendapat (Kartini Kartono) yang menyatakan bahwa para dokter dan bidan hampir-hampir tidak mempunyai waktu untuk memperhatikan kondisi psikis wanita tersebut, sebab mereka biasanya disibukkan oleh faktor-faktor somatis (jasmaniah).  Pada umumnya para dokter dan bidan menganggap tugas mereka telah selesai apabila bayinya sudah lahir dengan selamat dan ibunya tidak menunjukkan tanda-tanda patologis (Kartini Kartono, 1986).
Sejalan dengan hal tersebut, di masyarakat paradigma persalinan masih menganggap persalinan itu merupakan pertaruhan hidup dan mati, sehingga wanita yang akan melahirkan mengalami ketakutan-ketakutan, khususnya takut mati baik bagi dirinya sendiri ataupun bayi yang akan dilahirkannya (Kartini Kartono,  1986:190). 
Melihat fenomena di atas, menunjukkan bahwa proses persalinan selain dipengaruhi oleh faktor passage, passanger, power dan penolong, faktor psikis juga sangat menentukan keberhasilan persalinan.  Dimana kecemasan atau ketegangan, rasa tidak aman dan kekhawatiran yang timbul karena dirasakan terjadi sesuatu yang tidak menyenangkan tapi sumbernya sebagian besar tidak diketahui dan berasal dari dalam (intra psikis) dapat mengakibatkan persalinan menjadi lama/partus lama atau perpanjangan Kala II (Depkes RI Pusdiknakes).

Pengetahuan dan Pendidikan Ibu Tentang Balita

Pembangunan kesehatan dilaksanakan berlandaskan pada kemampuan dan kekuatan sendiri suatu bangsa, dalam mengatasi masalah-masalah kesehatannya sehingga setiap upaya kesehatan yang dijalankan harus mampu membangkitkan dan mendorong peran serta masyarakat dalam meningkatkan derajat kesehatannya.  Pada masa otonomi daerah salah satu strategi yang harus dijalankan adalah empowerment atau pemberdayaan masyarakat. Pemberdayaan masyarakat adalah peningkatan prakarsa dan terbangunnya kemandirian kolektif masyarakat yang bermuara menumbuhkan masyarakat madani (civil society) dan menciptakan peluang untuk ketahanan berlanjut (sustaining capacity) bagi masyarakat (Konsep Pengembangan Posyandu Plus, 1999).
Dengan program pembangunan kesehatan, maka pemerintah mencanangkan Indonesia Sehat 2010, yang salah satu sasaranya adalah menurunkan Angka Kematian Balita (AKABA). Angka Kematian Balita (0-< 5 tahun) adalah  jumlah kematian anak umur 0-< 5 tahun per 1000 kelahiran hidup. AKABA menggambarkan tingkat permasalahan kesehatan anak dan faktor-faktor lain yang berpengaruh terhadap kesehatan anak balita seperti gizi, sanitasi, penyakit infeksi dan kecelakaan. Estimasi angka kematian balita di Indonesia yang dihitung dari data Badan Pusat Statistik menunjukan penurunan yang cukup berarti pada tahun 1995 angka kematian balita (AKABA) adalah 75 per 1000 kelahiran hidup, pada tahun 1997 angka kematian balita (AKABA) adalah 43 per 1000 kelahiran hidup.  Menurut hasil SDKI 2002-2003 angka kematian balita 64 per 1000 kelahiran hidup. Angka ini belum mencapai target 58 per 1.000 kelahiran hidup (Dinas Kesehatan Propinsi Lampung, 2005).
Pada tahun 1983,  berdasarkan Instruksi bersama Menteri Kesehatan dan Kepala BKKBN No. 06/Menkes/Inst/1981-22/HK010/1981 dan No. 264/MenkesInst/ VI/1983-26/HK-011/E-3/1983, bentuk keterpaduan pelayanan KB-Kesehatan mulai dioperasionalkan. Ditingkat desa, kegiatan keterpaduan KB-Kesehatan diwujudkan dalam bentuk Pos Pelayanan Terpadu atau lebih dikenal dengan Posyandu (Konsep Pengembangan Posyandu Plus, 1999).
Posyandu adalah suatu forum komunitas alih teknologi dan pelayanan kesehatan masyarakat oleh dan untuk masyarakat yang mempunyai nilai strategis dalam mengembangkan sumber daya manusia sejak dini.  Posyandu adalah pusat kegiatan masyarakat dalam upaya pelayanan kesehatan dan Keluarga Berencana  (Nazrul Effendi, 1998).  Posyandu dikembangkan dari pos-pos pelayanan yang telah ada, yang dikelola oleh masyarakat sendiri, seperti pos penimbangan balita, pos KB, dan pos Imunisasi (Konsep Pengembangan Posyandu Plus, 1999).
Menurut Departemen Kesehatan RI tahun 2004, jumlah Posyandu mencapai 242.124 unit, namun hanya 40% yang menjalankan fungsinya dengan baik. Ini mengakibatkan cakupan Posyandu masih rendah, cakupan untuk balita di bawah 50% (www.google.com, Harian Kompas, 8 September 2005). aJumlah Posyandu yang telah berhasil diaktifkan kembali kini mencapai 42.221 unit di seluruh tanah air (www.google.com, Pidato Kenegaraan Presiden RI, Jakarta, 16 Agustus 2006).

Gifted Plus

Istilah gifted plus kini banyak digunakan untuk anak-anak gifted yang mempunyai kesulitan ganda (dual exceptional), yaitu yang mempunyai komorbiditas dengan gangguan lainnya. Komorbiditas adalah suatu gangguan (diagnosa) yang menyertai suatu keadaan (diagnosa) lain. Pada anak-anak gifted, gangguan lain yang menyertainya terbanyak adalah gangguan hiperaktivitas dan gangguan konsentrasi (ADD/ADHD) dengan berbagai gangguan ikutan dari diagnosa ADD/ADHD ini seperti tic, ODD (Opposan Deviant Disorder), OCD (Obsessive Compulsive Disorder), Bi-polar, dan sebagainya. 
Komorbiditas pada anak-anak gifted ini sangat sulit diidentifikasi, karena dengan kecerdasannya yang sangat baik itu, ia mampu mengkamuflase (masking) atau menutupi gangguan yang disandangnya (McCoach, 2004). Akibat komorbiditasnya ini, menjadikan prestasinya tidak menetap, di samping itu  si anak yang sangat rentan terhadap berbagai situasi yang mampu menyulut masalah yang disandangnya akan semakin parah. Kesulitan pengidentifikasian dan membedakan antara anak gifted yang memang mempunyai komorbiditas, dengan anak gifted yang giftednessnya tak terlayani sehingga memunculkan masalah seperti penyandang ADD/ADHD (karena reaksinya keluar/ekstrovert dan agresive) atau autisme (karena reaksinya ke dalam/introvert-menarik diri), bisa dirasakan oleh para orang tua dan guru, karena pada umumnya gejala keduanya hampir sama. Umumnya kemudian anak-anak ini lebih sering dikelompokkan sebagai penyandang ADD/ADHD atau autisme dan mendapatkan treatment sebagai ADD/ADHD atau autisme, yang tentu saja kurang tepat.  
Pengalaman mendeteksi dan menangani  anak-anak seperti ini di Indonesia dirasa masih luar biasa langka, bahkan dapat dikatakan tidak bisa mendapatkan ahli kependidikan (orthopedagog) yang mempunyai spesialisasi dalam bidang ini. Terhadap anak-anak ini juga belum ada sekolah yang mampu menanganinya.

Berat Badan Ibu Hamil

Visi Indonesia Sehat 2010 adalah ditetapkannya misi pembangunan kesehatan yang salah satunya adalah mendorong kemandirian masyarakat untuk hidup sehat, dengan sasaran meningkatkan jumlah penduduk mengkonsumsi makanan dengan gizi yang seimbang sehingga untuk meningkatkan percepatan perbaikan derajat kesehatan masyarakat dengan salah satu program unggulannya yaitu program perbaikan gizi (Dep.Kes RI,1993).
Sebagian besar atau 50% penduduk Indonesia saat ini dapat dikatakan tidak sakit akan tetapi juga tidak sehat, umumnya disebut kekurangan gizi. Kejadian kekurangan gizi pada ibu hamil berdampak pada kemungkinan resiko tinggi untuk melahirkan bayi dengan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR), meningkatnya kemungkinan pre eklamsi, perdarahan antepartum, dan komplikasi obstetrik lainnya selain meningkatnya angka kematian ibu, angka kematian perinatal, angka kematian bayi, angka kematian balita, serta rendahnya umur harapan hidup (Dep.Kes. RI, 2004). 
Angka kematian ibu maternal berguna untuk menggambarkan tingkat kesadaran perilaku hidup sehat, status gizi dan kesehatan ibu, kondisi kesehatan lingkungan, tingkat pelayanan kesehatan terutama untuk ibu hamil, waktu melahirkan dan masa nifas. Hasil Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) 2002-2003. Angka kematian ibu sebesar 307 (0,307%) per 100.000 kelahiran hidup. Provinsi Lampung terdapat sebanyak 145 (0,88%) kasus dari 165.347 kelahiran hidup. Jumlah AKI di Kota Metro pada tahun 2005 ini ada sebanyak 2 (0,072%) kasus per 2.801 kelahiran hidup. Kota Metro sebagai wilayah dengan kasus terkecil AKI tetap saja mengalami peningkatan kejadian dibandingkan dengan tahun sebelumnya (Dinas Kesehatan Provinsi Lampung, 2005). 
Berdasarkan hasil Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) pada periode 2002-2003, tingkat kematian perinatal adalah 24 per 1000 kelahiran (Kodim, 2007). Salah satu faktor utama yang berpengaruh terhadap kematian perinatal dan neonatal adalah Berat Badan Lahir Rendah (kurang dari 2500 gram). BBLR dibedakan dalam 2 kategori yaitu : BBLR karena prematur (usia kandungan kurang dari 37 minggu) atau BBLR karena Intrauterine Growth Retardasion (IUGR), yaitu bayi lahir cukup bulan tapi berat badannya kurang. Terdapat BBLR dengan IUGR karena ibu berstatus gizi buruk, anemia, malaria, dan menderita penyakit menular seksual (PMS) sebelum konsepsi atau pada saat hamil di negara berkembang (Dep.Kes. RI, 2003). 
Hasil survey Gangguan Akibat Kekurangan Yodium (GAKY) pada tahun 2003 menunjukkan sebesar 16,7% Wanita Usia Subur (WUS) di Indonesia memiliki risiko Kurang Engergi Kronik (KEK). Provinsi Lampung tercatat sebesar 14,43% WUS yang mempunyai resiko KEK (Dep.Kes. RI, 2003).
Kehamilan merupakan masa penyesuaian tubuh terhadap perubahan fungsi tubuh yang menyebabkan peningkatan kebutuhan akan nutrisi. Terdapat berbagai laporan penelitian yang menunjukkan adanya kaitan erat antara status gizi ibu hamil dan anaknya yang dikandung yaitu bahwa status gizi ibu hamil mempengaruhi tumbuh kembang janin yang dikandung. Makanan ibu sangat penting diperhatikan agar kebutuhan nutrisi ibu dan anak dapat terpenuhi secara optimal. Faktor-faktor yang mempengaruhi berat badan ibu hamil dapat dilihat dari Indeks Quetelet (Indeks Q), asupan gizi, dan komplikasi atau penyakit yang menyertai ibu selama kehamilan (Samsudin, 1986). 
Indikator pemenuhan gizi ibu hamil dapat diukur dengan Indeks Quetelet (Indeks Q). Indeks Q menekankan pada keseimbangan berat badan dalam kilogram dibagi dengan dua kali tinggi badan dalam meter. Kenaikan berat badan adalah salah satu indeks yang dapat dipakai sebagai ukuran untuk menentukan status gizi wanita hamil (Rose-Neil, 1991). 
Asupan gizi sangat menentukan kesehatan ibu hamil dan janin yang dikandungnya. Makanan yang dikonsumsi terdiri dari susunan menu seimbang, yaitu yang lengkap dan sesuai kebutuhan. Asupan makanan ibu hamil meningkat seiring dengan bertambahnya usia kehamilan sehingga dapat mempengaruhi pola kenaikan berat bdan ibu selama kehamilan (Huliana, 2001).

Eklampsi dan Preeklampsi

Pre eklampsi dan eklampsi merupakan komplikasi kehamilan dan persalinan yang ditandai dengan peningkatan tekanan darah, protein urin dan edema, yang kadang-kadang disertai komplikasi sampai koma. Sindroma pre eklampsi ringan seperti hipertensi, edema, dan proteinuria sering tidak diperhatikan, sehingga tanpa disadari dalam waktu singkat dapat timbul pre eklampsi berat, bahkan eklampsi (Prawirohardjo, 2002 : 282).
Pre eklampsi dan eklampsi berdampak pada ibu dapat memperburuk fungsi beberapa organ dan  sistem, yang diduga merupakan akibat vasospasme dan iskemia plasenta. Vasospasme mengurangi suplai oksigen ke organ-organ tubuh dan dapat menyebabkan hipertensi arterial. Keadaan ini sangat berpengaruh pada ginjal, hati, otak, dan plasenta. Spasme arterial menyebabkan retina mata mengecil, dan jika terjadi perdarahan, dapat menimbulkan kebutaan (Pillitteri, 2002 : 908). Edema yang terjadi pada otak dapat menimbulkan kelainan serebral dan gangguan visus, bahkan perdarahan (Mochtar, 1998 : 200). Komplikasi ini yang merupakan penyebab utama kematian maternal penderita eklampsi (Prawirohardjo, 2002 : 296). Berdasarkan Survey Kesehatan Rumah Tangga tahun 2001, eklampsi merupakan penyebab kematian ibu kedua yaitu sebesar 24% setelah perdarahan (28%),  dan infeksi (11%)  (Depkes RI, 2004 : 17). Di Provinsi Lampung, eklampsi juga menduduki urutan kedua sebesar (18,75%) setelah perdarahan (50,69%) (Depkes Provinsi Lampung, 2005 : 59). Angka ini masih relatif tinggi jika dibandingkan dengan angka kematian ibu di negara-negara berkembang yang disebabkan oleh eklampsi yaitu sekitar 9,8-25,5% (Prawirohardjo, 2002 : 297).
Dampak pre eklampsi pada janin dapat menyebabkan gangguan pertumbuhan yang bisa mengakibatkan berat bayi lahir rendah (Bennett, 1993 : 312). Keadaan ini terjadi karena spasmus arteriola spinalis decidua menurunkan  aliran darah yang menuju ke plasenta,  yang mengakibatkan gangguan fungsi plasenta (Mochtar, 1998 : 200, dan Prawirohardjo, 2002 : 285). Selain itu, menurunnya fungsi plasenta dapat meningkatkan kejadian hipoksia janin pada masa kehamilan dan persalinan. Kerusakan plasenta yang masih ringan akan mengakibatnya hipoksia janin, dan jika kerusakan lebih parah, dapat terjadi kematian janin dalam kandungan (Bennett, 1993 : 312). Kematian, janin karena pre eklampsi mencapai 10% dan meningkat menjadi 25% pada eklampsi (Pilliteri, 2002 : 73).
Penyebab terjadinya eklampsi sampai saat ini belum diketahui dengan pasti, tetapi ditemukan beberapa faktor resiko terjadinya pre eklampsi, yaitu primigravida usia <20 tahun atau > 35 tahun, nullipara, kehamilan ke lima atau lebih,  kehamilan pertama dari pasangan yang baru, usia ibu kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun, gemelli / kehamilan ganda, kehamilan multiple,  molahidatidosa,  Hidramnion, Diabetes gestasional, riwayat penyakit ibu seperti; hipertensi kronis,  hipertensi esensial, penyakit ginjal, penyakit hati, diabetes mellitus, adanya riwayat keluarga dengan pre eklampsi, sosial ekonomi rendah, ibu yang bekerja, pendidikan yang kurang, faktor ras dan etnik, obesitas dengan indeks masa tubuh lebih dari atau sama dengan 35 kg/m², dan lingkungan /letak geografis yang tinggi (Chapman, 2006 : 162, Cunningham, 2005 : 630, Manuaba, 1998 : 35, 41, Bennett, 1993 : 310, Pillitteri, Prawirohardjo, 2002 : 287, dan Varney, 1997 : 360).
Sindroma pre eklampsi dapat dicegah dan dideteksi secara dini. Pemeriksaan antenatal yang teratur dan yang secara rutin mencari tanda-tanda pre eklampsi, sangat penting dalam usaha pencegahan pre eklampsi berat dan eklampsi. Ibu hamil yang mengalami pre eklampsi perlu ditangani dengan segera. Penanganan ini dilakukan untuk menurunkan angka kematian ibu dan anak. (Prawirohardjo, 2002 : 282).
Frekuensi kejadian  pre eklampsi menurut the National Center for Health Statistics pada tahun 1998 adalah 3,7% dari seluruh kehamilan (Cunningham, 2005 : 625). Frekuensi pre eklampsi untuk tiap negara berbeda-beda karena banyak faktor yang mempengaruhinya. 

10 Makanan Penurun Kadar Kolesterol

Banyak cara untuk menurunkan kadar kolesterol. Obat berbahan kimia terhitung efektif menurunkan kolesterol. Tapi tentu saja ada efek samping. Anda bisa mencoba menurunkan kadar kolesterol dengan cara alami. Ada sejumlah makanan yang bisa menurunkan kadar Low-Density Lipoproptein (LDL) alias kolesterol jahat yang menyebabkan plak di pembuluh darah, dan meningkatkan High-Density Lipoprotein (HDL) alias kolesterol baik yang bisa dimanfaatkan tubuh untuk mengolah vitamin yang larut di dalam lemak. Untuk menurunkan kadar LDL, Anda harus mengurangi asupan lemak jenuh. Lemak jenuh biasanya ditemukan di produk hewani, misalnya daging, susu, krim, mentega, dan keju. Ada juga lemak jenuh yang berasal dari nabati misalnya santan, minyak kelapa, dan lemak nabati. Namun banyak juga makanan yang mengandung lemak tidak jenuh sehingga sangat efektif menurunkan kadar kolesterol.

1. Kacang kedelai
Kacang kedelai dan turunannya, alias kedelai yang sudah diolah misalnya menjadi tahu, tempe, susu kedelai, dan tepung kedelai mengandung isoflavon, yaitu zat yang bisa menekan LDL. Tapi ingat, meski nikmat tahu dan tempe bisa tidak efektif menurunkan kolesterol bila diolah dengan sembarangan. Misalnya, digoreng dengan minyak jelantah atau dicampur santan. Sebab, santan dan minyak goreng adalah sumber lemak jenuh. Badan Pengawas Obat dan Makanan Amerika Serikat (FDA) menganjurkan untuk mengonsumsi sedikitnya 25 gram protein kedelai per hari untuk menurunkan kadar kolesterol.

2. Kacang-kacangan
Kacang adalah sumber serat larut yang sangat tinggi. Mengonsumsi serat larut bisa mengurangi kolesterol. Mengonsumsi kacang seperti buncis, kacang merah, kacang panjang secara teratur selama enam minggu bisa mengurangi kadar kolesterol sebanyak 10%.

3. Ikan Salmon
Ikan salmon sangat baik karena mengandung asam Omega-3 yang bisa menurunkan LDL dan trigiserilda serta meningkatkan HDL. Salmon mengandung EPA dan DHA yang baik untuk kesehatan jantung. The American Heart Association merekomendasi paling tidak dua porsi per minggu untuk mendapatkan manfaat maksimal. Selain salmon, ikan tuna, trout, sarden, makerel, dan hering juga baik.

4. Alpukat
Alpukat adalah sumber lemak tidak jenuh yang bisa meningkatkan level HDL. Sayangnya, alpukat tinggi kalori, sehingga harus dikombinasikan dengan sayur-sayuran yang bisa menekan kalori. Satu buah alpukat berukuran sedang mengandung 300 kalori dan 30 gram lemak tidak jenuh sedangkan kebutuhan tubuh manusia normal adalah 1.800 kalori dan 30 gram lemak tidak jenuh per harinya.

5. Bawang Putih
Sejak ribuan tahun lalu, bawang putih sudah dipercaya mengandung banyak zat yang baik untuk kesehatan manusia. Bangsa Mesir Kuno memakai bawang putih untuk meningkatkan stamina. Di masa modern, bawang putih dipakai untuk menurunkan kolesterol, mencegah pembekuan darah, menurunkan tekanan darah, dan melindungi tubuh dari infeksi. Hasil penemuan paling mutakhir, bawang putih bisa mencegah partikel kolesterol menempel di dinding pembuluh darah.

6. Bayam
Bayam mengandung banyak lutein. Lutein adalah zat penting yang bisa menjaga kesehatan dan ketajaman fungsi mata. Lutein juga ternyata bisa menjaga kesehatan jantung karena bisa mencegah lemak menempel di pembuluh darah. Dianjurkan, memakan bayam setiap hari sekitar setengah mangkuk untuk hasil maksimal.

7. Margarin
Beberapa jenis margarin bisa menurunkan kadar kolesterol. Misalnya margarin dari minyak biji bunga kanola

8. Mede, Almon, dan Kenari
Lemak tak jenuh tunggal, di dalam kacang mede, almon, dan kenari adalah bahan makanan rendah lemak yang baik untuk kesehatan jantung. Kacang-kacangan itu juga mengandung vitamin E, magnesium, dan phytochemical yangterkait erat dengan kesehatan jantung. Sayangnya, seperti alpukat, kacang-kacang ini sangat tinggi protein. Jadi, jangan rakus makan kacang agar manfaatnya benar-benar maksimal.

9. Teh
Teh, mau diminum dingin atau panas, sama saja manfaatnya. Teh mengandung antioksidan yang bisa membuat pembuluh darah rileks sehingga terhindar dari pembekuan darah.
Antioksidan di dalam teh, yaitu flavonoid bisa mencegah oksidasi yang menyebabkan LDL menumpuk di pembuluh darah. Menikmati segelas teh setiap hari bisa memenuhi kebutuhan antioksidan.

10. Cokelat
Cokelat ternyata sehat. Tentu saja, cokelat yang dicampur terlalu banyak susu mengandung terlalu banyak lemak. Jadi, pilihlah cokelat hitam atau pahit. Cokelat sehat karena mengandung banyak antioksidan dan flavanoid. Cokelat putih, tidak mengandung zat itu sehingga kurang sehat dikonsumsi. Kandungan flavanoid cokelat bervariasi tergantung di mana cokelat itu tumbuh dan proses pengolahannya.

Rahasia dibalik Sebuah Ciuman

Hampir semua orang dapat dipastikan mengenal dan mengetahui apa itu ciuman dan bagaimana berciuman, tapi apakah Anda tahu bahwa ciuman itu baik? atau malah buruk? Bagaimana sih orang Jepang berciuman? kalo orang Nigeria? Di bawah ini ada berbagai hal unik dan lucu soal ciuman yang mungkin Anda belum pernah tahu (sebelum membaca artikel ini tentunya!)

  1. Berciuman menggerakkan 29 otot wajah, dengan kata lain, dengan berciuman, anda akan lebih muda, karena mencegah kerutan di wajah!
  2. Pasangan yang berciuman saling menukarkan zat seperti lemak, mineral, dan protein pada saat berciuman. Hal ini akan mendorong pembuatan antibodi, yang akan digunakan untuk melawan berbagai macam penyakit. Jadi berciuman itu ekstra sehat!
  3. 66 persen pasangan menutup mata saat berciuman, sedangkan sisanya sangat menikmati bagaimana emosi menjalari wajah pasangan mereka.
  4. Menurut statistik Amerika, seorang wanita akan mencium setidaknya 80 orang laki laki sebelum akhirnya menikah
  5. Ciuman romantis akan membakar 2-3 kalori, sementara French Kiss akan membuang 5 kalori, dengan kata lain, semakin sering anda berciuman, semakin banyak kalori anda terbakar.
  6. Sensitifitas bibir 200 kali lebih tinggi daripada jari anda!
  7. Para pria yang mencium istrinya sebelum berangkat kerja, akan memiliki usia 5 tahun lebih lama, sedangkan pria yang hanya menutup pintu ternyata lebih cenderung terlibat masalah kecelakaan di jalan.
  8. Berciuman penuh gairah selama 90 detik akan mengangkat tekanan darah dan meningkatkan detak jantung. Hal ini juga akan meningkatkan level hormon dalam darah, jadi akan menambah usia 1 menit! Mau panjang umur? Sering-sering berciuman ya!
  9. French Kiss adalah tipe ciuman yang disebut sebagai ‘jembatan jiwa’, dalam ciuman tipe ini, bukan hanya bibir yang bergerak, tapi lidah juga lho!
  10. Pada saat orang eskimo saling bertemu, mereka tidak hanya sekedar menggesekkan hidung. Pada saat hidung bertemu, bibir juga terbuka. Pada saat ini mereka akan menarik napas dalam-dalam dan menghembuskannya kuat-kuat. Dengan cara ini mereka akan menikmati aroma tubuh masing-masing pasangan.
  11. PDA (Public Display of Affection), termasuk berciuman, biasanya kurang diterima di Jepang, Taiwan, Cina dan Korea (juga di negara kita kan). Di Jepang, sebelum berciuman, mereka harus menjaga jarak, saling membungkuk, barulah kemudian berciuman di bibir selama sedetik!
  12. Tubuh mereka yang berciuman akan memproduksi suatu zat yang memiliki kekuatan 200 kali lipat morfin. Oleh karena inilah, mereka yang berciuman seringkali merasa kebahagiaan dan kegembiraan yang luar biasa.
  13. Berciuman bikin anda rileks dan mengurangi stress! Anda stress? Cium dong rekan kerja Anda
  14. Sepanjang hidupnya, manusia rata-rata menghabiskan waktu selama dua minggu untuk berciuman
  15. Ciuman selama satu menit akan menghabiskan 26 kalori dalam tubuh anda!
  16. 50% orang di dunia ini, pertama kali merasakan ciuman penuh cinta di bawah 14 tahun