Rabu, 26 Mei 2010

Adaptasi Psikologi pada Masa Reproduksi

MASA NIFAS :
Masa nifas adalah suatu masa dimana tubuh menyesuaikan baik fisik maupun psikologis terhadap proses melahirkan yang lamanya kurang lebih 6 minggu. Selain itu pengertian masa nifas adalah masa mulainya persalinan sampai pulihnya alat-alat dan anggota badan yang berhubungan dengan kehamilan/persalinan (Ahmad Ramli. 1989).
Dari dua pengertian di atas kelompok meyimpulkan bahwa masa nifas adalah masa sejak selesainya persalinan hingga pulihnya alat-alat kandungan dan anggota badan serta psikososial yang berhubungan dengan kehamilan/persalinan selama 6 minggu.
Dalam proses adaptasi pada masa postpartum terdapat tiga metode yang meliputi ”immediate puerperineum” yaitu 24 jam pertama setelah melahirkan, ”early puerperineum” yaitu setelah 24 jam hingga 1 minggu, dan ”late puerperineum” yaitu setelah satu minggu sampai 6 minggu postpartum.

Perubahan fisiologis terjadi sejak hari pertama melahirkan. Adapun perubahan fisik yang terjadi adalah :
Sistem kardiovaskuler
Sebagai kompensasi jantung dapat terjadi bradikardi 50-70 x/menit, keadaan ini dianggap normal pada 24-48 jam pertama. Penurunan tekanan darah sistolik 20 mmHg pada saat klien merubah posisi dari berbaring ke duduk lebih disebabkan oleh reflek ortostatik hipertensi. 

Perubahan sistem urinarius
Selama masa persalinan trauma pada kandung kemih dapat mengakibatkan edema dan mengurangi sensitifitas kandung kemih. Perubahan ini dapat terjadi sebagai akibat peregangan yang berlebihan dan pengosongan kandung kemih yang tidak tuntas.

Perubahan sistem gastro intestinal
Keadaan gastro intestinal kembali berfungsi ke keadaan semula setelah satu minggu post partum. Konstipasi terjadi akibat penurunan motilitas usus, kehilangan cairan tubuh dan rasa tidak nyaman di daerah perineum, penggunaan enema pada kala I dan penurunan tonus otot abdominal.

Keadaan muskuloskletal
Pada masa kehamilan otot abdomen meregang sedemikian rupa dikarenakan pembesaran uterus yang mengakibatkan otot abdomen melemas dan kendor sehingga teraba bagian otot-otot yang terpisah disebut diastasis recti abdominis.

Perubahan sistem endokrin
Perubahan sistem endokrin di sini terjadi penurunan segera kadar hormon esterogen dan progesteron. Hormon prolaktin pada masa laktasi akan meningkat sebagai respon stimulasi pengisapan puting susu ibu oleh bayi.

Perubahan pada payudara
Payudara dapat membengkak karena sistem vaskularisasi dan limfatik di sekitar payudara dan mengakibatkan perasaan tegang dan sakit. Pengeluaran air susu ke duktus lactiferus oleh kontraksi sel-sel mioepitel tergantung pada sekresi oksitosin dan rangsangan pengisapan puting susu oleh bayi.

Perubahan uterus
Involusi uterus terjadi setelah melahirkan. Tinggi fundus uteri pada saat plasenta lahir 1-2 jam setinggi 1 jari di atas pusat, 12 jam setelah melahirkan tinggi fundus uteri pertengahan pusat dan sympisis, pada hari kesembilan uterus tidak teraba lagi. Bersama dengan involusi uteri ini teraba terdapat pengeluaran lokhea. Lokhea pada hari ke 1-3 berwarna merah muda (rubra), pada hari ke 4-9 warna coklat/pink (serosa), pada hari ke 9 warna kuning sampai putih (alba).

Perubahan dinding vagina
Segera setelah melahirkan dinding vagian tampak edema, memar serta rugae atau lipatan-lipatan halus tidak ada lagi. Pada daerah perineum akan tampak goresan akibat regangan pada saat melahirkan dan bila dilakukan episiotomi akan menyebabkan rasa tidak nyaman.

Adaptasi psikologi ibu 
Menjadi orang tua merupakan suatu krisis tersendiri dan harus melewati masa transisi. Masa transisi pada postpartum yang harus diperhatikan perawat adalah :

Honeymoon 
Adalah fase setelah anak lahir dan terjadi kontak yang lama antara ibu, ayah dan anak. Masa ini dapat dikatakan sebagai psikis honeymoon yang memerlukan hal-hal romantis.

 Bonding attachment/ikatan kasih
Dimulai sejak dini begitu bayi dilahirkan. Bonding adalah suatu istilah untuk menerangkan hubungan antara ibu dan anak, sedangkan attachment adalah suatu keterikatan antara orangtua dan anak. Peran perawat penting sekali untuk memikirkan bagaimana hal tersebut dapat terlaksana. Partisipasi suami dalam proses persalinan merupakan suatu upaya untuk meningkatkan ikatan kasih tersebut. 

Perubahan fisiologis pada klien postpartum akan diikuti oleh perubahan psikologis secara simultan sehingga klien harus beradaptasi secaramenyeluruh. Menurut klasifikasi Rubin terdapat tiga tingkat psikologis klien setelah melahirkan adalah :

”taking in”
Suatu periode dimana ibu hanya berorientasi pada kebutuhan diri sendiri, tingkah laku klien pasif dengan berdiam diri, tergantung pada orang lain. Ibu belum mempunyai inisiatif untuk kontak dengan bayinya, dia sangat membutuhkan orang lain untuk membantu, kebutuhannya yang utama adalah istirahat dan makan. Selain itu ibu mulia menerima penganlamannya dalam melahirkan dan menyadari bahwa hal tersebut adalah nyata, periode ini berlangsung 1-2 hari. Menurut Gottible, pada fase ini ibu akan mengalami ”proses mengetahui/menemukan” yang terdiri dari :

Identifikasi
Ibu mengidentifikasi bagian-bagian dari bayi, gambaran tubuhnya untuk menyesuaikan dengan dengan yang diharapkan/diimpikan.
Relating (menghubungkan)
Ibu mengambarkan bayinya mirip dengan anggota keluarga yang lain

Menginterpretasikan
Ibu mengartikan tingkah laku bayi dan kebutuhan yang dirasakan. Pada fase ini dikenal dengan istilah ”finger tie touch”

Taking hold
Periode dimana terjadi perpindahan dari keadaan ketergantungan ke keadaan mandiri. Perlahan-lahan tingkat energi klien meningkat merasa lebih nyaman dan mulai berfokus pada bayi yang dilahirkan. Klien lebih mandiri, dan pada akhirnya mempunyai inisiatif untuk merawat dirinya, mampu untuk mengontrol fungsi tubuh, fungsi eleminasi dan memperhatikan aktifitas yang dilakukannya setiap hari. Jika ibu merawat bayinya, maka ia harus memperhatikan kualitas dan kuantitas dari produksi ASI. Selain itu, ibu seharusnya tidak hanya mengungkapkan keinginannya saja akan ktetapi harus melakukan hal tersebut, misalnya keinginan berjalan, duduk, bergerak seperti sebelum melahirkan. Di sini juga klien sangat antusias merawat bayinya. Pada fase ini merupakan saat yang tepat untuk memberikan pendidikan perawatan diri dan bayinya. Pada saat ini perawat mutlak memberikan semua tindakan keperawatn seperti halnya menghadapi kesiapan ibu menerima bayi, petunju-petunjuk yang harus idiikuti tentang bagaimana mengungkapkan dan bagaiman mengaturnya. Perawat harus berhati-hati dalam memberikan instruksi dan tidak memaksakan kehendaknya sendiri. Pabila klien merasa tidak mampu berbuat seperti yang diperbuat oleh perawat maka perawat harus membantu ibu dalam melaksanakan kegiatan/tugas yang teleh didemonstrasikan dan memberi pujian untuk setiap tindakan yang tepat.

Bila ibu sudah merasakan lebih nyaman maka ibu sudah masuk dalam tahap kedua ”maternal touch”, yaitu ”total hand contact” dan akhirnya pada tahap ketiga yang disebut ”envolding”. Dan periode ini berlangsung selama 10 hari.

”Letting go” 
Pada fase ini klien sudah mampu merawat dirinya sendiri dan mulai disibukkan tanggung jawabnya sebagai ibu. Secara umum fase ini terjadi ketika ibu kembali ke rumah.

Post partum blues
Pada fase ini terjadi perubahan kadar hormon esterogen dan progesteron yang menurun, selain itu klien tidak siap dengan tugas-tugas yang harus dihadapinya. Post partum blues biasanya terjadi 6 minggu setelah melahirkan. Gejala yang tampak adalah menangis, mudah tersinggung, gangguan nafsu makan, gangguan pola tidur, dan cemas.


Bila keadaan ini berlangsung lebih dari 2 minggu dan klien tidak mampu menyesuaikan diri dengan tuntutan tugasnya maka keadaan ini dapat menjadi serius yang dikenal sebagai post partum depresi.

Adaptasi psikologis ayah
Respon ayah pada masa sesudah klien melahirkan tergantung keterlibatannya selama proses persalinan, biasanya ayah akan merasa lelah.
Adaptasi psikologis keluarga

Kehadiran bayi baru lahir dalam keluarga menimbulkan perubahan peran dan hubungan dalam keluarga tersebut, misalnnya anak yang lebih besar menjadi kakak, orang tua menjadi kakek/nenek, suami dan isteri harus saling membagi perhatian. Bila banyak anggota keluarga yang membantu merawat bayi, maka keadaan tidaklan sesulit dengan tidak ada yang membantu, sementara klien harus ikut aktif melibatkan diri dalam merawat bayi dan membantu rumah tangga.
Depresi dapat berlangsung berbulan-bulan, minim setelah berakhirnya masa nifas atau 40 hari.
Selain karena faktor hormonan, faktor psikososial bisa memicu terjadinya depresi. Sebenarnya gejala depresi cukup beragam, tapi biasanya ada tiga gejala utama yang menyertai. Yaitu perasaan sedih, tidak memiliki energi, dan tidak bisa merasakan kesenangan.

Gejala lain yang dapat timbul kemudian seperti susah tidur, perasaan putus asa dan bisa mempengaruhi nafsu makan. Dengan demikian, paling tidak dapat mengandalikan emosi dalam diri. Langkah ini, setidaknya dapat mengeliminir faktor resiko terjadinya depresi. Untk cara mengaatasinya bergantung berat ringan depresi. Depresi ringan dapat diatasi tanpa pengobatan. Biasanya akan pulih sendiri setelah 5-6 minggu. Sementara depresi berat bisa diatasi dengan pemberian obat-obatan anti depresan.

Psikoterapi juga menjadi langkah penting demi pemulihan depresi. Tindakan supportive dan psikiater akan membantu meringankan beban penderita. Yaitu memdengarkan segala problem dan keluhan pasien. Kemudian menganalisa persoalan dan memberikan dukungan. Dukungan pertama terutama harus diberikan suaminya. Sebab orang lain terdekat pada saat itu adalah suaminya.
Di samping itu juga bisa dilakukan cognitive behavior teraphy untuk mengubah kognitif penderita. Dengan terapi ini diharapakan semua pandangan-pandangan pasien dapat kembali seperti semula. 
Karena jika depersi paska persalinan ini tidak ditangani sejak dini bisa berkembang menjadi depresi berat. Repotnya untuk memulihkan bisa memakan waktu berbulan-bulan, selain itu bayi akan menjadi terlantar. Sebab perasaan tidak berdaya membuat ibu enggan memberikan ASI pada bayinya, padahal pemberian ASI saat baru lahir sangatlah penting.

Pengkajian
1. Aktivitas/istirahat
Insomnia mungkin teramati 
2. Sirkulasi
Episode diaforetik lebih sering terjadi pada malam hari
3. Integritas ego
Peka rangsang, takut/menangis (postpartum blues sering terlihat kira-kira tiga hari setelah melahirkan)
4. Eliminasi
Diuresis di antara hari ke-2 dan ke-5
5. Makanan/cairan
Kehilangan nafsu makan mungkin dikeluhkan pada sekitar hari ke-3
6. Nyeri/ketidaknyamanan
Nyeri tekan payudara/pembesaran dapat terjadi di antara hari ke-3 sampai ke-5 pascapartum.
7. Seksualitas
Uterus 1 cm di atas umbilikus pada 12 jam setelah kelahiran, menurun kira-kira selebar jari setiap harinya. Lokhia rubra berlajut sampai hari ke-2-3, berlajut menjadi lokhia serosa dengan aliran tergantung pada posisi (misal rekumben vs ambulasi berdiri) dan kativitas (misalnya menyusui) 
8. Payudara
Produksi kolosterum 48 jam pertama, berlajut pada susu matur, biasanya pada hari ke-3, mungkin lebih dini tergantung kapan menyusui dumilai.


Diagnosa keperawatan
1. Menyusui berhubungan dengan tingkat pengetahuan, pengalaman sebelumnya, usia gestasi bayi, tingkat dukungan, struktur/karakteristik fisik payudara ibu. 
Tujuan :
Mengungkapkan pemahaman tentang proses /situasi menyusui, mendemonstrasikan teknik efektif dari menyusui, menunjukkan kepuasan regimen menyusui satu sama lain.
Intervensi :
Kaji pengetahuan dan pengalaman klien tentang menyusui sebelumnya
Rasional :
Membantu dalam mengidentifikasi kebutuhan saat ini dan mengembangkan rencana perawatan
Tentukan sistem pendukung yang tersedia pada klien, dan sikap pasangan/keluarga 
Rasional :
Mempunyai dukungan yang cukup meningkatkan kesempatan untuk pengalaman menyusui dengan berhasil
Berikan informasi verbal dan tertulis mengenai fisiologi dan keuntungan menyusui, perawatan puting dan payudara, kebutuhan diet khusus dan faktor-faktor yang memudahkan atau mengganggu keberhasilan menyusui 
Rasional :
Membantu menjamin suplai susu adekuat, mencegah puting pecah dan luka, memberikan kenyamanan, dan membuat peran ibu menyusui.
Rasional :
Posisi yang tepat biasanya mencegah luka puting, tanpa memperhatikan lamanya menyusui
Identifikasi sumber-sumber yang tersedia di masyarakat yang sesuai indikasi, misalnya Program Kesehatan Ibu dan Anak (KIA)
Rasional :
Pelayanan ini mendukung pemberian ASI melalui pendidikan klien dan nutrisional

Resiko tidak efektif koping individual berhubungan dengan krisis maturasional dari kehamilan/mengasuh anak dan melakukan peran ibu dan menjadi orang tua (atau melepaskan untuk adopsi), kerentanan personal, ketidakadekuatan sistem pendukung, persepsi tidak realistis 

Tujuan :
Mengungkapkan ansietas dan respon emosional, mengidentifikasi kekuatan individu dan kemampuan koping pribadi, mencari sumber-sumber yang tepat sesuai kebutuhan
Intervensi :
Kaji respon emosional klien selam pranatal dan periode inpartum dan persepsi klien tentang penampilannya selama persalinan 
Rasional :
Terhadap hubungan langsung antara penerimaan yang positif akan peran feminim dan keunikan fungsi feminim serta adaptasi yang positif terhadap kelahiran anak, menjadi ibu dan menyusui
Anjurkan diskusi oleh klien/pasangan tentang persepsi pengalaman kelahiran
Rasional :
Membantu klien/pasangan bekerja malalui proses dan memperjelas realitas dari pengalaman fantasi
Keji terhadap gejala depresi yang fana (perasan sedih pasca partum) pada hari ke-2 sampai ke-3 pascapartum (misalnya ansietas, mengangis, kesedihan, konsentrasi yang buruk dan depresi ringan atau berat)
Rasional :
Sebanyak 80% ibu-ibu mengalami depresi sementara atau perasan emosi kecewa setelah melahirkan
Evaluasi kemampuan koping masa lalu klien, latar belakang budaya, sistem pendukung, dan rencana untuk bantuan domestik pada saat pulang
Rasional membantu menkaji kemampuan klien untuk mengatasi stres
Berikan dukungan emosional dan bimbingan antisipasi untuk membantu klien mempelajari peran baru dan strategi untuk koping terhadap bayi baru lahir 
Rasional :
Ketrampilan menjadi ibu/orang tua bukan secara insting tetapi harus dipelajari
Anjurkan pengungkapan rasa bersalah, kegagalan pribadi atau keragu-raguan tentang kemampuan mejadi orang tua
Rasional :
Membantu pasangan mengevaluasi kekuatan dan area masalah secara realistis dan mengenali kebutuhan terhadap bantuan profesional yang tepat
Kolaborasi dalam merujuk klien/pasangan pada kelompok pendukung menjadi orang tua, pelayanan sosial, kelompok komunitas atau pelayanan perawat berkunjung
Rasional :
Kira-kira 40 % wanita dengan depresi pascapartum ringan mempunyai gejala-gejala yang menetap sampai satu tahun dan dapat memerlukan evaluasi lanjut

Kurang pengetahuan mengenai perawatan diri dan perawatan bayi berhubungan dengan kurang pemajanan/mengingat, kesalahan interpretasi, tidak mengenal sumber-sumber

Tujuan :
Mengungkapkan berhubungan dengan pemahaman perubahan fisiologis, kebutuhan individu, hasil yang diharapkan, melakukan aktivitas/prosedur yang perlu dan menjelaskan alasan-alasan untuk tindakan 
Intervensi :
Pastikan persepsi klien tentang persalinan dan kelahiran, lama persalinan dan tingkat kelelahan klien
Rasional :
Terhadap hubungan antara lama persalinan dan kemampuan untuk melakukan tanggung jawab tugas dan aktivitas perawatan diri/bayi
Kaji kesiapan klien dan motivasi untuk belajar
Rasional :
Periode pascanatal dapat merupakan pengalaman positif bila penyuluhan yang tepat untuk membantu pertumbuhan ibu, maturasi dan kompetensi
Berikan informasi tentang perawatan diri, termasuk perawatan perineal dan higiene, perubahan fisiologis
Rasional :
Membantu mencegah infeksi, mempercepat pemulihan dan penyembuhan dan berperan pada adaptasi yang positif dari perubahan fisik dan emosional 
Diskusikan kebutuhan seksualitas dan rencana untuk kontrasespi
Rasional :
Pasangan mungkin memerlukan penjelasan mengenai ketersediaan metode kontrasepsi dan kenyataan bahwa kehamilan dapat terjadi bahkan sebelum kunjungan minggu ke-6

Resiko terhadap pertumbuhan koping keluarga berhubungan dengan kecukupan pemenuhan kebutuhan-kebutuhan individu dan tugas-tugas adaptif, memungkinkan tujuan aktualisasi diri muncul ke permukaan
Tujuan :
Mengungkapkan keinginan untuk melaksanakan tugas-tugas yang mengarah pada kerjasama dari anggota keluarga baru, mengekspresikan perasaan percaya diri dan kepuasan dengan terbentuknya kemajuan dan adaptasi
Intervensi :
Kaji hubungan anggota keluarga satu sama lain
Rasional :
Perawat dapat membantu memberikan pengalaman positif di rumah sakit dan menyiapkan keluarga terhadap pertumbuhan melalui tahap-tahap perkembangan
Anjurkan pertisipasi seimbang dari orang tua pada perawatan bayi 
Rasional :
Flesibilitas dan sensitifitas terhadap kebutuhan keluarga membantu mengembangkan harga diri dan rasa kompeten dalam perawatan bayi baru lahir setelah pulang
Berikan bimbingan antisipasi mengenai perubahan emosi normal berkenaan dengan periode pascapartum
Rasional :
Membantu menyiapkan pasangan untuk kemungkinan perubahan yang mereka alami, menurunkan stres dan meningkatkan koping positif
Berikan informasi tertulis mengenai buku-buku yang dianjurkan untuk anak-anak (sibling) tentang bayi baru lahir
Rasional :
Membantu anak mengidentifikasi dan mengatasi perasaan akan kemungkinan penggantian atau penolakan
Kolaborasi dalam merujuk klien/pasangan pada kelompok orang tua pascapartum di komunitas
Rasional :
Meningkatkan pengetahuan orang tua tentang membesarkan anak dan perkembangan anak

Adaptasi Fisik dan Psikis Post Partum

Post partum adalah masa dimana tubuh menyesuaikan diri baik fisik maupun psikologis thd proses melahirkan. Dimulai satu jam setelah melahirkan sampai tubuh menyesuaikan secara sempurna.
Tujuan pengawasan adaftasi fisiologis dan psikologis pada klien post partum adalah :
1.Meningkatkan pemulihan fungsi tubuh
2.Meningkatkan istirahat dan kenyamanan klien
3.Meningkatkan hubungan bagi ortu
4.Memberikan kesempatan kepada ortu untuk memelihara bayinya
5.Klien dapat merawat diri sendiri dan bayinya secara efektip

ADAPTASI FISIOLOGIS DAN PSIKOLOGIS POST PARTUM
A.Adaptasi Fisiologis
Masa post partum dibagi tiga tahap :
1.Periode immediate post partum/kala IV ( dalam 1 jam pertama )
2.Periode early post partum ( minggu pertama )
3.Periode late post partum ( minggu kedua sampai keenam )

Potensial bahaya kebih sering terjadi pada periode immediate dan early post partum yaitu resiko terjadinya syok hipovolemia dan hemorrhage.Pada jam-jam dan hari-hari pertama setelah melahirkan hampir seluruh sistem tubuh mengalami perubahan secara drastis. Berat badan turun 7-8 kg, yaitu 5-6 kg karena lahirnya bayi, placenta dan air ketuban , 2 kg karena diuresis.

Adaptasi fisiologis tdd :
1.Tanda Vital
Suhu peroral pada 24 jam pertama setelah melahirkan kurang dari 38 derajat Celsius. Bila lebih selama dua hari atau sepuluh hari berturut-turut, harus dicurigai adanya sepsis puerpuralis, infeksi saluran kemih, endometriosis, mastitis atau infeksi lainnya.

2.Sistem Cardiovaskuler
a. Tekanan Darah
b. Tekanan darah tetap stabil. Terjadi penurunan tekanan sistolik 20 mmHg atau lebih pada saat klien berubah posisi dari terlentang ke posisi duduk. Hal ini menggambarkan Hipotensi Ortostatik, dan merupakan gangguan sementara pada kompensasi kardiovaskuler terhadap penurunan tekanan vaskuler pada panggul.
c. Berkeringat dan menggigil
d. Klien dpt menggigil segera setelah melahirkan, hal ini disebabkan karena instabilitas vasomotor, bila tidak disertai panas hal ini tidak berarti.
Untuk mengeluarkan jumlah cairan yg banyak, sisa-sisa pembakaran banyak dikeluarkan melalui keringat dan sering terjadi pada malam hari.
e. Komponen Perkemihan
f. Selama proses melahirkan kandung kemih mendapatkan trauma yg dapat mengakibatkan edema dan kehilangan sensitivitas terhadap cairan.
Perubahan ini dapat menyebabkan tekanan yg berlebihan dan pengosongan yg tidak sempurna dari kandung kemih. Biasanya klien mengalami ketidakmampuan buang air kecil 2 hari pertama setelah melahirkan. Penimbunan cairan dalam jaringan selama kehamilan dikeluarkan melalui diuresis, biasanya dimulai dalam 12 jam setelah melahirkan, akibat dari diuresis akan mengalami penurunan BB 2,5 kg pada periode early post partum

Hematuria pada early post partum menandakan adanya trauma pada kandung kemih waktu persalinan, selanjutnya dapat terjadi infeksi pada saluran perkemihan. Asetonuria dapat terjadi karena dehidrasi setelah persalinan lama.
4.Sistem Endokrin
Estrogen, progesteron dan kadar prolaktin menurun dengan cepat.
Kadar prolaktin pada yang meneteki akan meningkat k/ rangsangan isapan bayi.
Pada ibu yg meneteki menstruasi terjadi pada minggu ke 36 post partum, sedangkan yg tdk meneteki pada minggu ke 12 post partrum.

5.Sistem pencernaan
Pemulihan defekasi secara normal terjadi lambat dalam waktu 1 minggu. Hal ini disebabkan penurunan motilitas usus dan gangguan kenyamanan pada perineum. 

6.Sistem musculoskeletal
Otot-otot abdomen teregang secara bertahap selama kehamilan, mengakibatkan hilangnya kekenyalan otot, terlihat pada masa post partum.
Peregangan otot-otot pada dinding perut adalah pada muskulus rektus abdominis. Dinding perut sering lembek dan kendor. Akan kembali dalam ±6 minggu post partum.kurang lebih 


Dengan latihan pengembalian otot-otot kekeadaan semula akan lebih cepat. 

6.Organ Reproduksi
a. Involusi uteri
-Involusi uteri terjadi segera setelah melahirkan dan berlangsung cepat.
-Dalam 2 minggu kembali lagi ke rongga panggul dalam 6 minggu.

12 jam setelah melahirkan fundus uteri teraba 1 cm dibawah pusat, dalam 5-6 minggu kembali kedalam ukuran tidak hamil.

Penurunan uterus tergantung dari besarnya sel bukan dari banyaknya sel
b. Involusio tempat menempelnya placenta
Diameter area tempat placenta ± 8-9 cm. Perdarahan ditempat tsb dapat berhenti k/ tekanan pada jarinngan oleh kontraksi otot-otot uterus. Biasanya jaringan mengalami nekrosis dan lepas dalam waktu ± 6 minggu setelah melahirkan.

Proses tsb mengakibatkan tidak terjadi luka parut pada endometrium, yg dapat membatasi untuk implantasi berikutnya.
Kegagalan atau kelambatan penyembuhan dari tempat menempelnya placenta didebut “sub involusi tempat menempelnya placenta” dapat menyebabkan pengeluaran lokhea terus menerus, perdarahan pervagina tanpa nyeri.

d. Perubahan pada vagina
Kongesti pada dinding vagina berakibat sampai beberapa hari, rugae vagina mulai kembali dalam 3 minggu( tidak kembali seperti semula ). Labia mayora dan minora tampak teregang dan tidak licin.

e. Perubahan pada perineum
Bila dilakukan episiotomi pemulihan lebih lambat, tanpa atau dg episiotomi perineum mengalami edema dan kelihatan agar memar pada early post partum.

f. Afterpains
Umumnya terjadi pada multipara atau uterus yg sangat diregangkan seperti pada kelahiran kembar, dimana tonus uterus secara umum kurang baik, terjadi kontraksi uterus yg intermiten ( mirip dengan kram saat menstruasi ). Afterpains tidak dialami oleh primipara k/ tonus uterus masih baik.

B. ADAPTASI PSIKOLOGIS
Menjadi ortu merupakan suatu krisis dan melewati masa transisi.

Masa transisi yg pada post partum yg harus diperhatikan oleh perawat adalah fase honey moon

Fase honey moon adalah fase setelah anak lahir dimana terjadi intiminasi dan kontak yang lama antara ibu-ayah-anak. Hal tsb dapat dikatakan sbg psikis honey moon, dimana tidak memerlukan hal-hal yang romantis secara biologis. Masing-masing saling memperhatikan anaknya dan menciptakan hal yang baru.

Ikatan kasih ( bondingn & attachment ) terjadi pada kala IV, dimana diadakan antara ibu-ayah-anak, dan tetap dalam ikatan kasih.

Perubahan psikologis selama post partum menurut Rubin (1977) tdd :
1.Fase Taking In ( Periode tingkah laku ketergantungan )
Perhatian klien terutama terhadap kebutuhan dirinya, mungkin pasif dan tergantung berlangsung selama 1-2 hari. Klien tidak mengingninkan kontak dg bayinya tetapi bukan berarti tidak memperhatikan. Dalam fase ini yg diperlukan klien adalah informasi tentang bayinya, bukan cara merawat bayi.

2.Fase Taking Hold ( Periode antara tingkah laku mandiri dan ketergantungan )
Klien berusaha mandiri dan berinisiatif, perhatian lebih kepada kemampuan mengtasi fungdi tubuhnya, misalnya kelancaran BAK, BAB, melakukan berbagai aktifitas ; duduk, jalan, dan keinginan untuk belajar tentang perawatan dirinya sendiri dan bayinya.

Siklus Kesehatan Wanita pada Masa Konsepsi

Perkembangan biologis antara laki – laki dan perempuan ditentukan sejak masa konsepsi. Janin perempuan mempunyai dua kromosom X dari setiap orang tua. Janin laki – laki mempunyai kromosom X dan Y, kromosoms X dari ibu dan kromosom Y dari ayah. Sejak tujuh minggu masa depan konsepsi, organ seksualitas laki – laki mulai terbentuk karena pengaruh hormon estrogen. Dan pada waktu yang sama organ seksual perempuan mulai terbentuk karena kurangnya testeteron, bukan karena adanya hormone esterogen.
I. Sel telur ( Ovum )
Pertumbuhan embrional oogonium yang kelak menjadi ovum terjadi di genetalia ridge. Menurut umur wanita, jumlah oorganisme adalah :
a. Bayi baru : 750.000
b. Umur 6 – 15 tahun : 439.000
c. Umur 16 – 25 tahun : 159.000
d. Umur 35 – 45 tahun: 34.000
e. Masa menaupose : semua hilang.
Urutan pembuahan ovum ( oogenesis ) :
a. Oogonia
b. Oosit pertama ( Primary Oocyte )
c. Primary ovarian fillicel
d. Liquor folliculi
e. Pematangan pertama ovum
f. Pematangan kedua ovum pada waktu sperma mebuahi telur
II. Sel mani ( Sperma )
Sperma bentuknya seperti kecebong, terdiri atas kepala, berbentuk lonjong agak gepeng berisi inti ( nucleus ), leher yang menghubungkan kepala dengan bagian tengah, dan ekor, yang dapat bergetar sehingga sperma dapat bergerak dengan cepat. Panjang ekor sperma kira – kira 10x bagian kepala. Jumlah sperma yang dikeluarkan sekali membuahi berjuta – juta sel mani yang keluar.
Secara embrional, spermatogonium berasal darisel primitive tubilus testis. Setelah bayi laki – laki lahir, jumlah spematogenium yang ada tidak mengalami perubahan sampai masa akil baliq. Pada masa pubertas, dibawah pengaruh sel – sel interstisial leydig, sel – sel spermatogenium ini mulai aktif mengadakan mitosis dan terjadilah spermatogenesis.
Urutan pertumbuhan sperma ( spermatogenesis ) :
a. Spermatogenium, membelah dua
b. Spermatosid pertama, membelah dua
c. Spermatosid kedua, membelah dua
d. Spermatid, kemudian tumbuh menjadi
e. Spermatozoon ( sperma )
III. Pengertian Konsepsi
Suatu peristiwa penyatuan antara sel mani dengan sel telur didalam tuba falopi. Hanya satu sperma yang mengalami proses kapasitasi yang dapat melintasi zona pelusida dan masuk ke vitelus ovum. Setelah itu, zona pelusida mengalami perubahan sehingga tidak dapat dilalui oleh sperma. Konsepsi dapat terjadi, jika beberapa kriteria berikut di penuhi :
a. Senggama harus terjadi pada bagian siklus reproduksi wanita yang tepat.
b. Ovarium wanita harus melepaskan ovum yang sehat pada saat ovulasi.
c. Pria harus mengeluarkan sperma yang cukup normal dan sehat selama ejakulasi.
d. Tidak ada barier atau hambatan yang mencegah sperma mencapai penetrasi dan akhirnya membuahi ovum.
Konsepasi memiliki kemungkinan paling berhasil, jika hubungan seksual berlangsung tepat sebelum ovula. Sperma dapat hidup selama 3 – 4 hari didalam saluran genetalia wanita dan idealnya harus berada didalamtuba falopii saat ovulasi terjadi, karena ovum hanya bisa hidup selam 12 – 24 jam. Wanita dapat memprediksi ovulasi dengan memantau perubahan dalam tubuhnya. Misalnya, sekitar waktu ovulasi, serviks memendek, melunak dan sedikit berdilatasi. Salah satu indicator ovulasi yang paling kuat adalah status lender serviks yang menjadi transparan, licin, dan banyak ( Flynn, 1992 ). Lendir tersebut juga dapat direnggangkan, suatu materi yang disebut spinnbarkeit. Setelah ovulasi, lender kembali menjadi kental, lengket, dan jumlahnya menurun ( Norman, 1986 ). Tindakan lebih jauh yang dapat dilakukan wanita adalah mengobservasi suhu tubuh basalnya, yang meningkat sebesar 0,2 derajat celcius segera setelah ovulasi.
Sebelum sebuah sperma mampu mempenetrasi dan membuahi sebuah ovum, sperma harus menjalani sebuah proses yang disebut kapasitasi ( berlangsung kurang lebih 7 jam ). Pada proses ini membrane sperma menjadi rapuh ( fragile ) dan melepaskan enzim hidrolitik dari akrosom ( lapisan seperti helm yang menutupi kepala sperma ). Enzim ini ( hialuronidase dan proteinase ) harus mencerna korona radiata dan zona pelusida sebelum dapat mencapai membrane ovum. Walaupun banyak sperma terlibat dalam proses cerna ini, hanya satu sperma yang dibiarkan mempenetrasi ovum. Segera setelah satu sprema memasuki ovum, perubahan kimia terjadi. Perubahan kimia ini mula – mula mencegah sperma lain berfusi lebih jauh dengan membrane ovum dan pada akhirnya semua sperma yang tersisa dikeluar dari ovum.
Begitu sperma telah memasuki ovum, sperma sementara berada didalam sitoplasma perifer, sementara nucleus wanita menjadi matur dan jumlah kromosom wanita menurun dari 46 menjadi 23. Nucleus sperma menjadi membengkak dan saling mendekat sebagai pronukleus pria dan wanita saat terbentuk suatu “ kumparan “ diantara kedua nucleus tersebut membrane pronukleus kemudian rupture dan kromosom yang dibebaskan berkombinasi membentuk zigot. Pada waktu inilah fertilisasi ( pembuahan ) terjadi.
Waktu yang optimal untuk mulainya kehamilan adalah dalam 24 jam ovulasi. Koitus ( hubungan seksual ) selama 24 jam sebelum ovulasi akan menyediakan spermatozoa pada tuba falopii yang siap menerima kedatangan ovum. Dengan demikian penting bagi wanita mencoba untuk mengerti bahwa ia mengetahui perkiraan hari ovulasinya.
Metode berukit dapat dipergunakan untuk menilai hari ovulasi :
a. Metode kalender
Pencatatan sebaiknya dilakukan terus dalam satu periode paling tidak 6 bulan, yang mencatat hari pertama setiap periode menstruasi ( hari ke 1 keduanya darah mentruasi ) dan dengan demikian menghitung waktu ovulasi selama 15 hari sebelum periode khusus tersebut. Pada cara ini diperkirakan hari – hari pada bulan berikutnya kapan wanita akan menstruasi dan dengan demikianjuga dapat diperkirakan hari – hari kapan wanita tersebut berovulasi. Apabila mensttruasinya tidak teratur, maka penghitungan demikian tidak mungkun dilakukan.
b. Metode suhu
Pelepasan progesterone telah menyebabkan peningkatan suhu tubuh sampai 0,5 derajat Celsius. Suhu tubuh tersebut akan sedikit turun tepat sebelum mulainya ovulasi dan kemudian meningkat segera setelah ovulasi. System ini memerlukan pencetatan suhu mulut segera pada setiap bangun tidur pagi. Peningkatan suhu tubuh tersebut harus menetap dalam 24 jam untuk membuktikan bahwa telah terjadi ovulasi. Pemakaian metode ini mungkin dapat keliru karena kenaikan suhu dapat menunjukan adanya infeksi dan penurunan suhu tubuh kadang – kadang terjaid akibat dari pemberian obat misalnya aspirin.
c. Perubahan mucus serviks
Peningkatan kadar estrogen tepat sebelum ovulasi menyebabkan peningkatan sekresi serviks maupun pengurangan kekentalan ( vikositas ) sekresi tersebut. Karena sekresi merupakan bagian dari sekresi vagina maka perubahan dapat dikenal oleh wanita yang diharapkan dapat mengerti. Walaupun demikian, akan memerlukan waktu 2 atau 3 bulan lagi pasangan yang sebelumnya belum pernah mengetahui maknanya untuk memperhatikan hal ini.
IV. Tahap – Tahap Perkembangan Janin
a. Tahap perkembangan janin minggu 1 – 4
Minggu pertama :
• Stadium 1 : seltelur yang dibuahi
• Stadium 2 : hari ke 2 – 3, pembentukan alur. Diferensiasi menjadi sel – sel luar dan dalam pembelahan sel pertama langsung beralih kestadium kedua buah sel sementara diangkut menjadi saluran telur.
• Stadium 3 : blastokista bebas menjadi senyawa sehingga jumlah sel menjadi 32 – 58 buah dimulai pembentukan rongga blastokista. Hari ke 4 – 5 blatokista bebas. Embrioblast dan trofoblast rongga blatokista dilanjutkan dengan nidasi yang berlangsung selama kurang lebih satu minggu.
Minggu kedua : Implantasi
• Stadium 4 : implantasi blatokista dan krucut implantasi dalam selpaut lendir rahim.
• Stadium 5 : masuknya blatokista kedalam selaput lendir sampai awal peredaran uteroplasenta.
Minggu ketiga : blatokista trilaminar
• Stadium 6 : pembentukan mesoderm ekstra embrional dan reorganisasi rongga – rongga embrional dan terbentuk garis sederhana.
• Stadium 7 : timbauan korda
• Stadium 8 : terusan aksial
• Stadium 9 : lipatan kepala mulai terbentuk, jantung mulai berdenyut dan jonjot – jonjot karion mulai terapung bebas dalam darah ibu.
Minggu keempat :
• Perkembagan bentuk badan, mencakup stadium 10 – 13 pada awal minggu ke 4 jantung berdenyut, peredaran darah berfungsi, bumbung saraf menutup. Embrio melipatkan diri lepas dari kandung kuning telur.
• Diakhir minggu ke 4 gestasi, sel – sel embrio tumbuh dengan cepat tapi belum menyerupai manusia sesungguhnya.
• Perkembangan minggu ke 4 gestasi mencakup yang berikut :
- Panjang 0,75 – 1 mm ; berat 400 mg
- Pembentukan korda spinalis dan mulai menyatu digaris tengah back bant ( kepala menyentuh ekor ).
- Jantung mengalami rudimeter, tampak seperti gumpalan dipermukaan anterior.
- Gumpalan mirip lengan dan kaki
- Mata, telinga dan hidung mengalami rudimenten.
b. Tahap perkembangan janin minggu ke 5 – 8 : organogenesis
• Satium 14 : miotom – miotom
Panjang 5 – 7 mm, usia 31 – 35 hari, alur lensa menenggelamkan kedalam cawan mata. Duktus endolimfatikus bertunas keluar dari gelembung telinga. Lengkung kepala dan lengkung temgkuk sangat menonjol.
• Stadium 15 : topografi pembuluh – pembuluh darah
Panjang 7 – 9 mm, usia 35 – 38 hari, ectoderm menutup diatas gelembung lensa. Tepek penghidu membenankan diri menjadi suatu alur kecil. Terbentuk tepek telingga.
• Stadium 16 : tonjolan – tonjolan wajah
Panjang 8 – 11 mm, usia 37 – 42 hari. Pada embrio yang tidak difiksasi sudah mengalami pigmentasi. Benjolan – benjolan telinga tampak jelas. Sinus serviklis menutup. Telapak tangan amat jelas, telapak kaki samara – samar.
• Stadium 17 : gelembung – gelembung telenfesalon.
• Stadium 18 – 19 : bentuk yang kuboid.
• Stadium 20 : tangan pada sikap pronasi. Kerangka tulang rawan dan susunan otot.
• Stadium 23 : histologi. Pengolahan bertahap pada kepala.
• Diakhir minggu ke 8 gestasi, organogenesis telah lengkap.
• Perkembangan pada minggu ke 8 gestasi mencekup yang berikut :
- Panjang 2,5 cm ; berat 20 gram
- Jantung mulai berdenyut disertai adanya katup dan septum.
- Gambaran wajah dapat dilihat.
- Ekstremitas terbentuk.
- Ekor mengalami retrogesi, abdomen kencang dan kantung gestasional kelaminnya.
• Minggu ke 12 :
- Panjang 7 – 9 cm
- Berat 45 gram
- Terjadi gerakan janin spontan.
- Reflek babinski positif.
- Pembentukan lempeng osifikasi.
- Jenis kelamin bisa dibedakan dari tampilan luar.
- Sekresi ginjal dapat dimulai : urin belum terdapat di cairan amnion.
- Denyut jantung dapat di dengar melalui doppler
• Minggu ke 16 :
Diakhir minggu keenam belas gestasi janin menelan cairan amniotonic dengan aktif.
- Gestasi mencakup :
o Panjang 10 -17 cm.
o Berat 55 – 120 gram
o Quickening
o Antibody mulai di produksi
o Rambut mulai terbentuk
o Mekonium terdapat di usus bagian atas
o Terbentuk lemak coklat
o Pola tidur dan aktifitas dapat dibedakan.
• Minggu ke 24 :
Ketika janin mencapai usia 24 minggu, atau beratnya mencapai 601 gram, mereka telah mencapai batas usia viabilitas jika kelahiran mereka ditangani di fasilitas pelayanan modern.
- Gestasi mencakup yang berikut :
o Panjang 28 – 36 cm
o Berat 550 gram
o Antybody pasif ditransfer dari ibu kejanin
o Terdapat ferniks kaseosa
o Mekonium terdapat direktum
o Produksi surfaktan mulai aktif
o Kelopak dan bulu mata sudah dapat dibedakan
o Kelopak mata sudah mulai terbuka dan pupil raktif.
c. Tahap perkembangan janin minggu ke 28 :
• Pembuluh darah retina rentan terhadap kerusakan akibat konsentrasi oksigen, ini menjadi pertimbangan penting pada saat merawat bayi dengan berat lahir rendah yang memerlukan oksigen.
• Perkembangan pada minggu ke 28 getasi mencakup yang berikut :
- Panjang 35 – 38 cm
- Berat 1200 gram
- Alfeolus paru matang
- Terbentuk surfaktan dicairan amnion
- Testis turun ( pada pria )
d. Tahap perkembangan janin minggu ke 32 :
• Diakhir minggu ke 32 gesatasi janin mulai menetapkan diri pada posisi lahir.
• Perkembangan pada minggu ke 32 gestasi mencakup yang berikut :
- Panjang 38 – 43 cm
- Berat 1600 gram
- Terdapat simpanan lemak subkutan
- Reflek moro aktif
- Terbentuk cadangan zat besi
- Janin mulai peka terhadap suara – suara dari luar kandungan
- Kuku jari memenuhi ujung – ujung jari.
e. Tahap perkembangan janin minggu ke 36 :
• Diakhir minggu ke 36 janin berada pada posisi verteks atau kepala berada dibawah
• Perkembangan pada minggu ke 36 gestasi mencakup sebagai berikut :
- Panjang 42 – 49 cm
- Berat 1900 – 2700 gram
- Terdapat simpanan glikogen, besi, karbohidrat dan kalsium
- Simpanan lemaksubkutan meningkat
- Lipatan plantar terbentuk 1 – 2
- Laguno menghilang
- Biasanya berada pada posisi verteks
f. Tahap perkembangan janin pada minggu ke 40 :
• Pada primipara, janin biasanya masuk kejalan lahir selama 2 minggu terakhir kehamilan yang membuat ibu merasa bahwa bayi siap lahir. Ini merupakan peringatan bahwa trimester ke 3 kehamilan sudah berakhir dan persalinan siap dimulai.
• Pada perkembangan minggu ke 40 gestasi mencakup yang berikut :
- Panjang 48 – 52 cm
- Berat 3000 gram
- Ginjal janin aktif
- Verniks kaseosa terbentuk lengkap
- Plantar mulai banyak
- Kuku jari mulai panjang
V. Faktor – Faktor yang mempengaruhi :
1. Infertilitas pada wanita
Untuk menjadi hamil, wanita perlu memiliki siklus ovulasi yang teratur, ovumnya harus normal dan tidakboleh ada hambatan dalam jalur lintasan sperma atau amplantasi ovum yang sudah di buahi. Oleh karena itu, penyebeb infertilitas pada wanita, yang dapat disebabkan oleh faktor, psikologis, atau kombinasi keduanya, dapat dibagi menjadi masalah ovulasi atau hambatan atau abnormalitas dalam saluran reproduksi.
2. Masalah ovulasi
Karena ovulasi normal berlangsung dibawah kendali hormone, gangguan tertentu dalam system endokrin dapat mempengaruhi fertilisasi. Dengan menelusuri kembali peristiwa – peristiwa yang menyebabkan ovulasi, area – area yangn terkait dengan sistem endokrin menjadi jelas. Pertama hipotalamus perlu melepaskan faktor pelepasan gonadotropin yang bekerja pada kelenjar hipofisis, menyebabkan pelepasan FSH dan LH. FSH menstimulasi sebuah folikel menjadi matang dan menyebabkan produksi estrogen, sedangkan LH menstimulasi pelepasan ovum dan produksi progesterone. Produksi estrogen dan progesterone juga dipengaruhi oleh kadar prolaktine yang bersikulasi dari kelenjar hipofisis.
Masalah ovulasi dapat disebabkan oleh difungsi hipotalamus, kelenjar hipofisis, atau kelenjar tyroid ( karena peningkatan kadar prolaktin dapat disebabkan baik oleh masalah kelenjar hipofisis ataupun kelenjar tyroid ). Dari perspektif psikologi, terdapat juga suatu kolerasi antara hiperprolaktinemia dan tingginya tingkat stress ( diantara pasangan yangn mendatangi klinik infertilitas ), walaupun efek stress pada fertilisasi memerlukan penelitian lebih lanjut. Penyakit sistematik,yang meliputi DM, penyakit gagal ginjal yang mempengaruhi fungsi endokrin dapat juga menggangu siklus normal.
Walaupun fungsi hormone dapat berada dalam keadaan normal, gangguan pada ovarium dapat mempengaruhi ovulasi. Misalnya kista atau tumor ovarium, penyakit ovarium polikistis atau kerusakan ovarium akibat endomestiotis atau riwayat pembedahan dapat menggangu siklus ovarium sehingga mempengaruhi fertilitas. Lebih lanjut lagi, dapat terjadi masalah pada produksi dan pelepasan ovum. Misalnya ovum yang dihasilkan dapat dilepas sebelum ovum tersebut benar – benar matur, atau ovum tersebut terus menerus mengalami defek.

12 Pesan Dasar Gizi Seimbang

1. Makanlah aneka ragam makanan
Makan makanan yang beranekaragam sangat bermanfaat bagi kesehatan.  Makanan yang beraneka ragam yaitu makanan yang mengandung unsur-unsur zat gizi yang diperlukan tubuh baik kualitas maupun kuantintasnya, dalam pelajaran ilmu gizi biasa disebut triguna makanan yaitu, makanan yang mengandung zat tenaga, pembangun dan zat pengatur. Apabila terjadi kekurangan atas kelengkapan salah satu zat gizi tertentu pada satu jenis makanan, akan dilengkapi oleh zat gizi serupa dari makanan yang lain.  Jadi makan makanan yang beraneka ragam akan menjamin terpenuhinya kecukupan sumber zat tenaga, zat pembangun dan zat pengatur.

2. Makanlah makanan untuk memenuhi kecukupan energi
Konsumsi energi yang melebihi kecukupan dapat mengakibatkan kenaikan berat badan. Energi yang berlebih disimpan sebagai cadangan di dalam tubuh berbentuk lemak atau jaringan lain. Apabila keadaan ini berlanjut akan menyebabkan kegemukan, yang biasanya disertai berbagai gangguan kesehatan. Antara lain tekanan darah tinggi, penyakit jantung, penyakit kencing manis dll. Tetapi apabila konsumsi energi kurang, maka cadangan  energi dalam tubuh yang berada dalam jaringan otot/lemak akan digunakan untuk menutupi kekurangan tersebut. Apabila hal ini berlanjut, maka dapat menurunkan daya kerja , prestasi belajar dan kreativitas. Kemudian diikuti oleh menurunnya  produktivitas kerja, merosotnya prestasi belajar dan prestasi olah raga
3. Pilihlah makanan berkadar lemak sedang dan rendah lemak jenuh
Lemak dan minyak yang terdapat di dalam makanan berguna untuk meningkatkan jumlah energi, membantu penyerapan vitamin-vitamin A, D, E, dan K, serta menambah lezatnya hidangan
Ditinjau dari kemudahan proses pencernaan, lemak terbagi 3 golongan. Yaitu lemak yang mengandung asam lemak tak jenuh ganda yang paling mudah dicerna, lemak yang mengandung asam lemak tak jenuh tunggal yang mudah dicerna, dan lemak yang mengandung asam lemak jenuh yang sulit dicerna

4. Gunakan garam beryodium
Garam beryodium adalah garam yang telah diperkaya dengan KIO3 (kalium iodat) sebanyak 30-80 ppm. Sesuai Keppres No. 69 tahun 1994, semua garam yang beredar di Indonesia harus mengandung yodium. Kebijaksanaan ini berkaitan erat dengan masih tingginya kejadian  gangguan kesehatan akibat kekurangan yodium (GAKY) di Indonesia. GAKY (Gangguan Akibat Kekurangan Yodium) merupakan masalah gizi yang serius, karena dapat menyebabkan penyakit gondok dan kretin. Kekurangan unsur yodium dalam makanan sehari-hari, dapat pula menurunkan tingkat kecerdasan seseorang. Indonesia saat ini diperkirakan kehilangan 140 juta I.Q point akibat GAKY. 

5. Makanlah makanan sumber zat besi
Zat besi adalah salah satu unsur penting dalam proses pembentukan sel darah merah. Zat besi secara alamiah diperoleh dari makanan. Kekurangan zat besi dalam makanan sehari-hari secara berkelanjutan dapat menimbulkan penyakit anemia gizi atau yang dikenal masyarakat sebagai penyakit kurang darah.
Anemia Gizi Besi (AGB) terutama banyak diderita oleh wanita hamil, wanita menyusui, dan wanita usia subur pada umumnya, karena fungsi kodrati. Peristiwa kodrati wanita adalah haid, hamil, melahirkan dan menyusui. Karena itu menyebabkan kebutuhan Fe atau zat besi relatif lebih tinggi ketimbang kelompok lain. Kelompok lain yang rawan AGB adalah anak balita, anak usia sekolah, dan buruh serta tenaga kerja berpenghasilan rendah

6. Berikan asi saja pada bayi sampai umur 6 bulan dan tambahkan MP-ASI sesudahnya
Air Susu Ibu (ASI) adalah makanan terbaik untuk bayi. Tidak ada satu pun makanan lain yang dapat menggantikan ASI, karena ASI mempunyai kelebihan yang meliputi 3 aspek, yaitu: aspek gizi, aspek kekebalan dan aspek kejiwaan, berupa jalinan kasih sayang yang penting untuk perkembangan mental dan kecerdasan anak. Untuk mendapatkan manfaat yang maksimal dari ASI, maka ASI harus diberikan kepada bayi segera setelah dilahirkan (dalam waktu 30 menit setelah lahir), karena daya isap bayi pada saat itu paling kuat untuk merangsang produksi ASI selanjutnya. ASI yang keluar beberapa hari setelah persalinan disebut kolostrum. Kolostrum mengandung zat kekebalan, vitamin A yang tinggi, lebih kental dan berwarna kekuning-kuningan. Oleh karena itu, kolostrum harus diberikan kepada bayi.  Sekalipun produksi ASI pada hari-hari pertama baru sedikit, namun  mencukupi kebutuhan bayi. Pemberian air gula, air tajin, dan makanan pralaktal (sebelum ASI lancar diproduksi) lain  harus dihindari.

7.Biasakan makan pagi
Makan pagi atau sarapan sangat bermanfaat bagi setiap orang.Bagi orang dewasa, makan pagi dapat memelihara ketahanan fisik, mempertahankan daya tahan saat bekerja dan meningkatkan produktivitas kerja. Bagi anak sekolah, makan pagi dapat meningkatkan konsentrasi belajar dan memudahkan menyerap pelajaran, sehingga prestasi belajar menjadi lebih baik.

8.Minumlah air bersih, aman yang cukup jumlahnya
Air minum harus bersih dan aman. Aman berarti bersih dan bebas kuman. Untuk mendapat-kannya, air minum harus dididihkan terlebih dahulu. Untuk memenuhi fungsi tersebut di atas, cairan yang dikonsumsi seseorang, terutama air minum, sekurang-kurangnya dua liter atau setara dengan delapan gelas setiap hari. Selain itu, mengkonsumsi cukup cairan dapat mencegah dehidrasi atau kekurangan cairan tubuh, dan dapat menurunkan risiko penyakit batu ginjal.Mengkonsumsi cairan yang tidak terjamin keamanannya dapat menimbulkan gangguan kesehatan seperti diare dan keracunan berbagai senyawa kimia yang terdapat pada air. Menentukan kebutuhan air minum dengan mengandalkan rasa haus tidak sepenuhnya benar.

9. Lakukan aktivitas fisik dan secara teratur
Aktivitas fisik bermanfaat bagi setiap orang. Karena dapat meningkatkan kebugaran, mencegah kelebihan berat badan, meningkatkan fungsi jantung, paru dan otot serta memperlambat proses penuaan
Seseorang yang sehat dapat melakukan aktivitas fisik setiap hari tanpa kelelahan yang berarti. Olah raga harus dilakukan secara teratur. Macam dan takaran olah raga berbeda menurut usia, jenis kelamin, jenis pekerjaan dan kondisi kesehatan

10. Hindari minum minuman beralkohol
Seorang yang minum minuman beralkohol akan sering buang air kecil sehingga menimbulkan rasa haus. Orang ini akan mengatasi rasa hausnya dengan minum minuman beralkohol lagi. Alkohol hanya mengandung energi, tetapi tidak mengandung zat gizi lain.
Kebiasaan minum minuman beralkohol dapat mengakibatkan;
  1. terhambatnya proses penyerapan zat gizi,
  2. hilangnya zat-zat gizi yang penting, meskipun orang tersebut mengkonsumsi makanan bergizi dalam jumlah yang cukup,
  3. kurang gizi, 
  4. penyakit gangguan hati,
  5. kerusakan saraf otak dan jaringan,

Di samping itu, minum minuman beralkohol dapat menyebabkan ketagihan dan kehilangan kendali diri. Hal ini dapat menjadi faktor pencetus ke arah tindak kriminal.

11.Makanlah makanan yang aman bagi kesehatan
Selain harus bergizi lengkap dan seimbang, makanan harus juga layak konsumsi, sehingga aman bagi kesehatan. Makanan yang aman adalah makanan yang bebas dari kuman dan bahan kimia berbahaya, serta tidak bertentangan dengan keyakinan masyarakat. Makanan yang tidak bertentangan dengan keyakinan atau norma agama dikenal dengan istilah “halal”. Selama ini, konsep “halal” yang lazim dipergunakan dalam kaidah agama islam, sering diartikan secara sempit, Anggapan bahwa semua makanan dan minuman yang tidak mengandung unsur alkohol dan daging babi dianggap halal. Padahal konsep makanan halal dalam arti luas, selain tidak beralkohol dan bukan daging babi, adalah makanan yang harus diolah atau dipersiapkan secara hygienis, sehingga tidak mengandung cemaran yang dapat membahayakan kesehatan manusia. Agar makanan atau masakan dapat memenuhi syarat-syarat halal dan aman untuk dikonsumsi, maka sejak bahan makanan tersebut ditanam/diternakan sampai siap disantap, maka makanan harus diperlakukan secara baik dan benar. Perlakuan ini pada tahap budidaya disebut cara budidaya yang baik. Pada tahap pengolahan di pabrik disebut cara produksi yang baik, dan pada tahap pengolahan di rumah tangga disebut cara penanganan yang baik

12. Bacalah label pada makanan yang dikemas
Label pada makanan yang dikemas adalah keterangan tentang isi, jenis dan ukuran bahan-bahan yang digunakan, susunan zat gizi, tanggal kedaluwarsa dan keterangan penting lain. Air minum dalam kemasan, yang banyak beredar di pasaran, telah diproses sesuai dengan ketentuan pemerintah dan memenuhi syarat-syarat kesehatan. Peraturan perundang-undangan menetapkan, bahwa setiap produk makanan yang dikemas harus mencantumkan keterangan pada label. Semua keterangan yang rinci pada label makanan yang dikemas sangat membantu konsumen pada saat memilih dan menggunakan makanan tersebut, sesuai kebutuhan gizi dan keadaan kesehatan konsumen.
Beberapa singkatan yang lazim digunakan dalam label antara lain:
- MD = makanan yang dibuat di dalam negeri
- ML = makanan luar negeri (import)
- Exp = tanggal kedaluwarsa, artinya batas waktu makanan tersebut masih layak dikonsumsi. Sesudah tanggal tersebut, makanan tidak layak dikonsumsi.
- SNI = Standar Nasional Indonesia, yakni keterangan bahwa mutu makanan telah sesuai dengan persyaratan.
- SP = Sertifikat Penyuluhan.

Konsep Dasar Gizi Seimbang

Gizi berasal dari bahasa arab “Al Gizzai”  yang artinya makanan dan manfaatnya untuk kesehatan. Al Gizzai juga dapat diartikan sari makanan yang bermanfaat untuk kesehatan. Ilmu Gizi adalah ilmu yang mempelajari cara memberikan makanan yang sebaik-baiknya agar tubuh selalu dalam kesehatan yang optimal. Pemberian makanan yang sebaik-baiknya harus memperhatikan kemampuan tubuh seseorang mencerna makanan, umur, jenis kelamin, jenis aktivitas, dan kondisi lain seperti sakit, hamil, menyusui.

Untuk hidup dan meningkatkan kualitas hidup, setiap orang memerlukan 5 kelompok zat gizi (karbohidrat , protein, lemak, vitamin dan mineral) dalam jumlah cukup, tidak berlebihan dan tidak juga kekurangan. Di samping itu, manusia memerlukan air dan serat untuk memperlancar berbagai proses faali dalam tubuh.  Apabila kelompok zat gizi tersebut diuraikan lebih rinci, maka terdapat lebih dari 45 jenis zat gizi. 

Secara alami, komposisi zat gizi setiap jenis makanan memiliki keunggulan dan kelemahan tertentu. Beberapa makanan mengandung tinggi karbohidrat tetapi kurang vitamin dan mineral. Sedangkan beberapa makanan lain kaya vitamin C tetapi miskin vitamin A. 

Apabila konsumsi makanan sehari-hari kurang beranekaragam, maka akan timbul ketidakseimbangan antara masukan dan kebutuhan  zat gizi yang diperlukan untuk hidup sehat dan produktif. Dengan mengonsumsi makanan sehari-hari  yang beranekaragam, kekurangan zat gizi pada jenis makanan yang satu akan dilengkapi oleh keunggulan susunan zat gizi jenis makanan lain, sehingga diperoleh masukan zat gizi yang seimbang.

Jadi, untuk mencapai masukan zat gizi yang seimbang tidak mungkin dipenuhi hanya oleh satu jenis bahan makanan, melainkan harus terdiri dari aneka ragam bahan makanan.

Keterangan di atas juga berarti  ada saling ketergantungan antar zat gizi. Misalnya penyerapan yang optimun dari masukan vitamin A memerlukan kehadiran lemak sebagai zat pelarut dan mengangkut vitamin A ke seluruh bagian tubuh. Selain itu, apabila cadangan mangan (Mn) di dalam tubuh kurang, maka vitamin A juga tidak dapat dimanfaatkan oleh tubuh secara optimal. Contoh lain, diperlukan vitamin C yang cukup dalam makanan untuk meningkatkan penyerapan zat besi (Fe).

Pada masa lampau, susu seringkali mendapat pujian, karena bernilai gizi tinggi. Makanan lain dinilai rendah karena kurang bergizi. Sesuai konsep keterkaitan antarzat gizi,  sudah saatnya penilaian kualitas makanan yang didasarkan pada pengagungan terhadap kandungan zat gizi mulai ditinggalkan. Kini saatnya memasyarakatkan adanya ketergantungan antarzat gizi atau antarberbagai jenis makanan. Setiap jenis makanan memiliki peranan masing-masing dalam menyeimbangkan masukan zat gizi sehari-hari.

Peranan berbagai kelompok bahan makanan secara jelas tergambar dalam logo gizi seimbang yang berbentuk kerucut (Tumpeng). Dalam logo tersebut bahan makanan dikelompokkan berdasarkan fungsi utama zat gizi yang dalam ilmu gizi dipopulerkan dengan istilah “Tri Guna Makanan”. 

Pertama sumber zat tenaga yaitu padi-padian dan umbi-umbian serta tepung-tepungan yang digambarkan di dasar kerucut. Kedua, sumber zat pengatur yaitu sayuran dan buah digambarkan pada bagian tengah kerucut. Ketiga, sumber zat pembangun, yaitu kacang-kacangan, makanan hewani dan hasil olahan, digambarkan pada bagian atas kerucut. Keseimbangan gizi diperoleh apabila hidangan sehari-hari terdiri dari sekaligus tiga kelompok bahan makanan. Dari setiap kelompok dipilih satu atau beberapa jenis bahan makanan.

Prediksi Hipertensi dalam Kehamilan

Hingga saat ini hipertensi dalam kehamilan masih merupakan salah satu penyebab morbiditas dan mortalitas pada ibu dan janinnva. Upaya pencegahan terhadap penyakit ini
dengan sendirinya akan menurunkan angka morbiditas dan mortalitas tersebut. Untuk itu diperlukan bukan hanya pengetahuan mengenai patofsiologi tetapi juga cara-cara deteksi dini dan cara intervensi terhadap perubahan yang terjadi dalam proses penyakit tersebut.
Perlu dibedakan antara prediksi dan deteksi dini penyakit. Prediksi lebih awal dari deteksi dini yakni sebelum tanda atau gejala penyakit ditemukan. Deteksi dini berusaha menemukan kelainan awal penyakit yang bila dibiarkan akan berlanjut, namun batas antara prediksi dan deteksi dini kadang-kadang tidak jelas.
Gejala-gejala preeklampsia baru menjadi nyata pada usia kelainan sudah terjadi jauh lebih dini yakni pada usia kehamilan antara 8 dan 18 minggu. Tes yang ideal untuk deteksi dini preeklampsia harus sederhana, mudah dikerjakan, tidak memakan waktu lama, non invasif, sensitivitasnya tinggi dan mempunyai nilai prediksi positif yang tinggi.
CARA-CARA PREDIKSI
Lebih dari 100 jenis pemeriksaan klinik, biofisik dan biokimia telah diajukan untuk mendeteksi terjadinya preeklampsia.
Beberapa cara prediksi yang ada dapat digolongkan sebagai berikut :
1. Pemeriksaan baku pada perawatan antenatal
2. Pemeriksaan sistem vaskuler
3. Pemeriksaan biokimia
4. Pemeriksaan hematologi
5. Ultrasonografi
1. Pemeriksaan baku pada perawatan antenatal
a. Tekanan darah
Gambaran klinik yang khas pada hipertensi dalam kehamilan (HDK) yaitu ditemukannya kenaikan tekanan darah yang tinggi. Perbedaan kenaikan tekanan darah mempunyai arti klinis yang lebih penting dibandingkan dengan nilai absolut tekanan darah yang tinggi. Demikian pula kenaikan tekanan diastolik mempunyai arti prognostik yang lebih bermakna dari pada perubahan sistolik.
Pengukuran tekanan darah sebaiknya menggunakan tensimeter air raksa, dengan penderita posisi duduk. Pengukuran dilakukan setelah penderita beristirahat sedikitnya 10 menit dan diulang sedikitnya 2 kali pemeriksaan. Dinyatakan hipertensi bila:
a. Terdapat kenaikan tekanan sistolik > 30 mmHg atau tekanan sistolik mencapai 140 mmHg atau lebih.
b. Bila didapatkan kenaikan tekanan diastolik > 15 mmHg atau tekanan diastolik mencapai 90 mmHg atau lebih.
Mayoritas ibu hamil akan tetap normotensif selama kehamilan bila tekanan darah diastolik < 75 mmHg sebelum kehamilan 20 minggu. Penelitian yang dilakukan oleh Sahetapy di Makassar pada tahun 1994 tidak mendapatkan hubungan yang bermakna antara nilai validitas tekanan darah diastol dengan prevalensi hipertensi dalam kehamilan.
b. Kenaikan berat badan.
Seringkali gejala pertama yang mencurigakan adanya HDK ialah terjadi kenaikan berat badan yang melonjak tinggi dan dalam waktu singkat. Kenaikan berat badan 0,5 kg setiap minggu dianggap masih dalam batas wajar, tetapi bila kenaikan berat badan mencapai 1 kg perminggu atau 3 kg perbulan maka harus diwaspadai kemungkinan timbulnya HDK. Ciri khas kenaikan berat badan penderita HDK ialah kenaikan yang berlebihan dalam waktu singkat, bukan kenaikan berat badan yang merata sepanjang kehamilan, karena berat badan yang
berlebihan tersebut merupakan refleksi dari pada edema.
2. Pemeriksaan sistim vaskuler
a. Tes tidur miring (TTM)
Tes ini dikenal dengar nama Roll-over test pertama kali diperkenalkan oleh Gant dan dilakukan pada usia kehamilan 28-32 minggu. Pasien berbaring dalam sikap miring ke kiri, kemudian tekanan darah diukur, dicatat dan diulangi sampai
tekanan darah tidak berubah. Kemudian penderita tidur terlentang kemudian diukur dan dicatat kembali tekanan darahnya.
Tes dianggap positif bila selisih tekanan darah diastolik antara posisi baring ke kiri dan terlentang menunjukkan 20 mmHg atau lebih. Tes ini mempunyai sensitivitas 88%, spesifitas 95%, nilai prediksi positif 93% dan nilai prediksi
negatif 91%.
b. Infus Angiotensin II
Abdul Karim dan Assali pada tahun 1960 melaporkan bahwa infus Angiotensin II menyebabkan sedikit kenaikan tekanan darah pada wanita hamil dibandingkan dengan yang tidak hamil. Wanita hamil yang normotensi relatif refrakter terhadap infus Angiotensin. Tes ini dikerjakan pada kehamilan 28-32 minggu, dengan memberikan Angiotensin II per infus >8 ng/kgbb/menit menghasilkan respons tekanan darah 20 mmHg, tetap normotensi selama kehamilan, sedangkan yang mengdapat < 8 ng/kgbb/menit dan terjadi kenaikan tekanan diastolik 20 mmHg, 90% akan terjadi HDK. Namun tes ini mahal, rumit dan memakan waktu sehingga tidak praktis dipakai sebagai tes penapisan.
c. Tes latihan isometrik (Isometric exercise test)
Tes ini mempunyai sensitivitas dan spesifitas cukup tinggi. Degani dkk berpendapat bahwa tekanan darah diastol yang berespons terhadap tes hand grip ini menggambarkan reaktifitas vaskuler pada wanita hamil. Jadi dapat digunakan
untuk deteksi hiperaktivitas vaskuler dan untuk prediksi preeklampsia.
Tes dilakukan dengan cara penderita baring kesisi lateral kiri, ukur tekanan darah, kemudian penderita memijit bola karet tensimeter yang dipasang pada lengan lain, sampai kontraksi maksimal untuk 30 detik dalam waktu 3 menit. Tes
dikatakan positif bila terdapat kenaikan tekanan diastolik lebih dari 20 mmHg.
3. Pemeriksaan Biokimia
Pada penderita preeklampsia konsentrasi dari sejumlah zat yang terdapat dalam darah dan urin termasuk hormon-hormon mengalami perubahan-perubahan. Beberapa dari perubahanperubahan ini mempunyai nilai prediksi untuk diagnosis dini.
a. Kadar asam urat
Pada HDK terjadi perubahan sistim hemodinamik seperti penurunan volume darah, peningkatan hematokrit dan viskositas darah. Akibat dari perubahan-perubahan tersebut akan terjadi perubahan fungsi ginjal, aliran darah ginjal menurun, kecepatan filtrasi glomerulus menurun yang mengakibatkan menurunnya klirens asam urat dan akhirnya terjadi peningkatan kadar asam urat serum. Rata-rata kadar asam urat mulai meningkat 6 minggu sebelum preeklampsia menjadi berat.
Konsentrasi asam urat > 350 umol/l merupakan pertanda suatu preeklampsia berat dan berhubungan dengan angka kematian perinatal yang tinggi khususnya pada umur kehamilan 28-36 minggu. Pada penderita yang sudah terbukti preeklampsia maka kadar asam urat serum menggambarkan beratnya proses penyakit.
b. Kadar kalsium
Beberapa peneliti melaporkan adanya hipokalsiuria dan perubahan fungsi ginjal pada pasien preeklampsia. Perubahanperubahan tersebut terjadi beberapa waktu sebelum munculnya tanda-tanda klinis. Hal ini terlihat dari perubahan hasil tes fungsi ginjal. Rondriquez mendapatkan bahwa pada umur kehamilan 24-34 minggu bila didapatkan mikroalbumniuria dan hipoklasiuria ini dideteksi dengan pemeriksaan tera radioimunologik. c. Kadar human chorionic gonadotrophin (hCG) Beberapa peneliti melaporkan bahwa kadar -hCG meningkat pada penderita preeklampsia. Sorensen dkk melaporkan bahwa wanita hamil trimester 11 dengan kadar hCG > 2 kali nilai rata-rata mempunyai risiko relatif 1,7 kali lebih besar untuk mengalami preeklampsia dibandingkan dengan wanita yang mempunyai kadar -hCG < 2 kali nilai rata-rata. Terakhir Miller dkk melaporkan bahwa peningkatan kadar -hCG pada kehamilan 15-20 minggu memprediksi timbulnya preeklampsia terutama preeklampsia berat. Namun hingga saat ini pemeriksaan kadar preeklampsia masih terbatas.
4. Pemeriksaan Hematologi
a. Volume plasma
Pada keadaan HDK terjadinya penurunan volume plasma sesuai dengan beratnya penyakit Chesley (dikutip oleh pengemanan) menyatakan terjadi penurunan volume plasma sebesar 30%-40% dari nilai normal, bahkan ada beberapa peneliti yang melaporkan terjadinya penurunan volume plasma  jauh sebelum munculnya manifestasi klinik HDK.
Volume plasma diukur dengan cara : penderita tidur posisi miring ke kiri selama 30 menit, diambil 10 cc darah kemudian tambahkan dengan 3 ml Evans dye blue selanjutnya dicampur dengan 10 ml NaCL. Setiap 10 menit diambil darah untuk sampel kemudian disentrifus untuk memisahkan serum.
Sampel darah kemudian dibandingkan dengan serum kontrol yang mempunyai ukuran 620 nm, dengan mempergunakan spektofotometer Beckman Acta C III. 

b. Kadar hemoglobin dan hematokrit
Pengurangan volume plasma pada preeklampsia tampak pada kenaikan kadar hemoglobin dan hematokrit. Murphy dkk menunjukkan bahwa pada wanita hamil terdapat korelasi yang tinggi antara terjadinya preeklampsia dan kadar Hb. Mereka mendapatkan pada primigravida frekuensi terjadinya HDK 7%
bila kadar Hb < 10.5 gr% sampai 42% bila kadar Hb > 14.5%
gr%. Gerstner (dikutip oleh pengemanan) menyatakan adanya
hubungan langsung antara nilai Ht dengan indeks gestosis. Indeks gestosis > 7 selalu disertai Ht > 37%, dan dikatakan ada korelasi antara hematokrit dan progesivitas penyakit.
c. Kadar trombosit dan fibronectin
Redman (dikutip oleh pengemanan) menyatakan bahwa HDK didahului oleh menurunnya trombosit sebelum tekanan darah meningkat, dan trombositopeni merupakan tanda awal HDK. Dikatakan trombositopenia bila kadar trombosit <
150.000/mm3. Bukti adanya kelainan proses koagulasi dan aktivasi platelet pertama kali didapatkan pada tahun 1893 dengan ditemukannya deposit fibrin dan trombosit pada pembuluh darah berbagai organ tubuh wanita yang meninggal karena eklampsia. Kelainan hemostatik yang paling sering ditemukan pada penderita preeklampsia adalah kenaikan kadar faktor VIII dan penurunan kadar anti trombin III.
Pada penderita HDK didapatkan peningkatan kadar fibronectin. Fibronectin merupakan glikoprotein pada permukaan sel dengan berat molekul 450.000, disentesis oleh endotel dan histiosit. Kadar normalnya dalam darah 250-420 ug/ml, biasanya berkonsentrasi pada permukaan pembuluh darah. Fibronectin akan dilepaskan ke dalam sirkulasi bila terjadi kerusakan endotel pembuluh darah. Keadaan ini memperkuat hipotesis bahwa kerusakan pembuluh darah merupakan dasar potogenesis terjadinya HDK. Bellenger melaporkan peningkatan kadar fibronectin sebagai tanda awal preeklampsia pada 31 dari 32 wanita dengan usia kehamilan antara 25-36 minggu. Kadar fibronectin meningkat antara 3,6 – 1,9 minggu lebih awal dari kenaikan tekanan darah atau proteinuria.
5. Ultrasonografi
Dalam 2 dekade terakhir ultrasonografi semakin banyak dipakai alat penunjang diagnostik dalam bidang obstetri. Bahkan dengan perkembangan teknik Doppler dapat dilakukan pengukuran gelombang kecepatan aliran darah dan volume aliran darah pada pembuluh darah besar seperti arteri uterina dan arteri umbilikalis. Pada penderita HDK sering disertai dengan kelainan gelombang arteri umbilikalis, dimana dapat terlihat gelombang diastolis yang rendah, hilang atau terbalik. Steel dkk meneliti dengan memakai teknik Doppler wanita hamil pada usia kehamilan antara 16-22 minggu mendapatkan perbedaan yang bermakna dalam frekuensi preeklampsia antara wanita hamil dengan gambaran doppler yang abnormal dibandingkan dengan yang normal.
Ducey dkk dalam penelitian terhadap 136 wanita hamil mendapatkan 43% penderita preeklampsia mempunyai gambaran SD ratio yang abnormal, dan mendapatkan adanya penurunan aliran darah arteri uterina dan arteri umbilikalis pada mayoritas penderita preeklampsia. Nilai prediktif positif pada penelitian ini sekitar 75%. Pada penelitian lain, Kofinas dkk memperlihatkan bahwa insidens preeklampsia pada plasenta letak unilateral 2,8 kali lebih besar dari pada pasien dengan plasenta letak sentral.
Penentuan letak plasenta ini dilakukan dengan pemeriksaan USG real time. Dikatakan bahwa bila plasenta terletak unilateral maka arteri uterina yang terdekat dengan plasenta mempunyai tahanan yang lebih rendah dibandingkan dengan yang lainnya, sedang pada plasenta letak sentral tahanan kedua
arteri tersebut sama besarnya. Pada tahanan yang lebih besar tersebut dapat menurunkan aliran darah uteroplasenter yang merupakan salah satu kelainan dasar pada preeklampsia. Terjadinya hipertensi dalam kehamilan merupakan salah satu mekanisme kompensasi untuk meningkatkan aliran darah uterus yang disebabkan oleh iskemia.
Ultrasonografi dapat digunakan sebagai alat untuk pemeriksaan wanita hamil dengan risiko tinggi sebab cara ini aman, mudah dilakukan, tidak invasif dan dapat dilakukan pada kehamilan muda.

Protap Manajemen Kala II

  1. Palpasi abdominal untuk memastikan tidak ada janin kedua
  2. Beri penjelasan pada ibu bahwa akan dilakukan injeksi pada paha
  3. Injeksi oxytocin 10 IU IM pada bagian lateral dari paha ibu kira-kira 1/3 atas paha dalam waktu 2 menit dari kelahiran bayi
  4. Pindahkan klem tali pusat diujung, tempatkan kira-kira 5-10 cm dari vulva
  5. Lakukan penegangan tali pusat terkendali ( PTT ) dengan cara: 1) Letakkan tangan kiri diatas symfisis, 2) Tegangkan tali pusat dengan tangan kanan 3) Dorong uterus kearah dorso kranial pada saat ada his dan terlihat tanda-tanda pelepasan placenta, sementara tangan kanan menegangkan tali pusat, 4) Bila dalam waktu 15 menit uterus tidak berkontraksi, ulangi pemberian oxytocin 10 IU
  6. Keluarkan placenta
  7. Setelah plasenta lahir,segera tangan kiri melakukan masase fundus uteri menggunakan palman dengan gerakan melingkar sampai uterus berkontraksi
  8. Sementara itu tangan kanan melakukan pemeriksaan kelengkapan plasenta dan selaput ketuban
  9. Tempatkan plasenta pada wadah yang telah disediakan,cuci tangan dengan larutan klorin

Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Abortus

Abortus adalah berakhirnya suatu kehamilan oleh akibat-akibat tertentu atau sebelum kehamilan tersebut berusia 22 minggu atau buah kehamilan belum mampu untuk hidup di luar kandungan. Bisa berakibat fatal terhadap ibu misalnya perdarahan, perforasi, infeksi, syok dan payah ginjal akut
Menurut World Health Organization (WHO) di negara-negara miskin dan sedang berkembang, kematian maternal berkisar antara 750-1.000 per 100.000 kelahiran hidup. Sedangkan di negara-negara maju kematian maternal berkisar antara 5-10 per 100.000 kelahiran hidup.
Di dalam rencana strategi nasional Making Pregnancy Safer (MPS) di Indonesia         2001-2010 disebut bahwa dalam konteks rencana pembangunan menuju Indonesia sehat 2010, Visi MPS adalah “kehamilan dan persalinan di Indonesia berlangsung aman, serta bayi yang dilahirkan hidup dan sehat.
Berdasarkan Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) 2002/2003, Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia masih berada pada 307 per 100.000 kelahiran hidup atau setiap jam terdapat 2 orang ibu bersalin yang meninggal dunia karena berbagai sebab. Penatalaksanaan MPS (Making Pregnancy Safer), target yang diharapkan dapat dicapai tahun 2010 adalah angka kematian ibu menjadi 125 per 100.000 kelahiran hidup.
Derajat kesehatan ibu tetap merupakan prioritas utama dalam pembangunan kesehatan menuju tercapainya Indonesia Sehat 2010. Mengenai penyebab kematian bahwa 90% kematian ibu disebabkan oleh perdarahan, toksemia gravidarum, infeksi, partus lama dan komplikasi abortus. Kematian ini paling banyak terjadi pada persalinan yang sebenarnya dapat dicegah.
Salah satu faktor penting dalam upaya penurunan angka kematian tersebut yaitu penyediaan pelayanan kesehatan maternal dan neonatal yang berkualitas dekat dengan masyarakat belum terlaksana dengan baik.
Perdarahan merupakan penyebab kematian kedua yang paling penting. Perdarahan dapat disebabkan oleh abortus yang tidak lengkap. Ada beberapa alasan dan kondisi individualis yang memungkinkan terjadinya abortus. Beberapa karakteristik umum dapat diklasifikasikan yaitu status ekonomi, pendidikan, status perkawinan, tempat tinggal, pekerjaan, umur dan paritas.
Menurut Siswanto, abortus di negara-negara sedang berkembang sebagian besar (lebih dari 90%) dilakukan tidak aman, sehingga berkontribusi sekitar        11-13% terhadap kematian maternal di dunia.
Di Zimbabwe, Afrika, dilaporkan bahwa sekitar 28% seluruh kematian ibu berhubungan dengan abortus. Sementara di Tanzania dan Adis Ababa masing-masing-masing sebesar 21% dan 54%. Hal ini diperkirakan merupakan bagian kecil dari kejadian yang sebenarnya, sebagai akibat ketidakterjangkauan pelayanan kedokteran modern yang ditandai oleh kesenjangan informasi.
Insiden abortus sulit ditentukan karena kadang-kadang seorang wanita mengalami abortus tanpa mengetahui bahwa ia hamil, dan tidak mempunyai gejala yang hebat sehingga hanya dianggap sebagai menstruasi yang terlambat (siklus memanjang). Terlebih lagi abortus kriminalis, sangat sulit ditentukan karena biasanya tidak dilaporkan. Angka kejadian abortus dilaporkan oleh rumah sakit sebagai rasio dari jumlah abortus terhadap jumlah kelahiran hidup. Di USA, angka kejadian secara nasional berkisar antara 10-20%. Di Indonesia kejadian berdasarkan laporan rumah sakit, seperti di RS Hasan Sadikin Bandung berkisar antara 18-19%.
Menurut Prof. Dr. Wimpie Pangkahila abortus di Indonesia tingkat abortus masih cukup tinggi dibanding dengan negara-negara maju di dunia, yakni mencapai 2,3 juta abortus per tahun. 1 juta diantaranya adalah abortus spontan, 0,6 juta disebabkan oleh kegagalan program KB, dan 0,7 juta karena tidak pakai alat kontrasepsi KB.
Angka Kematian Ibu (AKI) Kota Palembang berdasarkan laporan indikator Database 2005 United Nation Found Population (UNFPA) 6th Country Programe adalah 317 per 100.000 kelahiran, lebih rendah dari Propinsi Sumsel sebesar 467 per 100.000 kelahiran. Jumlah kematian ibu tahun 2005 di Kota Palembang sebanyak 15 orang diantaranya disebabkan oleh perdarahan dan selebihnya disebabkan faktor lainnya termasuk abortus.
Dari data yang diperoleh dari rekam medik di Rumah Sakit Umum Pusat  Dr. Mohammad Hoesin Palembang tahun 2006, angka kejadian abortus sebesar 123 kasus dengan nkejadian abortus imminens sebanyak 106 kasus (86,17%), abortus komplit sebanyak 2 kasus (1,62%), abortus inkomplit sebanyak 12 kasus (9,75%) dan missed abortion sebanyak 3 kasus (2,44%).
Ada beberapa alasan dan kondisi individualis yang memungkinkan terjadinya abortus. Beberapa karakteristik umum dapat didefinisikan yaitu tingkat pendidikan, pekerjaan, status ekonomi, tinggal di daerah perkotaan, status perkawinan, umur dan paritas. Estimasi nasional menyatakan setiap tahun terjadi 2 juta kasus abortus di Indonesia, artinya terdapat 43 kasus abortus per 100 kelahiran hidup perempuan usia 15 - 49 tahun. Sebuah penelitian yang dilakukan di 10 kota besar dan 6 kabupaten di Indonesia ditemukan bahwa insiden abortus lebih tinggi diperkotaan dibandingkan dipedesaan.

Tinjauan Umum tentang ISPA

Istilah ISPA merupakan singkatan dari Infeksi Saluran pernapasan Akut dengan pengertian sebagai berikut: Infeksi adalah masuknya Mikroorganisme ke dalam tubuh manusia dan berkembang biak sehingga menimbulkan penyakit. Saluran pernapasan adalah organ mulai dari hidung hingga Alveoli beserta organ Adneksanya seperti sinus, rongga telinga tengah dan pleura. Infeksi akut adalah infeksi yang berlangsung sampai dengan 14 hari. Batas 14 hari diambil untuk menunjukkan proses akut meskipun untuk beberapa penyakit yang dapat digolongkan dalam ISPA, proses ini dapat berlangsung lebih dari 14 hari. Sedangkan Pneumonia adalah proses infeksi akut yang mengenai jaringan paru-paru (Alveoli). Terjadi pneumonia pada anak seringkali bersamaan dengan proses infeksi akut pada Bronkus disebut Broncho pneumonia (Justin, 2007).

Berdasarkan pengertian di atas, maka ISPA adalah proses infeksi akut berlangsung selama 14 hari, yang disebabkan oleh mikroorganisme dan menyerang salah satu bagian, dan atau lebih dari saluran napas, mulai dari hidung (saluran atas) hingga alveoli (saluran bawah), termasuk jaringan adneksanya, seperti sinus, rongga telinga tengah dan pleura (Karna, 2006).
Untuk kepentingan pencegahan dan pemberantasan, maka penyakit ISPA dapat diketahui menurut : 
a. Lokasi Anatomik
Penyakit ISPA dapat dibagi dua berdasarkan lokasi anatominya, yaitu :   ISPA atas dan ISPA bawah. Contoh ISPA atas adalah batuk pilek (common cold), Pharingitis, Tonsilitis, Otitis, Ffluselesmas, radang tenggorok, Sinusitis dan lain-lain yang relatif tidak berbahaya. ISPA bawah diantaranya Bronchiolitis dan pneumonia yang sangat berbahaya karena dapat menyebabkan kematian (Anonim, 2000).

b. Klasifikasi penyakit
Penyakit ISPA juga dibedakan berdasarkan golongan umur, yaitu :
  1. Kelompok umur kurang dari 2 bulan, dibagi atas : pneumonia berat dan bukan pneumonia. Pneumonia berat ditandai dengan adanya napas cepat (Fast breathing), yaitu frekuensi pernapasan sebanyak 60 kali permenit atau lebih, atau adanya tarikan kuat pada dinding dada bagian bawah ke dalam (Severe chest indrawing), sedangkan bukan pneumonia bila tidak ditemukan tarikan dinding dada bagian bawah dan tidak ada nafas cepat (Anonim, 2002).
  2. Kelompok umur 2 bulan sampai kurang dari 5 tahun dibagi atas : pnemonia berat, pnemonia dan bukan pnemonia. Pneumonia berat, bila disertai napas sesak yaitu adanya tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam pada waktu anak menarik napas. Pneumonia didasarkan pada adanya batuk dan atau kesukaran bernapas disertai adanya napas cepat sesuai umur, yaitu 40 kali permenit atau lebih. Bukan pneumonia, bila tidak ditemukan tarikan dinding dada bagian bawah dan tidak ada napas cepat (Anonim, 2002).

c.Tanda dan Gejala
Dalam pelaksanaan program pemberantasan penyakit ISPA (P2 ISPA) kriteria untuk menggunakan pola tatalaksana penderita ISPA adalah balita, ditandai dengan adanya batuk dan atau kesukaran bernapas disertai adanya peningkatan frekwensi napas (napas cepat) sesuai golongan umur. Dalam penentuan klasifikasi penyakit dibedakan atas dua kelompok yaitu umur kurang dari 2 bulan  dan umur 2 bulan sampai kurang dari 5 tahun.
Klasifikasi pneumonia berat didasarkan pada adanya batuk dan atau  kesukaran pernapasan disertai napas sesak atau tarikan dinding dada bagian bawah kedalam (chest indrawing) pada anak usia 2 bulan sampai kurang dari 5 tahun. Untuk kelompok umur kurang dari 2 bulan diagnosis pneumonia berat ditandai dengan adanya napas cepat (fast breathing) dimana frekwensi napas 60 kali permenit atau lebih, dan atau adanya  tarikan yang kuat dinding dada bagian bawah ke dalam (severe chest indrawing). 
Bukan pneumonia  apabila ditandai dengan napas cepat tetapi tidak disertai tarikan dinding dada ke dalam. Bukan pneumonia mencakup kelompok penderita dengan batuk pilek biasa yang tidak ditemukan adanya gejala peningkatan frekuwensi napas dan  tidak ditemukan tarikan dinding dada bagian bawah kedalam (Depkes, 2002)
Ada beberapa tanda klinis yang dapat menyertai anak dengan batuk yang dikelompokkan sebagai tanda bahaya :
  1. Tanda dan gejala untuk golongan umur kurang dari 2 bulan yaitu tidak bisa minum, kejang, kesadaran menurun, stridor (ngorok), wheezing (bunyi napas), demam.
  2. Tanda dan gejala untuk golongan umur 2 bulan sampai kurang  5 tahun yaitu tidak bisa minum, kejang, kesadaran menurun, stridor.

d. Penyebab Terjadinya ISPA
Penyakit ISPA dapat disebabkan oleh berbagai penyebab seperti bakteri, virus, mycoplasma, jamur dan lain-lain. ISPA bagian atas umumnya disebabkan oleh Virus, sedangkan ISPA bagian bawah dapat disebabkan oleh bakteri , virus dan mycoplasma. ISPA bagian bawah yang disebabkan oleh bakteri umumnya mempunyai manifestasi klinis yang berat sehingga menimbulkan beberapa masalah dalam penanganannya.
Bakteri penyebab ISPA antara lain adalah dari genus streptcocus,  Stapilococcus, Pneumococcus, Hemofillus, Bordetella dan Corinebacterium. Virus penyebab ISPA antara lain adalah golongan Miksovirus, Adenovirus, Koronavirus, Pikornavirus, Mikoplasma, Herpesvirus dan lain-lain (Anonim, 2002).

e. Faktor Risiko ISPA
Berdasarkan hasil penelitian dari berbagai negara termasuk Indonesia dan berbagai publikasi ilmiah, dilaporkan berbagai faktor baik untuk meningkatkan insiden (Morbiditas) maupun kematian (Mortalitas) akibat pneumonia (Anonim, 2003).
Berbagai faktor risiko yang meningkatkan kematian akibat pneumonia adalah umur di bawah 2 bulan, tingkat sosial ekonomi rendah, gizi kurang, berat badan lahir rendah, tingkat pendidikan ibu rendah, tingkat jangkauan pelayanan kesehatan rendah, imunisasi yang tidak memadai, menderita penyakit kronis dan aspek kepercayaan setempat dalam praktek pencarian pengobatan yang salah (Anonim, 2003).

f. Penatalaksanaan Penderita ISPA
Kriteria yang digunakan untuk pola tatalaksana penderita ISPA pada balita adalah balita dengan gejala batuk dan atau kesukaran bernapas. Pola tata laksana penderita pneumonia terdiri dari 4 bagian yaitu :
1) Pemeriksaan
Pemeriksaan dilakukan untuk mengidentifikasi gejala yang ada pada penderita.
2) Penentuan ada tidaknya tanda bahaya
Tanda bahaya, pada bayi umur kurang dari 2 bulan adalah tidak bisa minum, kejang, kesadaran menurun, Stridor, Wheezing, demam atau dingin. Tanda bahaya pada umur 2 bulan sampai kurang dari 5 tahun adalah tidak bisa minum, kejang, kesadaran menurun, Stridor dan gizi buruk (Anonim, 2002).
3) Tindakan dan Pengobatan
Pada penderita umur kurang dari 2 bulan yang terdiagnosa pneumonia berat, harus segera dibawa ke sarana rujukan dan diberi antibiotik 1 dosis.
Pada penderita umur 2 bulan sampai kurang dari 5 tahun yang terdiagnosa pneumonia dapat dilakukan perawatan di rumah, pemberian antibiotik selama 5 hari, pengontrolan dalam 2 hari atau lebih cepat bila penderita memburuk, serta pengobatan demam dan  yang ada (Anonim, 2002).
Penderita di rumah untuk penderita pneumonia umur 2 bulan sampai kurang dari 5 tahun, meliputi :
a) Pemberian makanan yang cukup selama sakit dan menambah jumlahnya setelah sembuh.
b) Pemberian cairan dengan minum lebih banyak dan meningkatkan pemberian ASI.
c) Pemberian obat pereda batuk dengan ramuan yang aman dan sederhana (Anonim, 2002).
Penderita umur 2 bulan sampai kurang dari 5 tahun yang terdiagnosa pneumonia berat harus segera dikirim ke sarana rujukan, diberi antibiotik 1 dosis serta analgetik sebagai penurun demam dan wheezing yang ada (Anonim, 2002).
Penderita yang diberi antibiotik, pemeriksaan harus kembali dilakukan dalam 2 hari. Jika keadaan penderita membaik, pemberian antibiotik dapat diteruskan. Jika keadaan penderita tidak berubah, antibiotik harus diganti atau penderita dikirim ke sarana rujukan. Jika keadaan penderita memburuk, harus segera dikirim ke sarana rujukan (Anonim, 2002).
Obat yang digunakan untuk penderita pneumonia adalah tablet kotrimoksasol 480 mg, tablet kotrimoksasol 120 mg, tablet parasetamol 500 mg dan tablet parasetamol 100 mg (Anonim, 2002).